35. Keputusan Yang Meyakinkan

2.1K 185 26
                                    

Nara bertemu Ina dan Gama, mereka berjalan menuju kamar Arjuna. Fokusnya terpecah saat Nara mendengar satu notifikasi masuk di ponselnya, pesan dari sang ibu yang mengatakan bahwa Ibu dan Pandu akan menunggu Nara pulang, dengan hati yang utuh atau hati yang hancur sekalipun, pesan yang mengatakan bahwa Nara tidak perlu menjatuhkan harga dirinya untuk sesuatu yang tidak akan bisa ia miliki. Keluarganya tahu apa yang sedang Nara hadapi saat ini.

“Huuh!” Hembusan napas berat Nara keluarkan. “Kak, kamarnya di situ ya,” kata Nara.

“Bareng-bareng anjir,” balas Gama.

“Kak Faya nitip beliin sesuatu.”

“OHH oke,” kata Gama tanpa ada pertanyaan lainnya.

Nara tidak pergi, ia hanya ingin pulang.
Saat ini, ia ingin memeluk dirinya sendiri.
Saat ini, ia ingin menangis sepuasnya.
Saat ini, ia ingin berlari sekencang-kencangnya.
Dan saat ini juga, ia ingin manampik kenyataan bahwa ia dan Arjuna tidak akan pernah bisa bersatu.

Ina dan Gama sampai saat Mama Arjuna mengenalkan Alice sebagai tunangan dari pria berlesung itu. Mereka kaget bukan main pasalnya Arjuna dan Nara saat ini masih menjalin kasih.

“Jun?!” seru anak-anak.

Faya yang menyadari kehadiran Gama dan Ina bertanya tentang keberadaan Nara. “Nara mana?”

“Beli pesenan lo lah!” jawab Gama singkat.

Khawatir itu tercipta, Faya berlari mencari Nara, dengan Leo yang ikut di belakangnya, Tio ingin sekali mengejar Nara namun dirinya sadar kalau Nara bukan ranahnya lagi.

“Gue ngelepasin Nara bukan buat disakitin lagi, Jun! Lo juga janji, kan?”

Arjuna hanya memejamkan matanya, pria ini tidak tahu jawaban seperti apa yang akan diterima teman-temannya.

“Jawab! Jangan jadi tolol untuk kedua kalinya!” maki Tio.

“Gue harus jawab apa, Yo? Jawaban apa yang bikin lo semua percaya kalau gue memang nggak ingin nyakitin Nara?!”

Pria berlesung itu mengeluarkan air matanya, Arjuna sudah tidak sanggup menahannya lagi, dadanya naik-turun mengatur napas yang terasa sulit. Ia hapus air mata yang tidak berhenti mengalir, ia kesampingkan kalimat yang bilang bahwa laki-laki adalah makhluk yang kuat.

“Manusia mana yang mau nyakitin dunianya? Nggak ada, Yo! NGGAK ADA KAN, MAH?” tatapan itu tertuju langsung ke manik sang mama.

“Nggak ada kan, Mah?” tanya Arjuna sekali lagi dengan nada yang begitu lemah.

Pria itu bangkit dan beranjak dari kasur, wajah pucat dan tenaga yang seadanya. “Kamu mau ke mana, Bang? Kamu masih sakit,” tanya Mama Arjuna saat pria tepat di depan pintu kamar.

Langkahnya terhenti untuk sekedar menjawab pertanyaan sang mama. “Akan selalu sakit kalau Abang gak sama Nara, Abang mau cari Nara, Abang mau nikahin dia, Abang nggak peduli ada atau nggak adanya restu Mama.” Entah keberanian dari mana yang Arjuna jumpai, saat ini dirinya tidak peduli perasaan kedua orang tuanya, hari ini Arjuna ingin mementingkan egonya saja.

“Alice, maaf kamu harus menyaksikan drama ini. Saya nggak berniat menyakiti hati kamu, jika ingin menyalahkan semua ini, kamu bisa langsung ke wanita yang ada di sebelah kamu.”

Alice tersenyum cantik. “Nggak perlu minta maaf, gue ke sini juga mau membatalkannya."

Alis Arjuna bertaut mendengar jawaban dari Alice. “Gue juga nggak mau di jodohin sama lo, gue nggak akan jalanin hidup yang sama kayak kedua orang tua gue, lagi pula gue udah punya cowok yang gue cintai dan akan gue nikahin nantinya!” tegasnya.

Arjuna mengerti, bahwa orang tua Alice adalah korban perjodohan.

Satu senyuman terukir jelas di wajah Arjuna Bagaskara. “Kita beda, kamu nggak akan ngikutin jejak kedua orang tua kamu, tapi saya akan ikuti jejak kedua orang tua saya.” Arjuna pandangi wajah kedua orang tuanya.

Ini alasan kenapa Papa Arjuna selalu diam saat anaknya mengutarakan apa yang ia rasa, kisahnya terulang, kisah dirinya dengan Mama Arjuna terulang kembali di anak laki-lakinya.

Papa Arjuna selalu bilang untuk membiarkan Arjuna dengan Nara, tapi sang istri tetap pada pendiriannya, wanita ini tidak ingin Arjuna harus melewati susah yang pernah mereka lewati.

“Kejar cewek lo sana! Undang gue kalau udah ada tanggalnya.” balas Alice.

"Buat Tante sama Om, maaf saya menolak di jodohkan sama anak kalian, nanti biar saya yang bertanggung jawab sama kedua orang tua saya." Alice berkata dengan nada yang meyakinkan.

Semua teman Arjuna mendekati pria berlesung itu untuk memberi dukungan. “Ayo! Gue bakal jadi saksinya,” ucap Gama spontan dan mulai merangkul Arjuna yang terlihat tidak bertenaga.

“Gue yang sediain gaunnya!” tambah Ina.

Arjuna tersenyum mendengar ucapan dan tatapan yang diberikan para sahabatnya, ia sadar saat ini dirinya tidak sendiri.

Di antara semua insan yang berada di ruangan itu, terdapat satu sosok yang tersenyum puas.

Semua pergi menyusul Nara terkecuali keluarga Arjuna.

Putri pandang sang Mama yang duduk di tepi kasur, langkah perlahan Putri ambil untuk mendekati kedua orang tuanya.

"Ini, Mah." Putri menyerahkan amplop coklat yang ia simpan di ranselnya.

"Abang pernah memohon sama Puput untuk sayangi Kak Nara."

"Kak Nara wanita baik walau kita jahatin dia, dia nggak pernah merebut Abang, kita yang merebut Abang dari bahagianya."

Amplop coklat yang terbuka menampilkan beberapa foto saat keduanya berlibur, wajah Arjuna yang tersenyum bahagia bersama dunianya.

Harap Putri sederhana, ia hanya ingin Mamanya tidak mengambil bahagia sang Kakak.

fine line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang