Satu

817 61 0
                                    

Aroma kopi tercium harum kala air dengan suhu tinggi terseduh tepat di atas serbuk-serbuk hitam, menciptakan sebuah air nikmat dengan warna pekat yang kerap kali menjadi teman siapa saja. Tangan kekar nan indah itu menyajikan hangat americano panas pesanan pelanggannya. Garis rahang yang tajam begitu menawan kala pria berumur 22 tahun itu membersihkan air yang sedikit tercecer menggunakan kain bersih.

Sebuah kafe kecil yang tak begitu ramai oleh pengunjung, membuat pemuda itu memiliki banyak waktu untuk terdiam merenung. Jika pemuda seusianya akan merenungkan bagaimana cara mencetak uang dengan cepat dan segera sukses, maka tidak dengannya. Pria itu merenungkan hal yang tak biasa, yaitu bagaimana caranya bertahan hidup dengan menyembunyikan identitasnya.

"Kakak."

Sebuah panggilan menarik perhatian pria menawan itu, sesungging senyum terpatri indah pada lekuk wajah yang bisa dikatakan sempurna itu. Langkahnya mengayun menghampiri pria dengan seragam sekolah yang terlihat letih usai mencerna pelajaran-pelajaran yang memuakkan.

"Kenapa kau kemari, Sam? Kenapa tidak pulang?"

Yang dipanggil Sam itu hanya mengangkat tatapannya, mensejajarkan dengan arah mata kakaknya yang terpancar ribuan bahkan jutaan kasih sayang.

"Aku hanya ingin ikut Kak Jun."

Tangan kekar itu mengusap lembut pucuk kepala sang adik, membuat sang adik menunduk menyambut usapan kasih sayang itu.

"Kalau begitu duduklah, aku akan mengambilkan camilan untukmu."

Si manis Sam itu hanya mengangguk dan mengambil satu kursi untuk ia duduki. Jun tersenyum dan kembali ke belakang, menyiapkan apa yang dijanjikannya pada adiknya itu. Sam hanya duduk terdiam, sambil memainkan jemarinya sendiri, menunggu sang kakak datang untuk menemaninya duduk.

Seporsi kentang goreng dengan segelas green tea latte telah tersaji, membuat siapapun menelan ludah jika menatap penampilan makanan itu. Jun melangkah membawakan camilan itu dan meletakkannya di atas meja. Baru saja tangan Jun menarik kursi, hendak duduk. Ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang dengan peluh yang memenuhi keningnya, juga dengan napas tersengal.

"Kak, Sam tidak ada di sekolah, aku meminta Arthur menjemputnya tapi katanya ...

Sam?"

Kini Sam tengah mendongak dan menatap pria yang baru saja datang itu dengan mata indahnya. Pria itu spontan memeluk kepala adiknya dengan erat, raut kekhawatiran terlukis jelas pada wajah tampannya. Lalu bagaimana ekspresi Jun? Kini wajah dia berubah menjadi datar. Lagi dan lagi, ia menangkap ketidak tenangan dalam hidup saudara-saudaranya.

"Tenang saja Marcell, dia aman bersamaku."

Yang dipanggil Marcell itu melepas pelukannya, kedua tangannya menangkup wajah kecil adiknya dan menatapnya dalam-dalam.

"Kau baik-baik saja, 'kan? Kenapa kau pergi sendirian?"

"Aku bukan anak kecil lagi, Kak."

Akhirnya, senyum bahagia tersungging di wajah tampan Marcell yang sebelumnya penuh akan ketegangan dan kekhawatiran. Jun menghela napas berat, merasa bahwa ini .. cukup berlebihan baginya. Selama delapan tahun lamanya, ia sudah mampu menjaga adik-adiknya tanpa ada sedikitpun hal buruk yang terjadi.

Dering telepon terdengar dari ponsel mahal milik Marcell, tentu siapa lagi kalau bukan kakak pertama --Daniel yang menelponnya. Karna segala apapun yang terjadi, sudah pasti Daniel harus mendengarnya.

"Aku sudah bertemu dengan Sam, Kak. Dia ada di cafe tempat kak Jun bekerja."

-Segera bawa ia pulang, aku sangat mengkhawatirkan kalian-

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang