"Shani!"
Siapa yang tahu kalau Shani tiba-tiba pingsan saat upacara bendera, saat posisinya menjadi seorang pemandu paduan suara. Ia terjatuh begitu saja dari atas mimbar, mengejutkan banyak orang di lapangan sekolah, yang tengah menyanyikan lagu wajib nasional. Untungnya, cepat tanggap peleton satu berlari menangkap Shani. Meski jatuh ke tanah lapangan bersama, setidaknya kepala Shani tak langsung membentur tanah. Sayangnya, kondisi menjadi sedikit ricuh.
Shani dibawa ke UKS setelah anggota pmr datang bersamaan membawa dragbar. Kericuhan makin ramai karena yang pingsan adalah Khaluna Ashani. Sekarang tidak penting tentang siapakah seorang Shani. Karena saat ini gadis itu sudah tergeletak tak sadarkan diri di dalam ruang UKS. Wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran dari dahinya.
"Shani kenapa?" tanya Elang, petugas yang mendapat giliran jaga di UKS. Elang ini kakak kelas Shani, adik kelas San—Alumni Semansive atau SMA N Serpia—sekaligus sahabatnya.
"Ga liat ya? Pingsan tuh, pingsan." jawab temannya ketus. Ia segera berlari keluar, tanpa berkata apapun. Membiarkan Elang saja yang bekerja merawat Shani.
"Duh, kenapa lagi ini anak," Elang menyelimuti tubuh Shani dengan selimut yang ia ambil dari dalam lemari. Mengangkat kedua kaki gadis itu sedikit dan menaruh bantal di bawah kakinya, membiarkan kepala Shani bersandar tanpa bantal. Elang merapikan sedikit rambut Shani, kemudian menyentuh dahi gadis berambut pendek sebahu itu. Saat mencoba menerka suhu tubuh Shani, pergelangan tangan Elang di pegang erat sejenak. Membuat Elang melompat kaget.
"Heh, Shan?"
Kedua mata Shani terbuka sedikit, gadis itu langsung memegang kepalanya yang terasa nyeri.
"Heh kok udah bangun kan tadi pingsan?" ujar Elang.
"Belum jadi pingsan." Jawab Shani seadanya.
"Astaga."
Shani meringis, kepalanya memang pusing. Kemarin ia hanya makan satu buah pisang emas yang berukuran sangat kecil. Minum dua gelas air sehari, karena sama sekali tak nafsu makan. Makanannya menjadi sop karena Shani selalu menangis tiba-tiba setelah kejadian kemarin di ruang aula. Iya, kemarin semuanya selesai di ruang aula.
"Mau minum air putih? Atau teh anget?" tawar Elang. Elang baik pada Shani, karena Shani sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Bahkan Elang terlihat seperti kakak kandungnya dari pada San, kakak kandung asli Shani.
Melihat Shani menggelengkan kepala, Elang tetap berdiri mengambilkan air dan roti. Yang tadinya jendela UKS tertutup tubuh bongsor Elang, menjadi terlihat luarnya. Menampakkan barisan siswa yang sedang upacara. Bagian barisan putra ramai dan ribut sekali melihat Shani dari luar UKS. Meski dari jarak yang jauh, mereka bisa melihat Shani dari sana. Tangan-tangan siswa laki-laki yang mengenal Shani mulai melambai-lambai, seraya menunjukkan wajah sedih saat melihat Shani. Mulut mereka seolah bicara, menanyakan kenapa Shani ada di dalam UKS.
Sedangkan Shani menatap tak acuh, bahkan ia tak melihat teman-temannya mengajaknya bicara. Pandangannya hanya tertuju pada Sadewa yang secara tak sengaja tertangkap pandangan matanya.
Iya, Sadewa si berhati dingin. Pada saat yang bersamaan, Sadewa melihat kerumunan heboh yang mengajak Shani bicara. Ia menoleh ke belakang dan melihat Shani, tapi tak ada lima detik pandangannya kembali lurus ke depan dan bersikap seolah keduanya tak mengenal. Shani melipat bibirnya, menahan tangis lagi. Tapi tidak bisa. Lagi-lagi tangisnya pecah untuk yang kesekian kalinya.
Elang bergegas berlari menghampiri Shani lagi saat mendengar gadis itu menangis kencang.
"Kenapa? Kenapa? Yang sakit dimana? Pusing? Jangan nangis, Shan, cup, cup, gapapa-gapapa, Gapapa kalo sakit gapapa, cuma bentar kok, obat mau? Nih minum, minum."
Shani meneguk air putih dari gelas sambil sesenggukan, ia sesekali mengusap hidung dengan lengan seragamnya. Matanya menatap tajam ke arah Sadewa, mengutuk cowok itu di dalam hati. Jahat banget. Kenapa dia cuek aja? Dasar Sadewa berhati batu.
...ᘛ⁐̤ᕐᐷ
"Weh! Weh! Weh! Ada yang pingsan! Ada yang pingsan!"
"Weh Shani anjir yang pingsan!"
"Eh, iya si Shani!"
"Itu anak kelas 11 IPS 2 ga sih kalo ga salah?"
"Eh Shani pingsan boy, tangkep-tangkep, gendong!"
Adit sedikit berjinjit karena di depannya berdiri 4 anggota basket yang baris bersama dalam satu shaf. Ia mencoba melihat siapa yang membuat kericuhan di lapangan terjadi, dan matanya menangkap empat orang anggota PMR mengangkat dragbar berisi Shani. Adit membelalakkan matanya, kemudian memandang sahabatnya yang berdiri tegap di sebelahnya tanpa bersuara. Sadewa Mangkubumi, pacar Shani.
"Pacar lo anjir pingsan! Liat gak?! Samperin sana nanti gue bilang ke guru kalo lo kebelet buang hajat! Buruan!" Adit mendorong bahu Sadewa berkali-kali, namun Sadewa hanya diam tak bergeming.
"Pacar lo itu, Dew!" kata Adit lagi.
"Udah bukan pacar gue," balas Sadewa to the point.
"Ngaco lu, ah sana bur-HAH? SUMPAH?" Adit memekik keras hingga empat anggota basket di hadapannya menoleh terkejut."Maksud lo gimana gue ga bisa ngerti."
"Kita udah putus."
Sadewa Mangkubumi, bukan pacar Shani lagi.
"DEMI?"
Sadewa melirik tajam Adit, keheranan kenapa temannya ini heboh sekali.
"Selingkuh ya lo?" tanya Adit.
"Buat apa? Gue cuma bosen, Shani ngebosenin."
"GOBLOK MAKSUT LO?! JELASIN!"
"Ya ngebosenin si Shani, pacaran ga ngapa-ngapain. Bosen aja, boring."
"PACARAN LO PACARAN SEHAT BEGO."
"Sok tau. Kata siapa."
"BEGO LU SAMPERIN SANA SI SHANI."
"Gausah teriak-teriak, Dit. Mulut lo bau jamban." Sadewa mendorong wajah Adit menjauh dari wajahnya, memilih diam saja daripada menanggapi Adit.
Di tengah ributnya Adit yang sedang memaki-maki Sadewa karena memutuskan hubungannya dengan Shani, Sadewa justru melirik ke arah kanannya berdiri. Ia sedikit terganggu dengan gerombolan siswa kelas lain yang melambai-lambai ke arah belakang Sadewa berdiri, sambil berbisik sedikit keras.
"Shani kenapa? Sakit apa?" Begitu yang Sadewa dengar. Ia menengok ke samping, memandangi sekitar 7 orang cowok mencoba bicara berulang-ulang.
"Cepet sembuh ya! Nanti aku samperin terus aku kasih peluk biar kamu cepet sembuh, Shania!"
Mendengar satu orang berucap begitu, Sadewa langsung menoleh ke belakang. Padahal ia tak berniat melakukan itu. Tapi kepalanya otomatis menengok karena ingin memastikan apakah yang masuk UKS benar Shani mantan kekasihnya atau Shani yang lain. Bukannya bisa melihat siapa Shani yang di maksud, Sadewa justru dihadapkan dengan kedua bola mata Shani yang kecoklatan. Iya, Shani yang dimaksud benaknya sejak tadi. Hal itu sontak membuat Sadewa langsung menoleh ke depan lagi. Sadewa mengutuk dirinya sendiri, malu karena langsung bertatapan dengan Shani. Dengan Ashani, mantan pacarnya.
Sadewa sedikit heran kenapa gadis itu menatapnya dengan tatapan begitu tajam? Sadewa yakin Shani membencinya dan ia akan menerima hal itu. Tapi wajah pucat gadis itu membuat Sadewa ekstra menahan diri untuk tidak mencari tahu, karena ia sudah ingin menyelesaikan semuanya. Parahnya, Sadewa hanya bisa menggerutu saja. Ia juga masih membiarkan Adit mengomel padanya. Sadewa juga pusing karena Shani, tapi kalau harus ke UKS bersama di dalam sana lebih baik Sadewa ngamper pake karpet di tengah lapangan.
Lelaki jangkung dengan tinggi 182cm ini mengusap dahinya yang berkeringat. Mengingat kejadian di aula kemarin membuatnya lemas. Tapi ia juga merasa kesal, sama halnya seperti apa yang dirasakan Shani kemarin. Sadewa tampak lesu. Namun, pikirannya sepakat kalau ia hanya belum terbiasa dengan perasaan sedikit mengecewakan ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
Genç Kurgumove on susah, balikan ga mau. *** Kalo kamu nggak pernah ketemu mantan pacarmu selama seminggu, artinya cerita kalian beneran selesai. Tapi kalo alam semesta masih mempertemukan kalian dengan cara yang tak terduga, artinya kisah manis kalian berdu...