Di ruang guru BK, Pak Waluyo berdiri dengan wajah gusar. Hatinya kacau bukan karena meletusnya balon hijau, nggak ada tukang balon di dalam sekolah SMA, kalau di PAUD mungkin ada.
Pak Waluyo duduk , menggenggam erat pegangan kursi bukan karena khawatir kursinya bakal lari. Kaca matanya dia turunkan hingga di batang hidung, lalu memandang tajam ke arah Jo dan Black yang duduk di hadapan Pak Waluyo. Entah kenapa Pak Waluyo menurunkan kaca matanya yang bergagang pink tersebut ketika memandang ke dua anak ini, kalau kaca mata gunanya untuk memperjelas pengelihatan seharusnya dia taruh pas di depan mata. Apa dia sudah nggak sanggup lagi melihat wajah Jo dan Black yang kembali berbuat ulah?
Pak Waluyo menggelengkan kepala, menghela napas. Kaca matanya sekarang dia naikkan hingga ada di atas kepala. Guru BK itu seketika seperti pakai bando pink. Kenapa juga dia taruh di kepala kaca matanya itu? Mungkinkah pikiran Pak Waluyo menjadi minus akibat terlalu sering memikirkan hukuman untuk Jo dan Black? Dia sekarang mendesah, resah dan gelisah.
"Tadi saya sempat bangga dan senang melihat kalian dengan gagah berani menghalau preman perusuh. Satu jam sebelum saya mendapat laporan dari Pak RW. Kalian hanya memberi satu jam rasa senang dan bangga kepada saya sebagai guru kalian. Ada 8 jam waktu di antara kita selama bersama di sekolah ini, dan hanya satu jam saja kalian bikin saya bangga."
"Tau nggak, Pak. Anak-anak merasa nggak senang ama bapak setiap jam, setiap hari, setiap bulan, tapi kita biasa aja, Pak. Lebih menderita siapa, coba? Kita juga letih, Pak. Capek kalau dicari-cari melulu kesalahannya. Manusia itu tempatnya salah, Pak. Kalau bapak merasa nggak pernah salah mungkin bapak bukan manusia." Jo dan Black menggerutu di dalam hati. Sahabat sejati selalu setia bahkan saat membatin, misuh-misuh.
Jo dan Black nggak menunduk, karena nggak merasa bersalah. Nggak juga menantang mata Pak Waluyo, mereka kadang menatap meja, melirik deretan piala-piala di dalam lemari pajangan, menatap wajah Pak Waluyo yang memprihatinkan, foto menteri pendidikan yang tersenyum, foto presiden yang tegang dan wakilnya yang tersenyum manis, ada foto Pak Waluyo juga yang sedang tersenyum, Jo dan Black juga melirik ke ujung sepatu, vas bunga atau saling tatap antara mereka berdua.
"Kalian banyak bikin salah, belum selesai masa hukuman yang kemarin sudah bikin ulah lagi. Saya harus berdiskusi dengan beberapa guru terlebih dulu sebelum memutuskan hukuman tambahan untuk kalian." Pak Waluyo berkata dengan nada prihatin ditambah kesal.
Pak Bocil datang, masuk ke ruang BK itu sembari menelisik wajah Jo dan Black.
"Nah, kebetulan ada Pak Harja! Kita harus berdiskusi lagi soal kelakuan dua anak ini, Pak." Pak Waluyo berdiri menyambut Pak Bocil.
Jo mengeluh di dalam hati,"Yeee, dia lagi!"
Jo berbisik kepada Black,"Kenapa harus Pak Bocil lagi, sih? Kayak nggak ada guru lain aja buat diskusi!"
"Iya, dia, kan sentimen ama kita," Black balas membisiki Jo.
"Kenapa lagi mereka ini, Pak Waluyo?" tanya Pak Bocil seraya melotot kepada Jo dan Black.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jo dan Mita (Buaya Vs Macan PMS)- Na Jaemin|| Sudah Terbit Novel
Fiksi PenggemarCerita kolaborasi Diandra dengan Om Jo penulis novel Bad Liar 1 dan 2, novel Udin Akew, sutradara Teras Film dan President Komunitas Peci Miring. --------++----+-++---- Jo yang playboy, jago bikin puisi cinta, jago merayu akhirnya kena batunya kete...