***
"Seorang penulis selamanya hanya akan bermimpi."
***
Hari pelulusan pun tiba. Tepat di hari ini seluruh siswa mengenakan toga SMA. Ya, namanya juga pelulusan. Tak terasa aku akan melepaskan seragam SMA dan aku telah menjadi orang dewasa, bukan lagi remaja. Mungkin masih remaja, tapi remaja tingkat akhir, Hahha!
Di tengah kerumuman orang-orang yang berlalu lalang, aku masih mencari keberadaan Ken.
"Misi..."
"Permisi..."
Aku terus menerus melangkah sambil mencoba menerobos ombak manusia-manusia ini. Sampai akhirnya aku menemukan Ken. Terlihat ia tengah tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. Ah tidak, sebenarnya ia tengah berdiri menjauhi kerumunan orang-orang, bersama ibunya. Aku yakin wanita paruh baya di sampingnya itu adalah ibunya. Aku masih ingat betul paras itu.
"Ken!" Aku memanggilnya sambil terus berlari kecil ke arah dia. Ken pun menoleh dan tersenyum.
"Ini s-siapa?" tanya ibunya.
"Haina," lirih Ken.
Segeralah aku pun menaikkan tangan, berniat untuk menyalaminya. "Hallo Tante."
Ia terdiam sejenak, melihatku lekat sembari mengulang-ngulang nama 'Haina', sampai akhirnya ia berkata, "Oh, ya! Haina yang waktu Sekolah Dasar itu? Yang dulunya segede gini, setinggi ini?" tanya ibu Ken antusias seraya mengukur tubuhku kala kecil dengan pinggangnya.
"I-ya Tante," jawabku kikuk.
"Ini seriusan Haina?" Ia kembali bertanya pada Ken. Dengan santai Ken pun mengangguk.
"Ya ampun, udah gadis ya, sekarang..." katanya sedikit sendu sambil mengusap lengan atasku.
"Hehe iya, Tante," balasku merasa canggung.
"Oh iya, Ken, ayo kita poto!" ajakku agar segera menjauh dari ibunya.
Manik Ken melebar, "Boleh."
"Ayo cari tempat yang bagus buat poto," sambungnya sebelum kita berpamitan pada ibu Ken.
"Ke mana?" tanyaku pada Ken yang terus berjalan cepat di kerumunan banyak orang, sampai-sampai aku sesekali tertinggal.
"Ayo!" balasnya sembari menarik tanganku.
Deg!
Rasanya aku ingin melayang saja saat ini. Sejauh ini, ini yang paling jauh menurutku. Berpegangan tangan(?) bahkan menyentuhku saja Ken belum pernah. Sontak bibirku terangkat lalu aku pun berlari kecil agar bisa menyamai langkah lebarnya.
Setelah melewati beberapa tangga bangunan. Kini aku tahu, Ken ingin mengajakku ke rooftop sekolah. Selama perjalanan, ia tak berhenti melepaskan tanganku. Bahkan saat aku terlihat kecapaian ia malah mempererat genggamannya.
Sampai akhirnya kita pun berada di tempat paling sekolah ini. Tepatnya di lantai ke lima; yang dijadikan sebagai rooftop sekolah. Semua orang terlihat dari atas ini, begitupun angin di sini lumayan kencang, membuat rambutku sedikit berterbangan menutupi wajah. Ken berjalan mendahului ke arah pagar. Kemudian ia berteriak, "Aku lulus!"
Aku tertawa kecil melihatnya. Pun aku mendekat kepadanya sambil ikut berteriak, "Aku juga lulus!"
Ken menoleh lalu kembali berteriak,"Ya! Kita lulus!" ucapnya diakhiri dengan tawa kita yang renyah.
"Ayo kita poto bareng!" ajaknya sembari mengeluarkan kamera handphone-nya.
Cekrek!
.
.
.
Hari ini, genap sebulan setelah pelulusan dilalui. Semua orang sudah mulai sibuk menjalani arah hidupnya masing-masing. Begitupun denganku. Hari ini pula aku akan berangkat ke negara impianku, negara Jepang. Dengan persetujuan orang tua, aku akan melanjutkan studi di sana.
Sebenarnya enggan untuk meninggalkan negeri dengan penuh kenangan ini. Namun, apalah daya, semua demi masa depanku juga. Sebelum berangkat ke Bandara, aku memilih untuk mengunjungi Cafe dekat sekolah saat SMA untuk menulis bab terakhir ceritaku.
Selama di sini, tanganku terus menari di atas keyboard laptop, sampai aku mengakhiri cerita yang selama ini kutulis sambil menutup laptop. Aku menghembuskan napas berat sambil menoleh ke luar Cafe, jalan besar tepatnya. Cuaca langit hari ini lumayan mendung, membuat jalanan tak begitu ramai.
Aku menyadari jika kisahku saat SMA telah usai. Indah, atau tidak indahnya masa SMA-ku, aku senang bisa menjalaninya.
Gadis dengan nama Haina ini hanyalah seorang penulis. Selamanya ia hanya akan berhalusinasi, berangan dan membual. Bahkan sampai saat ini. Ia tak bisa melakukan apa-apa. Masa SMAnya pun hanya dilalui dengan menulis. Seorang penulis selamanya hanya akan bermimpi.
Ya, aku memanglah budak khayalan.
Sebuah suara cicak di dalam Cafe membuatku tersadar dari lamunan kecilku barusan, lalu segeralah kurapikan barang-barang untuk menulis, sebelum keluar meninggalkan Cafe. Saat di luar, tepatnya saat berdiri di trotoar ini, pandanganku terpaku pada Halte di samping jauh sana. Aku melihatnya lalu tersenyum kecil.
Oh ya! Dan tentang kita. Nyata, tidak nyatanya kemarin. Aku hanya bisa menulis buku ini. Aku hanya bisa menulis tentangmu, menulis tentangku, yang tak akan mungkin nyata; menjadi 'kita'. Pun saat ini aku hanya bisa mengatakan, "I have a crush on you," gumamku sembari memasangkan headphone di telinga sebelum berjalan menjauhi Cafe.
Do you think I have forgotten?
Do you think I have forgotten?
Do you think I have forgotten
About you?
There was something 'bout you that now I can't remember
It's the same damn thing that made my heart surrender
And I miss you on a train, I miss you in the morning
I never know what to think about
I think about you (so don't let go)
About you (so don't let go)
Do you think I have forgotten
About you? (Don't let go)
About you-The 1975
[TAMAT]
KAMU SEDANG MEMBACA
I Have a Crush on You [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsSeberapa lamanya kamu bisa mencintai seseorang dalam cara paling sepi? Satu bulan? Satu tahun? empat tahun? Atau sampai sepuluh tahun? Ah tidak, ini ceritaku! Aku mencintanya seumur hidupku. *** Haina. Seorang penulis SMA tingkat akhir yang tero...