Hari ini cerah, bahkan matahari tanpa rasa malu meminta angin untuk menemani terangnya, awan putih yang melukis di langit biru juga tidak kalah indah.
Namun lain halnya untuk hati seorang Naraya Adisthi, diabaikan membuat dirinya menagis setiap malam, walau esok hari ia akan berusaha untuk tetap tersenyum.
Satu pesan dari Putri membuat bahagia sekaligus nyeri yang dirasa menghantam secara bersama, ia akhirnya tahu tentang kabar kekasihnya, ia juga akhirnya menerima satu pesan dari seseorang yang ia kejar simpatinya. Rasa itu imbang, sakitnya juga terasa jelas saat Nara mengetahui bahwa Arjuna jatuh sakit, dan yang 'tak kalah meyakitkan adalah membayangkan hari dimana dirinya dan Arjuna bertemu dan mungkin menjadi jawaban akhir untuk hubungan mereka.
Perjalan yang terasa sangat berat, rindu dan kenyataan yang ia pukul bersamaan, lelah dan putus asa tanpa ampun menyapa silih berganti.
Ia ingin bertemu, sungguh ingin bertemu, prihal masa depan atau keputusan Arjuna tidak ia pikirkan.
Menunggu keberangkatan pesawat seakan menggerus sabarnya, detik yang terlewati terasa begitu lama, arloji berputar tidak semestinya.
Dipanjatkan doa saat mendengar pemberitahuan pesawat akan lepas landas. Selama perjalanan Nara hanya mematung menikmati resah dan rindu yang bercampur.
Saat sampai, dengan cekatan ia memesan taksi untuk mengantarnya ke rumah milik Arjuna. Langkahnya berat tetapi rindu itu pun sama beratnya, manik Nara memandang rumah yang Arjuna bilang akan mereka tempati nantinya.
Manik itu menelusuri ruangan yang ia lewati hingga sampai di kamar yang tidak asing baginya, pandangannya kini hanya terfokus kepada Arjuna yang terbaring lemas dengan wajahnya yang pucat, ada infus yang terpasang di lengannya.
Seberapa parah? Sudah berapa banyak begadangnya? pasti makannya nggak rutin, batin Nara
Napas yang serasa berat ia hembuskan perlahan.
Apa kisah kita sebegitu merepotkannya, ya, kak? Sungguh pertanyaan itu terlintas begitu saja di benaknya saat tatapan keduanya bertemu di udara.
Nara dudukan tubuhnya di pinggir kasur, dengan senyum manisnya Nara genggam jemari kanan Arjuna.
“Hai,” sapa Nara dengan lembut.
Tanpa terasa air mata Arjuna turun, tatapan itu terlihat lelah, dan putus asa. Genggaman itu terasa semakin erat, Arjuna memastikan dirinya bertemu dengan pujan hatinya, bukan ilusi ataupun khayalan semata.
Nara gigit bibir dalamnya, berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangisnya. “Kak,” panggil Nara dengan lirihnya. Suara itu bergetar dan sungguh pelan.
Tetap tidak ada jawaban dari pria yang sedang merebahkan tubuhnya, tenaganya diambil habis, senyumnya dipaksa hilang. Arjuna kini hidup dengan kebahagiaan yang direnggut paksa.
Nara hapus air mata yang menetes di pipi Arjuna, kekasihnya menangis karena hubungan mereka yang merepotkan.
Tanpa disadari di sudut ruangan sudah ada teman-teman Arjuna yang melihat mereka tanpa suara, memberi waktu untuk kedua insan ini menyalurkan rindunya.
Pagi tadi Tio menyempatkan diri datang karena saat malam dirinya tidak dapat membantu keadaan sahabatnya. Leo dengan Faya yang saling menggenggam juga ada Tio yang menatap Nathan seakan bertanya apa yang terjadi.
“Maaf,” satu kata dari Arjuna yang menjelaskan semuanya.
Bukan hanya hati Nara yang nyeri, pria ini juga merasakan lebih dari sakit mungkin hancur yang sudah ia rasakan.
“Makasih dan maaf karena bikin kamu jadi kayak gini.” Nara kecup tangan Arjuna untuk yang terakhir kalinya.
Haruskah ia pamit untuk pergi?
Arjuna tanpa kata, ia sentuh pipi Nara dengan hati yang begitu berat. Terlalu banyak sakit di hatinya. Kemarin saat berhadapan dengan sang mama, Arjuna dipukul kenyataan kalau dia menjadi satu-satunya yang sangat diandalkan di keluarga ini, ia juga tidak ingin jika sang adik harus lebih berjuang dan mengorbankan hal yang sama.
Perjodohan ini bukan tentang perjanjian bisnis melainkan hutang budi sang mama kepada orang tuanya Alice.
Mama Arjuna menceritakan betapa sulitnya kehidupan mereka saat Arjuna mulai terlahir di dunia, karir sang kepala keluarga yang selalu dihalangi membuat sang Mama merasa akan sungguh-sungguh menyiapkan kehidupan yang terbaik untuk anaknya kelak.
Bertahun-tahun hidup dalam kesulitan, keluarga Alice mengulurkan tangan dan mulai membatu karir sang kepala keluarga, maka dari itu balas budi yang mereka pilih adalah menyatukan kedua keluarga.
Saat ini Nara angkat kepalanya, senyum manis ia berikan kepada Arjuna. “Kak Juna, aku nggak pernah menyesal kenal lagi sama kamu. Karena kamu aku belajar banyak arti kehidupan. Jadi nggak perlu khawatir, ya?”
Satu anggukan kepala dengan wajah yang mengenaskan. “Pada nyatanya, kita jatuh cinta kepada sesuatu yang tidak bisa kita miliki,” ucap Arjuna dengan bibir yang bergetar.
“Iya.” Nara mebenarkan ucapan Arjuna, “kita hanya dipertemukam oleh semesta lalu dipisahkan oleh restu orang tua.”
“Hari ini aku mau berjuang untuk yang terakhir kalinya." Nara berniat meminta Arjuna secara langsung kepada pemiliknya.
Ketukan pintu di kamar Arjuna mengambil semua atensi, seorang wanita bersama Putri datang secara bersamaan, Nara tebak dia adalah Alice, wanita yang akan dikenalkan dengan kekasihnya, 'tak lupa di belakang mereka ada orang tua dari Arjuna.
Nyali Nara seketika menciut melihat semua dukungan ada di belakang Alice. Wanita cantik dan terlihat berkelas. Tangan yang tadinya tergenggam dilepaskan paksa oleh Nara saat Mama Arjuna menatap genggaman itu.
“Nara?” panggil Mama Arjuna.
“N-nara cuma jenguk Kak Juna, Tante.” Kalimat itu terucap dengan ragu dan suara gemetar.
Arjuna melihat semuanya, tatapan Nara dengan wajahnya yang langsung ia tundukan. Pria itu memejamkan matanya menahan semua rasa yang bergejolak.
Ponsel yang bergetar menampilkan nama Ina. Sebelum ke sini, Nara sudah izin dan kebetulan Ina juga sedang berada di rumah mertuanya yang di Jakarta dan memutuskan untuk menjenguk Arjuna bersama dengan Gama. “Aku jemput Kak Ina dulu,” pamit Nara kepada Arjuna yang menatapnya sendu.
Berjalan menunduk hingga melewati Alice dan keluarga Arjuna.
“Ra, mau gue temenin?” tanya Faya yang bangun dari duduknya.
“Eh Kak Faya,” panggil Nara, “nggak usah Kak. Di depan doang kok,” lanjutnya.
Langkah demi langkah Nara susun, saat ini ia ingin berlari sekencang mungkin, ia juga ingin pergi sejauh mungkin, seumur hidupnya Nara tidak pernah merasa sangat kecil ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
fine line [END]
Storie d'amoreNaraya Adisthi pernah menjadi secret admirer seorang Arjuna Bagaskara, hingga kenyataan menamparnya dengan gagah, dirinya pernah dipaksa untuk melupakan hingga ia memutuskan pergi menjauh. Yogyakarta menjadi obat yang mujarab bagi wanita yang ingin...