"For one last time, i need to be the one who takes you home. I promise after that i let you go."
• • •
"Makasih ya latihannya hari ini. Oh iya, mungkin Shani bisa pertimbangin lagi buat duet sama temen. Soalnya lagu Runtuh bagus kalo buat dinyanyiin berdua biar ada sahut-sahutan nya gitu. Atau pertimbangin buat nyanyi lagu yang lain ya. Oke, sekarang kita bisa pulang." Mayor menutup latihan hari kedua.
Jam vintage di dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, artinya Shani pulang terlambat lagi. Wajar sih, pulang sekolah itu jam empat sore, latihan dimulai jam setengah lima. Latihan jam segini juga dimulai hari ini karena kemarin siswa siswi dipulangkan lebih awal, makanya bisa latihan siang hari. Tapi mulai hari selasa hingga sabtu depan, kira-kira Shani akan sampai di rumah jam 7 malam.
Setelah mengemasi barang-barangnya dan memasukkan catatan ke dalam tas, Shani melangkah keluar dan mengenakan sisepatunya. Mayor pamit lebih dulu bersama Faza, sedangkan kini tersisa Sadewa, Gigi, dan dirinya di depan studio. Shani memiliki kebiasaan mengikat sepatu cukup lama. Walaupun ia sudah berusaha cepat, ia selalu tertinggal. Urusan yang lain boleh jadi Shani selalu di depan, tapi untuk urusan tali sepatu, maaf Shani tak ingin balapan. Lagian dia sudah biasa ditinggal Khia dan Lana waktu pakai sepatu. Jadi kalau misal Sadewa dan Gigi yang sedang ngobrol di dekatnya ini ingin pulang duluan ya silahkan. Shani sudah capek dan tidak mau berpikiran kemana-mana.
"Kita nungguin apa sih, Dew?" tanya Gigi yang sudah siap pulang.
Sadewa menengok ke samping, memandangi Shani yang terlihat lucu saat berjongkok. Sadewa selalu begitu, apa saja yang Shani lakukan terlihat lucu. Gak tau kenapa dia mutusin Shani, otaknya sedang error saat ini.
"Nungguin anak kelinci."
Shani yang mendengar ucapan Sadewa tadi tertuju untuknya langsung mendongak ke atas, menatap Sadewa dengan tatapan membunuh. "Apasih."
Gigi tersenyum canggung, tangannya menarik-narik lengan kaos yang Sadewa pakai.
"Dewa pulang naik apa?" tanya Gigi dengan nada semanis mungkin.
"Biasa."
"Emm, kayaknya Daddy gue gabisa jemput deh, soalnya sibuk banget di kantor. Gue ga bisa ganggu, terus gue juga takut kalo mau ngegojek malem-malem. Kan lo tau sendiri kalo jalan ke rumah gue sepi terus gelap juga-"
Shani berdiri setelah selesai mengikat tali sepatu, mulutnya terang-terangan menye-menye di depan Gigi. Mencibir soal betapa gencarnya cewek ini mencoba meraih perhatian Sadewa. Tinggal ngomong mau nebeng aja bertele-tele.
"Bukannya biasanya lo dijemput supir?" tanya Shani ngasal. Princess kayak Gigi masa ga punya supir pribadi.
"Supir apa deh, gue tuh ga punya supir-supir gitu. Makanya-" Gigi mengayun-ayunkan lengan Sadewa manja. "Anterin aku pulang ya, Dew?"
"Idih," Shani mencibir perlakuan Gigi. Dia gak pernah tuh manja-manja begitu ke Sadewa karena takut duluan liat muka galak Dewa. Gimana bisa ini cewek dengan pedenya lendat-lendot.
Daripada Shani berdiri disini nontonin drama Gigi minta tebengan Sadewa, mending Shani balik duluan dan jalan ke pos satpam. Dia juga gak ada yang jemput karena Mama Papa lembur seperti biasa dan Kak San lagi-lagi ada di rumah temennya di luar kota. Sebelumnya Harris sempet nanya di kelas, soal Shani pulang latihan jam berapa dan Harris bilang ngabarin cowok itu aja kalo perlu bantuan. Ini saat yang tepat buat Shani minta jemput Harris.
Sadewa sendiri menatap punggung Shani waktu cewek itu pergi lebih dulu. Melihat Shani acuh saat ia dan Gigi bicara membuat Sadewa merasa telah berbuat salah. Sambil mengunci pintu studio, Sadewa menepis tangannya dari genggaman Gigi. Cewek disebelahnya ini kalau bukan satu anggota band udah dia jauhin dari lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
أدب المراهقينmove on susah, balikan ga mau. *** Kalo kamu nggak pernah ketemu mantan pacarmu selama seminggu, artinya cerita kalian beneran selesai. Tapi kalo alam semesta masih mempertemukan kalian dengan cara yang tak terduga, artinya kisah manis kalian berdu...