hiraeth ; O3-antara menyesal dan melepas

136 11 12
                                    

Sadewa biasanya tak langsung pulang setelah sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sadewa biasanya tak langsung pulang setelah sekolah. Ia mampir di warung Mbok Ijo, tempat dimana hampir semua siswa angkatan Semansive nongkrong disini. Kalo yang lain biasanya cuma ngopi nyebat sebentar aja. Ngobrol 2-4 jam kemudian pulang. Sedangkan Sadewa, ia menghabiskan hampir seharian disini. Kadang setelah pulang sekolah, dari sore hari sampai tengah malam. Untuk ngopi, nyantai lagi, musikan atau gitaran sendiri, menjadi teman bagi temannya yang baru datang, membantu Mbok Ijo atau kadang memandikan Ucel, bocil 4 tahun yang merupakan cucu Mbok Ijo. Sadewa bahkan sempat disangka anak Mbok Ijo oleh teman-temannya. Ia hanya mengangguk membenarkan, yang padahal Sadewa ini anak pasangan artis yang dikabarkan sudah cerai 6 tahun yang lalu. Sadewa tidak mencoba menutupi hal itu, hanya saja tidak menceritakannya kemana-mana. Kalaupun ada orang yang tahu, itu hanya beberapa teman terdekatnya terutama Adit. Ia bukan tipikal orang yang mudah terbuka. Sadewa jarang sekali bercerita tentang suatu hal yang menurutnya begitu menyedihkan. Apabila hal itu hanya akan membuat orang iba atau bersimpati padanya, Sadewa memilih menutupnya menjadi rahasia rapat-rapat sehingga orang lain tak bersikap seenaknya pada dirinya.

Seperti pada malam-malam biasa, Sadewa duduk di depan teras Warung Mbok Ijo. Warkop sederhana dengan lampu remang-remang yang kerap dilewati anak-anak usia jauh dibawahnya ini bagaikan tempat singgah yang lambat laut menjadi rumah baginya. Sadewa merasa tenang sendiri, meskipun ia merasa kesepian. Ia kembali meneguk kopi hitam yang tadi diracik sendiri sambil menyesap rokok yang ke tiga kalinya.

Bisa dibilang, setelah putus dari Shani, Sadewa makin kencang merokok. Sebelumnya memang iya, sama kencangnya. Tapi kali ini frekuensinya sedikit berbeda karena ia menjadi mudah stress. Nikotin ini menjadi satu-satunya pelarian Sadewa, diantara semua kesibukan yang ia jalani untuk mencoba menghapus Shani dari benaknya. Sadewa menganggap hal ini normal. Ia berspekulasi bahwa ia akan biasa saja pada waktunya. Ia tak akan menekan dirinya sendiri, untuk mencoba sekeras tenaga demi melupakan Shani. Lagi pula, mengenal Shani bukan sebuah hal paling buruk di dunia.

"Kamu ga ngelarang aku ngerokok, Shan?" tanya Sadewa 7 bulan yang lalu.

"Aku ga mau ngelarang, tapi di kurangin ya, rokok kan pait, masa kamu doyan. Enak permen nih," Shani menyodorkan tiga bungkus permen dengan rasa berbeda ke hadapan Sadewa.

"Permen apaan?"

"Kiss."

"Sini satu."

Shani tersenyum, memberikan ketiganya kepada Sadewa. "Kalo kurang bilang aja, nanti aku kasih lagi banyak-banyak. Terus kalo ngerokok jangan banyak-banyak, yang boleh banyak cuma permen. Understand, Dewa?"

"Yes, ma'am."

Gadis dengan senyum manis dan suara tawa cantik itu jelas pernah jadi separuh hidup Sadewa. Ia tak perlu begitu membencinya, karena Shani tak sepenuhnya bersalah. Malah, Sadewa yang harus melupakan Shani karena ia sendiri merasa bersalah kepada gadis itu dan Sadewa Mangkubumi tak pernah ingin larut dalam rasa bersalah yang mendalam. Itu bukan dirinya.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang