hiraeth ; 16-balada rice bowl

70 5 0
                                    

Cowok yang mengenakan atasan kaus hitam bertulisan "thisisneverthat" itu berdiri di depan ruang studio musik membawa paper bag di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cowok yang mengenakan atasan kaus hitam bertulisan "thisisneverthat" itu berdiri di depan ruang studio musik membawa paper bag di tangannya. Shani menengok ke luar setelah Faza memberitahunya, dan tak salah lagi orang ini memang benar Harris.

Padahal jam sekolah sudah selesai sejak satu setengah jam yang lalu. Sekolah sudah cukup sepi, menyisakan anak-anak organisasi, panitia bulan bahasa yang mondar-mandir mengurus ini itu dan tentunya anak-anak yang minggu depan tampil untuk acara ini. Shani sendiri gak tau tujuan Harris berdiri di hadapannya ini untuk apa.

"Lo kok belum balik, Ris?" tanya Shani sambil menutup pintu studio.

"Abis mabar di rumah Tama," kata Harris.

"Oh iya, kan rumah Tama deket sini ya?"

Harris menanggukan kepala. "Iya. 500 meter doang."

"Terus ngapain balik ke sekolah?" tanya Shani lagi dengan wajah kebingungan.

"Mau ketemu lo," Harris menyerahkan paperbag di tangannya untuk Shani. Sedangkan Shani yang mendengar ucapan Harris hanya tertawa.

"Ga ada kerjaan banget nemuin gue segala-apaan nih?" kedua tangan Shani meraih paperbag itu. Ia mengintip ke dalam, ada kotak makan-lebih tepatnya ricebowl dan dua botol minuman. Yang satu air mineral, satunya lagi jus berwarna pink kemerahan yang agaknya jus strawberry.

"Makan siang."

"Gue gak nitip loh?"

"Gue kasih, Shanii. Gue dikasih tau Khia kalo lo latihan nyanyi buat pentas bulan bahasa. Jadi gue yakin lo kemungkinan pulang kesorean."

Shani tersenyum lebar menunjukkan barisan gigi putihnya yang rapi. Membuat Harris ikut meringis gemas. "Dimakan ya."

Gadis itu menangguk, bersyukur atas kebaikan Harris.

"Lo langsung balik?" tanya Shani.

"Iya nih. Boleh ga? Kalo ga boleh gue nungguin lo sampe pulang," ujar Harris.

"Dih, ngapain, mending pulang terus lo ngapa-ngapain, dirumah kan banyak kerjaan."

Harris mengangguk-anggukan kepalanya. "Iya sih, yaudah. Gue pulang ya."

"Iya, hati-hati Harris!"

Cowok itu melangkah pergi usai melambaikan tangannya kepada Shani. Shani sendiri masih berdiri di depan pintu hingga punggung Harris semakin menjauh dari pandangan matanya. Sesaat gadis itu akan kembali masuk ke dalam studio bersama paperbag di tangannya, ia justru melangkah mundur karena Sadewa tiba-tiba keluar dari sana. Berjalan tepat dihadapan Shani dan tak memberikan Shani jeda untuk berhenti atau menyingkir. Shani membelalakkan mata lebar-lebar ketika kedua tangan Sadewa menggenggam pundaknya, membalik tubuhnya seperti membalikkan telapak tangan, membuat Shani hampir jatuh.

"Dewa! Dewa apaan sih!" Shani berjalan maju dan di dorong bak troli. Ia tak bisa banyak bergerak karena dorongan kuat Sadewa.

"Temenin ambil gofood di depan." kata cowok itu tegas. Tanpa babibu.

"Ambil sendiri ngapain ngajak gue!" kata Shani sebal. Gimana enggak? Daritadi cowok ini gak mengajaknya bicara, tau-tau dia membawa-lebih tepatnya menggeret Shani untuk menemaninya mengambil pesanan gofood.

Bahkan selama menuju ke gerbang depan Sadewa tak mengatakan apa-apa. Cowok itu berhenti di dekat pos satpam, melepas genggamannya di pundak Shani perlahan-lahan kemudian mengeluarkan dompet dari dalam saku celana abu-abunya. Shani mau gak mau ikut menunggu, dia berdiri di sebelah Sadewa sambil melihat sekitar. Sambil mengutuk Sadewa di dalam hati karena membuatnya merasakan jumpscare.

"Berapa, Bang?"

"152, Kak."

Shani juga gak tau kenapa detak jantungnya gak bisa di kontrol setelah Sadewa memegang pundaknya tadi. Pegangan begitu erat yang membuat Shani ragu-ragu, membuat Shani linglung dan salah tingkah. Padahal daritadi Sadewa hanya berbicara ketus dan menjengkelkan padanya. Sadewa ini sudah benci makanya pengen balas dendam atau gimana sih?

"Makasih." Sadewa berbalik arah setelah menerima dua kresek berisi makanan di tangannya. Cowok itu melangkah masuk ke dalam melewati Shani begitu saja, namun ia berhenti karena Shani tak kunjung mengikuti langkah kakinya.

"Mau balik ke studio apa nungguin disitu aja?" tanya Sadewa. Wajah galak cowok itu benar-benar membuat Shani geram. Ia menghentakkan kakinya dan mengikuti langkah kaki Sadewa. Tentu saja lebih baik berjalan di belakang Sadewa daripada bersebelahan dengannya. Shani gak mau ada orang liat dan kabar yang enggak-enggak tersebar lagi.

Menyadari Shani berjalan dibelakangnya, Sadewa memperlambat langkah kakinya hingga sejajar dengan langkah kaki Shani.

"Langkah lo kecil-kecil amat. Dasar pendek." kata Sadewa.

Shani mendelik sebal, bagaimana bisa dengan tinggi 168cm Shani dibilang pendek? Terus bagaimana dengan Lana yang tingginya hanya 160cm? Mini? Cebol? Boncel?

"Gue gak pendek ya, asal lo tau. Lo yang kepanjangan. Dasar jangkung!" Shani mencibir.

Tak bisa dipungkiri, sikap Sadewa kali ini benar-benar tidak bisa ditebak. Ia berpikir Sadewa membencinya dan mencoba menjaga jarak dari Shani. Tapi disisi lain Shani tak bisa merasakan kebencian yang Sadewa miliki. Atau, Sadewa memang tidak membencinya dan semua kebencian yang Shani pikir diberikan untuknya adalah salah.

Meskipun begitu Shani harus tetap menjaga image, dia tidak bisa bersikap girang karena Sadewa tak menghindarinya.

Apakah dengan Sadewa yang tetap mengajaknya bicara mereka akan baik-baik saja?

Tidak asing dan setidaknya menjadi seperti teman? Mungkin tidak?

"Shani." panggil Sadewa.

Shani mendongak, menatap Sadewa yang berhenti melangkah.

Cowok itu merebut paperbag yang ada di tangan Shani, menggantinya dengan plastik lain berisi rice bowl pesanan Sadewa.

"Eh kenapa diambil! Itu dari Harris buat gue tau!" kata Shani.

"Lo makan yang ini aja. Gue udah pesen duluan buat lo." ujar Sadewa, dengan acuh cowok itu melangkah kembali. Shani mengejarnya namun Sadewa tak mau berhenti.

"Mana boleh di tuker! Gue kan gak minta lo pesenin makan buat gue! Lo tadi gak nawarin, kalo lo nawarin gue dulu kan gue tau. Terus kenapa lo ambil makanan gue kayak gitu coba? itu kan punya guee Dewa balikin!-Aw!"

Kepala Shani membentur punggung Sadewa yang tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Sadewa membalikkan badan, memandang Shani tajam. Sadewa merasa kepanasan entah karena cuaca sore hari ini atau karena Shani terus menyebut nama Harris.

"Makan. Yang. Itu. Aja." kata Sadewa menekan. Sadewa tak sadar kalau dia sedang mengatur Shani yang notabene nya adalah mantan kekasihnya. Namun, dengan ucapan Sadewa yang tegas barusan Shani benar-benar hanya bisa menurut dan ikut kembali ke studio tanpa banyak bicara.

Saat masuk ke dalam Mayor, Faza, dan Gigi memberikan tatapan penuh selidik dan curiga karena Sadewa dan Shani masuk bersamaan. Shani hanya bisa meringis canggung sambil kembali duduk.

Sedangkan paperbag yang tadi Sadewa bawa ia serahkan ke Gigi. Yang lainnya di taruh di atas meja. Gigi melihat ke arah Sadewa dengan tatapan memuja, kini dia benar-benar meleleh melihat Sadewa memberikannya paperbag khusus. Gigi membuka tas kertas itu dan melihat ada ricebowl, air mineral, jus strawberry, dan beberapa permen coklat. Serta secarik surat bertuliskan,

Semangat latihannya, cantik.

Gigi yang tak tahu kalau paperbag beserta isi dan suratnya ini berasal dari Harris untuk Shani menyangka Sadewa telah jatuh hati padanya. Rupanya, urusan ricebowl ini membawa banyak kesalahpahaman diantara mereka.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang