Mita Kenapa, Sih?

47 35 49
                                    

Di ruang ganti pakaian, Jo melakukan briefing dengan timnya. Dua badut itu juga ikut ngedeprok di lantai.

"Lawan kita sekarang ini terkenal temperamental. Gue minta jangan ada yang terpancing emosinya. Mereka pasti bakal bikin banyak benturan fisik," ujar Jo.

"Kalau kita emosi, tenaga pasti terkuras, fokus pecah," timpal Black.

"Gung, ini pertandingan berat. Kita main full time mati-matian. Tapi, sama seperti pertandingan kemarin di 911, gue mau minta maaf lagi. Semua jadi harus ikut merasakan sakit yang harusnya cuma gue sama Black aja yang ngerasain. Lu kena getahnya dari hukuman yang kita terima."

Agung tenang saja menanggapi kata-kata Jo, dia ambil tasnya, mengeluarkan dua botol berisi cairan berwarna coklat. Dia buka tutup botolnya. Aroma yang tajam seperti ramuan jamu menyerang hidung Bule yang kebetulan duduk di samping Agung.

"Apaan, tuh?" Bule menutup hidungnya dengan sebelah tangan.

"Ini ramuan keluarga. Minyak gosok mantab. Gosok di kaki, supaya rasa sakit, capek dan pegal nggak terasa." Agung menuangkan sedikit ke telapak tangannya dan menggosokkannya ke betis.

Jo sodorkan tangannya,"Panas nggak?"

"Pasti, makanya jangan banyak-banyak. Kalau kena keringat bakal tambah panas." Agung menyerahkan botol kepada Jo. Dia menatap ke dua badut di depannya. Sambil memegang topeng badut berkepala botak yang besar itu dia berkata,"Nggak gerah? Buka aja kepala badutnya."

Terlihat tampang lelaki dewasa yang banjir keringat. Badut yang satunya lagi juga laki-laki yang seumuran, kisaran usia 30 tahun. Jo menyodorkan dua botol air mineral dan dua boks kue yang didapat dari panita di depan ruang ganti pakaian kepada badut itu.

"Abang udah lama jadi badut?" tanya Jo.

"Udah lima bulan."

"Abang-abang ini udah berkeluarga?" tanya Black.

"Anak saya dua, kalau teman saya ini baru punya anak satu."

"Jadi badut, nggak malu, Bang?" Bule bertanya dengan polos.

"Nah, iya, gue baru mau tanya kayak gitu." Joko dan Agung menepuk bahu Bule.

"Muka saya ketutupan, nggak bakal ada yang kenal. Ya, nggak malu, lah," jawab badut itu sambil makan kue.

"Buat anak bini, yang penting nyari duit halal," timpal temannya.

"Keluarga tau?" tanya Jo.

"Nah, iya, kita baru mau tanya kayak gitu." Joko, Agung, Bule dan Black mengarahkan telunjuknya kepada Jo.

"Keluarga nggak tau, kita bilangnya kerja di pabrik. Tempat nyewa kostumnya jauh dari rumah."

"Dari rumah berangkat pakai baju rapih, kayak yang kerja kantoran."

"Sampai tempat kerja malah joget jadi tuyul."

"Ha ha ha!" Ke dua badut itu ngakak.

Jo, Black, Bule, Joko dan Agung nggak ikut tertawa, mereka terenyuh dan merasa miris. Rasanya nggak ada yang lucu sama sekali mendengar cerita mereka yang getir. Ke lima anak ini menunduk. Jo dan teman-temannya tentu nggak paham dengan kesulitan hidup yang dialami ke dua orang ini, tentang masalah hidup orang yang sudah berkeluarga. Namun, terbersit di hati mereka satu pertanyaan, rumah tangga itu serumit itu, ya? Jadi laki-laki ternyata harus bisa cari nafkah buat keluarga, kirain bisa modal cinta, doang.

"Abang senang kerja begini?" tanya Black.

"Mau kerja apalagi?" Badut itu balik bertanya.

"Selama masih bisa dikerjakan, dapet uang buat makan dan bayar kontrakan rumah, ya dijalanin aja," Badut yang satunya lagi menjawab sembari melahap sepotong kue. "Dari pada ngayal pengen kerja yang lebih baik, ngelamar ke sana-kemari nggak dapet kerjaan. Uang habis buat ongkos, mendingan begini."

Jo dan Mita (Buaya Vs Macan PMS)- Na Jaemin|| Sudah Terbit Novel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang