Matahari menyapa dengan semestinya. Pekerjaan Arjuna di Yogyakarta tidak perlu dikhawatirkan karena Arjuna sudah melaporkan izin cutinya untuk beberapa hari ke depan.
Selama bekerja sebagai jaksa, Arjuna jarang sekali menggunakan cutinya bahkan tiga tahun sebelum bertemu Nara, dirinya tidak pernah satu kali pun menggunakannya, berkat itu Arjuna mendapatkan cuti lebih dari biasanya.
Kegiatannya terulang, bangun tidur Arjuna mulai membersihkan diri tidak lupa mengirim pesan kepada kekasihnya di kota sebrang. Sarapannya sederhana hanya roti dan kopi hangat.
Hari ini Arjuna tidak akan mengikuti Alice karena bukti yang sudah cukup untuk dijadikan alasan penolakan dalam hal perjodohan. Namun naas kabar sang mama yang terbaring di rumah sakit membuat Arjuna mengurungkan niatnya sementara.
Sang mama yang sakit juga membuat pertemuan Nathan dan Arjuna tertunda hingga tiga hari lamanya.
Pemikirannya buntu, setiap hari mama hanya meminta Arjuna menuruti kemauannya dengan alasan demi kebahagiaan dirinya, kesehatan yang tidak membaik memberikan rasa bersalah untuk Arjuna.
Aroma rumah sakit membuatnya pening ditambah ucapan sang mama yang mulai menekan dirinya. Berdiri dalam dilema membuat Arjuna diterjang rasa putus asa yang tinggi.
Dirinya tidak ingin kalah seutuhnya, ia meminta kepada sang Mama untuk menukar masa depannya dengan kebebasan kepada adik satu-satunya.
Jika hubungannya tidak bisa dipertahankan harus ada satu yang ia perjuangkan. Perlahan pesan Nara mulai Arjuna abaikan, walau rasa sakit semakin hari semakin terasa.
Arjuna kalah dengan permintaan mamanya, harus ia lepaskan Nara demi kesehatan mamanya dan mungkin demi masa depan keluarganya.
...
Pagi ini arah Arjuna kini berganti, pesan Nathan yang meminta Arjuna berkunjung ke rumahnya memberikan pertanyaan singkat tentang apa yang akan Nathan berikan kepadanya.
Pria itu menyambut Arjuna yang sudah tiba di rumahnya yang cukup besar, bernuansa putih bersih dengan halaman yang luas di samping garasi.
"Kurang siang datangnya!" sindir Nathan.
Arjuna yang mendengar hanya tertawa ringan, tentu saja dirinya tidak ingin datang pagi-pagi, lebih tepatnya tidak bisa karena malam sebelumnya banyak emosi yang tersalurkan dalam perbincangan dengan sang mama. Tentu saja lelah yang menggerogoti harus dibalas dengan istirahat yang lebih.
Arloji memutar jarumnya tanpa henti, pukul 11:09 Arjuna kembali bertemu dengan Bunda dari Nathan. Perkenalan diganti dengan sapaan ringan.
Bunda Nathan mengizinkan Arjuna duduk di sofa biru yang terpasang di ruang tamu, sofa itu empuk dan lembut membuat yang menduduki serasa betah berlama-lama di sana.
"Bun, Nathan ambil minum dulu, ya."
Wanita paruh baya itu mengangguk cantik, senyumnya tidak luntur kepada sang anak. Arjuna yakin Nathan dirawat dengan kasih sayang penuh oleh bundanya.
Wajah yang kini memandang Arjuna, ada satu titik kecil moles di ujung alis sebelah kanan yang menambah cantik rupa dari Bunda Nathan.
"Harus dari mana, ya, Tante mulainya?"
Alis Arjuna berkerut menandakan kebingungan yang melanda.
"Kamu pasti bingung, ini Nathan yang minta sama Tante buat bantu kamu."
Yang dipanggil memandang Bundanya dengan senyum sembari manaruh gelas teh satu-persatu.
Kini Nathan duduk tepat di samping Bundanya, sedangkan Arjuna seorang diri di kursi sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
fine line [END]
RomansaNaraya Adisthi pernah menjadi secret admirer seorang Arjuna Bagaskara, hingga kenyataan menamparnya dengan gagah, dirinya pernah dipaksa untuk melupakan hingga ia memutuskan pergi menjauh. Yogyakarta menjadi obat yang mujarab bagi wanita yang ingin...