***"Semakin dalam rasa sakitku, semakin besar pula cintaku"
***
Ia mendongak,"Maydi!" Aku sedikit terkejut saat melihat siapa gadis yang sedari tadi menangis ini.
"Ha-haina ... Ternyata, m-mencintai dua orang sekaligus itu s-salah" katanya tersedu-sedu.
Aku tak mengerti maksudnya. Kucoba rangkul bahunya yang semakin bergetar kencang. "Kenapa?" tanyaku berharap ia berbagi cerita padaku, namun nahas, ia hanya menggeleng, tak mau berbicara. Malah-malah tangisannya semakin deras dan semakin erat memelukku. Aku tak ingin memaksanya. Biar dia yang bicara saat ia siap untuk bercerita.
Paginya, aku tak melihat keberadaan Maydi yang menghilang tiba-tiba. Padahal jelas-jelas ia sudah masuk kelas dengan wajah yang terlihat seperti biasanya bersamaku. Barisan kursi di depanku pun saat ini kelompang tak berpenghuni. Biasanya, Firly---salah satu teman Maydi selalu berkeliaran ke kelas sebelah mencari temannya sewaktu SMP. Sedang Demia yang selalu bersama Maydi kini tengah berjalan masuk seorang diri. Jadi, di mana Maydi?
Aku khawatir dengan kejadian semalam. Takut jika Maydi mengurung diri lama-lama. "Eh, kenapa ganti tempat duduk?" tanyaku saat melihat Demia yang menukar tempat duduknya dengan Maydi.
"Aku yakin, saat ini Maydi gak mau liat aku, jadi, biarlah dia duduk di depan buat sementara," jawabnya lesu.
"Kena-" belum saja kuselesai bicara, Demia telah meninggalkan kelas tanpa melirikku kembali.
Ntahlah, tak perlu dipikirkan. Lebih baik aku pergi menemui Darren dan berbagi bekal padanya, mumpung jam pagi ini para guru tengah melakukan rapat dadakan.
Tok tok tok
Aku mengetuk pintu Ruang Musik dengan tangan yang penuh. Kupeluk sekotak bekal, dua botol air minum dan buku novel tebal yang akan kubaca kali ini. Setelah mendengar ketukanku, Darren langsung membukakan pintu dan segera membantu mengambil barang-batang yang kubawa, "kenapa banyak banget," ketusnya.
"Aku mau sekalian baca di sini," balas aku seraya memutar kedua bola mata.
"Hari ini aku bawa roti isi" pungkasku saat melihat Darren yang tengah mengamati kotak bekal berwarna merah muda di tangannya.
Darren tersenyum semringah, "bagus! Dari kemarin aku pengin makan roti isi."
Itulah salah satu hal kecil yang kusuka dari diri Darren. Ia selalu memuji dan menyemangati hal-hal kecil yang kulakukan. Selalu berterimakasih dan meminta maaf meski tak melakukan hal yang menurutku salah.
Setelah Darren melahap dua potong roti isi, ia kemudian duduk di sebelahku yang tengah membaca lalu memainkan pianonya kembali sembari menyanyikan lagu 'Dandelions' yang sering ia lontarkan.
Aku menguap, "Huaaa! Ngantuk banget pagi ini,"
Alunan piano terhenti serentak dengan Darren yang berkata, "gak biasanya, kenapa bisa ngantuk?" tanya dia sedikit sinis.
"Ya kan semalem aku gak tidur buat ngerjain tugas semester ini," ketusku.
Ia berdecak, "bukannya kemarin pulang lebih awal buat ngerjain tugas,"
Ah, ya! Aku lupa, Darren tidak mengetahui jika kemarin aku bertemu dengan Maydi hingga malam. Jangan sampai ia mengetahui hal itu, bisa-bisa aku akan dibuat mati di ruangan ini menahan ocehannya. "Eung, aku belajar tambahan buat ujian nanti," Aku mengelak.
Hhh.
Darren mengangguk lalu menunjuk bahunya dengan sudut mata. "Apa?" tanyaku, tak mengerti.
"Sini, tidur di bahuku," lirih Darren sembari menepuk pelan bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Have a Crush on You [COMPLETED]
أدب المراهقينSeberapa lamanya kamu bisa mencintai seseorang dalam cara paling sepi? Satu bulan? Satu tahun? empat tahun? Atau sampai sepuluh tahun? Ah tidak, ini ceritaku! Aku mencintanya seumur hidupku. *** Haina. Seorang penulis SMA tingkat akhir yang tero...