Malam selepas dari pukul 8 malam, Agung menjamu teman-temannya di teras depan rumahnya. Mereka merayakan kemenangan tadi siang dengan doa bersama dan makan-makan. Menunya ayam kampung bakar, karena Agung berternak ayam kampung. Jo, Black, Bule dan Joko betulan disuguhi jamu ramuan keluarganya Agung yang pesilat. Black biasa minum jamu dari mbok jamu yang biasa lewat di depan rumahnya kalau pagi hari, Joko biasa minum kopi pahit seperti Saripudin. Sedangkan Jo dan Bule nggak terbiasa minum yang pahit, kelakuan ke dua anak ini mirip anak kecil yang dicecoki obat.
"Manis, kok!" rayu Black. Satu gelas kecil berisi jamu dia sodorkan ke dekat mulut Jo.
"Halah! Manis, kok, tadi muka lu jadi jelek gitu pas minum jamunya!" Jo menyingkir ke sudut teras. Mulutnya dia tutup dengan bantal sandaran kursi. "Bule aja, tuh!"
Bule menggeleng, menepis gelas di tangan Joko yang disodorkan ke wajahnya. "Emang harus?"
"Harus minum jamu ini, Le. Tadi siang kita udah keluar banyak tenaga. Minum ini supaya besok badan kita nggak sakit," kata Agung. "Cupu, anak laki takut pahit!”
"Sini!" Bule nggak mau disebut cupu, dia tenggak habis segelas jamu itu dengan wajah berkerenyit sambil menahan napas.
"Cakep!" puji Black."Giliran lu, Jo!"
"Tadi kita udah minum ramuan di lapangan, sebelum tanding. Yang tadi itu nggak terlalu bau. Yang ini ampun, deh, sama rendeman kaos kaki Pak Bocil juga lebih bau yang ini!" Jo bergidik.
"Sok tau! Kayak yang tau aja bau rendeman kaos kaki Pak Bocil!" Bule kelepak kepala Jo pakai serbet.
"Lu, masalah sama bau apa rasanya, sih?'' Joko mainkan gelas berisi jamu di depan muka Jo.
"Gue masalah sama Pak Bocil!" Jo membekap mulutnya dengan bantal.
"Yang ini memang lebih bau, tapi rasanya manis. Cobain dikit, deh. Yuk, anak pinteeer, ciniiih minum, deh. Nanti dibeliin pistol-pistolan, nang, ning, ning, nang, ning, nung ..." Agung ambil sendok kecil, merayu Jo sambil pasang muka manis.
"Gue udah punya pistol!" Jo menepis tangan Agung.
"Itu pistol air, yang ini pistol yang bisa bunyi, dor!" Agung kembali membujuk.
Bule dan Black nggak sabaran, keduanya menerjang Jo. Kaki dan tangan Jo mereka ringkus, Joko bagian megangin kepala. Akhirnya Jo mirip anak kecil yang dicekokin obat cacing. Agung pencet ke dua pipi Jo, dan satu sendok cairan jamu masuk ke mulut Jo.
"Pencet hidungnya!" seru Black.
Joko pencet hidung Jo hingga anak itu gelagapan."Cekokin lagi mumpung mangap!"
Setelah dua sendok ramuan jamu tertelan oleh Jo, anak itu melongo.
"Kok, manis?" Jo ambil gelas dari tangan Joko."Lu bohongin gue?"
"Kan, tadi udah gue bilangin, jamunya manis."
Mereka tertawa dan Jo hanya bisa menanggung malu karena ketahuan kalau dia susah minum obat. Dia diolok-olok, masa kecilnya pasti merepotkan kalau lagi sakit. Jo hanya diam, nggak mau menimpali supaya ledekan itu nggak berkepanjangan. Ternyata rahasia masa kecilnya terbongkar tanpa disengaja.
"Jangan-jangan lu nggak pernah diimunisasi Jo? Takut jarum suntik?" Bule ngakak ditimpali oleh, Joko, Agung dan Black.
"Diimunisasi, laaah! Nih!" Jo memamerkan tanda suntikan DPT di bahu tangannya, seperti bentol permanen.
"Ah, itu, sih bekas korengan!" celetuk Bule. Malam itu Jo jadi bancakan ledekan, untung nggak lama kemudian bapaknya Agung yang badannya tinggi dan kekar, berkumis tebal, mengenakan sarung datang ke tengah mereka sambil membawa botol minyak urut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jo dan Mita (Buaya Vs Macan PMS)- Na Jaemin|| Sudah Terbit Novel
FanfictionCerita kolaborasi Diandra dengan Om Jo penulis novel Bad Liar 1 dan 2, novel Udin Akew, sutradara Teras Film dan President Komunitas Peci Miring. --------++----+-++---- Jo yang playboy, jago bikin puisi cinta, jago merayu akhirnya kena batunya kete...