33. Berpamitan

2.1K 165 23
                                    

Menghilang meninggalkan lara. Cahaya matahari yang terang perlahan meredup seiring waktu, melewati temaram yang kian menghilang di lalap gulita.

Bercerita kepada malam agar mengembalikan senyumnya yang luntur, meminta Tuhan menjaga kekasihnya dan memberi kebahagian kepada keluarganya.

Hari ini wanita manis mulai bertanya akankah dirinya tetap bersama dengan Arjuna?

Puluhan pesan yang 'tak terbalas meninggalkan khawatir yang teramat. Nara takut harapnya hilang 'tak tersisa, Nara takut Arjunanya membalikan badan dan menjauh meninggalkannya.

Lagi-lagi kenyataan menelan harap, menghubungi Putri yang sudah pasti abai, Faya yang tidak tahu harus memberi jawaban apa karena para sahabat Arjuna juga tidak mendapat kabar dari pria berlesung itu.

Ada mimpi yang berhayal untuk bisa bersama Arjuna, namun abai menjawab segalanya, ilusi yang tidak pernah menjadi nyata, bahagia yang sebentar membuat tangis akan kenangan yang terlintas.

Senyum yang menjadi candu, genggaman tangan hingga kecupan ringan yang kala itu terasa amat manis kini menyesakkan.

Banyak pesan yang terkirim, menanyakan kabar hingga bercerita tentang abai.

Kak Juna

Bilang ke aku jika kamu nyerah,
biar aku juga berhenti.
Berhenti tanya kabar kamu
Berhenti cari simpati Putri
Berhenti meminta restu
dan berhenti berdoa
Biar aku paham kalau restu
itu bukan sesuatu yang bisa
ditawar bahkan dilawan.

Binar mata yang meredup dengan air mata yang jatuh dengan alasan, risau akan masa depan menuntun Nara terlelap menuju mimpinya.

...

Ponsel yang berdering diabaikan sementara karena percakapan ringan keluarga di satu ruang rumah sakit.

Mereka tersenyum mengingat masa kecil kedua anaknya, raut wajah Mama Arjuna begitu bahagia setelah mendengar deklarasi kekalahan dari yang terkasih.

Putri pandang yang lebih tua, ada senyum tipis memandang kedua orang tuanya, pasti ada sakit yang menyayat hati, entah apa obatnya ia tidak tahu.

Air liur yang tertelan paksa, ia keluarkan ponsel tersebut untuk meminta bantuan seseorang, ikut mencari cara agar yang lebih tua mendapat sinar matanya kembali.

"Hari ini Papa yang jaga Mama, besok pagi sudah boleh keluar, kalian pulang aja, Abang pulang ke rumah, kan?"

Semua manik memandangnya penuh harap.

"Iya."

Lagi-lagi kata itu terucap kembali.

Punggung yang menjauh menyisakan senyuman kedua orang tua yang perlahan bangga kepada anak yang mereka besarkan.

Hanya ada suara bising dari mobil yang melaju, Putri bahkan takut jika suara napasnya terdengar Arjuna, ia sadar betul kakanya tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Mobil berhenti di depan gerbang dan mengharuskan Putri turun untuk membukanya.

"Put?" panggil Arjuna pelan.

"Iya, Bang."

"Abang mau ambil barang di rumah sana, kamu duluan aja ke dalam."

fine line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang