3. Lima Menit

7.4K 417 6
                                    

Pesawat itu mendarat.

Arjuna tersenyum karena ia kini berada di kota yang sama dengan Naraya, bayangan akan usahanya menjalar bebas, bahkan ekspresi wajah Nara tergambar jelas di pikirannya.

Pandangnya menelusuri mobil-mobil yang terparkir, berharap ada lambaian tangan memanggil dirinya, namun naas teman yang ditunggu 'tak kunjung hadir.

Sabarnya menjadi tinggi karena menunggu Gamala Hadi datang menjemput tepat waktu hanya angan-angan saja.

Tidak berselang lama terdapat mobil hitam yang berhenti tepat di hadapannya dengan kaca yang perlahan menurun.

"Hehehe, sorry."

Arjuna mengangkat ibu jarinya seraya menganggukkan kepala menandakan dirinya baik-baik saja akan keterlambatan sang teman.

Bagasi mobil telah terisi penuh dengan koper yang Arjuna bawa.

"Bantu buat deketin Nara," pinta Arjuna yang baru saja duduk di kursi penumpang bagian depan.

"Heh, sapa dulu kek, tanyain kabar gue atau butik gue di sini, dateng-dateng minta tolong deketin Nara."

"Mau tidak bantu saya buat deketin Nara?" Arjuna tetap pada tujuannya.

Gama yang menjalankan mobil miliknya mulai memberikan smirk kapada pengucap kalimat tersebut. "Usaha sendiri," tuturnya.

Pandangan itu lurus, tarikan napas yang semakin berat ia hembuskan, saatnya mengganti rencana pikir pria ber-dimples tersebut

"Padahal ini saya juga lagi usaha."

"Mana usaha si, Jun?"

"Minta tolong sama kamu juga usaha saya, Gama."

Gama dibuat tertawa atas pernyataan itu, yaaaa tidak salah namun tidak benar.

"Besok temuin saya sama Nara, bisa?"

Kata tidak yang terucap dari mulut Gama membuat Arjuna mengeluarkan kalimat pamungkasnya.

"Kalau kamu nggak bisa, saya minta bantuan boss-nya saja, Ina Adiyaksa kan namanya?"

Mendengar ucapan itu lantas Gama menginjak rem mobilnya dengan kuat, mereka telah sampai di parkiran apartemen yang akan Arjuna tempati.

"IYA, OKE. GUE BANTU LO."

Gama terlihat was-was jika Arjuna mulai bergerak, pria ini sadar pesona temannya, bukan berarti ia tidak percaya kepada sang pacar tetapi hanya ingin hatinya dan pikirannya tidak berkeliaran kemana-mana.

Kamar dengan nomer 026, Gama rebahkan tubuhnya memandang langit-langit kamar Arjuna.

"Nara suka mampir ke cafe depan."

Mengangguk sebagai arti bahwa ia mengerti yang Gama ucapkan. Esok akan ia sapa wanita manis itu.

Pria tanpa aktivitas itu mengambil ponselnya di saku dan melakukan sambungan suara, anehnya yang Gama lakukan bisa mengambil fokus Arjuna yang sedang merapikan perlengkapannya.

"Hallo Nar, di mana?" tanya Gama yang bangun dari posisinya, duduk di tepi kasur menghadap langsung ke arah Arjuna dan tumpukan pakaian di koper miliknya.

Terlihat lucu saat Gama yang berbicara tetapi wajah Arjuna yang manampilkan gugupnya.

Tolong jangan teriak dulu, pinta Arjuna kepada diri sendiri.

Bagi pria itu suara Nara masih sama, yang berbeda adalah ia yang tidak bisa mengatur debaran jantung miliknya.

"Besok ajak Ina ke cafe depan butik, gue mau ngasih kejutan, tapi lo jngan bilang gue yang ngajak."

fine line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang