Empat Belas

266 21 2
                                    

Jleb

Pisau itu menancap sempurna tepat di perut David. David mengangkat tatapan nanarnya ke arah Edward, di tengah rasa sakit yang mulai menjalar di perutnya, ia berusaha untuk tidak tumbang.

"A-apa-apaan ini?"

Edward tersenyum miring.

"Aku baru saja menghabisi bosku, dan ada sebuah fakta yang harus kau tahu sebelum kau mati."

"Aku tidak akan mati!"

"Benarkah?"

Pisau yang masih tertancap itu semakin ditekan bahkan Edward memutarnya, seketika membuat luka itu semakin besar dan parah. Edward tersenyum puas mendapati David yang menatapnya penuh kebencian dengan mata yang mulai gemetar.

"Faktanya adalah, akulah yang membunuh adik-adikmu."

"Bajingan! Apa motifmu membunuh adik-adikku? Keluargaku tak memiliki urusan denganmu."

"Memang bukan aku, tapi aku hanyalah seorang pesuruh seperti ayahmu."

David mulai terbatuk, mulutnya mengeluarkan darah. Edward tersenyum puas kemudian mencabut pisau itu. Seketika David terduduk, ia berusaha menekan lukanya, mencegah pendarahan agar ia mampu bertahan.

"Selamat tinggal putra Xanders, berusahalah untuk bertahan sampai ada seseorang yang menolongmu, jika kau tak kehabisan darah."

Gelak tawa menggema memenuhi ruangan, mengiringi langkah Edward keluar dari tempat praktik itu. David dengan sekuat tenaga menyangga tubuhnya dengan tangannya agar tak ambruk dan tangan yang lain berusaha menahan darah yang terus keluar dari lukanya. Hanya saja ia terlanjur kehilangan banyak darah, membuat sisa tenaganya tak mampu untuk menopang kembali tubuhnya bahkan untuk sekedar menekan lukanya.

Pada akhirnya, ia ambruk. Tenaganya tidak cukup bahkan hanya untuk menekan lukanya sendiri. Hanya tersisa upaya agar kesadarannya tak hilang sampai ada seseorang yang akan menolongnya, karena ia perlu memberitahu kepada Kakaknya bahwa Edward adalah orang yang sangat berbahaya.

***

Jun berlari hendak memasuki tempat praktik Dokter Kim. Akan tetapi, pintu terkunci. Tanpa berpikir panjang Jun langsung mendobrak pintu itu beberapa kali. Jin Ah yang melihat Jun berusaha mendobrak pintu itu sedikit meringis, karena Jun terus berusaha mendobraknya dengan brutal.

"Kak Jun, hentikan!"

Jun berhenti sejenak, pintu itu tak kunjung terbuka dengan dobrakannya yang terkesan terburu-buru. Jin Ah melihat pistol yang ada di saku Jun, tanpa meminta izin ia mengambil pistol itu dan menembak kunci pintu itu. Jun membukanya dan akhirnya berhasil.

Baru saja pintu terbuka, mata Jun disambut oleh sosok adiknya yang sudah tergeletak dengan perut yang terluka dan lantai yang bersimbah darah. Seketika ia berlari menghampiri, ia sedikit mengangkat tubuh adiknya membawanya ke atas pangkuannya. David yang masih memiliki sisa kesadaran menatap Kakaknya.

"David, ku mohon bertahanlah!"

Jun menekan luka David, mencegah pendarahan agar tak semakin parah. Jin Ah seketika mengambil inisiatif untuk menghubungi ambulan.

"Tak perlu memanggil ambulan, kita yang akan membawanya. Bisa kau menyetir untukku?"

Jin Ah kembali menurunkan ponselnya kemudian mengangguk.
Jun berusaha memposisikan dirinya untuk menggendong David.

"Akhirnya kau datang," ujar David dengan suara parau.

"Diamlah bodoh, kau cukup bertahan saja katakan semuanya setelah kau ditangani."

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang