Sembilan Belas

230 18 0
                                    

Hari menjelang siang, dan saat ini Jin Ah masih di sekap dan keadaannya melemah karena ia tak memakan makanan sedikitpun sejak semalaman, juga luka lebam di sudut bibir bekas pukulan. Bahkan meminum air pun tidak. Akan tetapi, ia tak ingin menampakkan kelemahannya di hadapan pria yang telah menyekapnya. Sesekali ia terus berusaha melepaskan ikatan di pergelangan tangan dan kakinya, namun itu justru membuatnya terluka, bahkan saat ini kakinya telah membengkak dan terasa nyeri di area ikatan.

Pria itu tengah berdiri menatap jendela seakan menunggu sesuatu, dan Jin Ah tau pasti apa yng tengah ditunggu oleh pria itu. Bahkan beberapa anak buahnya telah berjaga di lantai dasar bersiap untuk menyerbu dan menyekap seseorang yang hendak datang itu. Pria itu pun berbalik dan berjalan mendekat ke arah Jin Ah yang kini duduk bersandar di sisi tempat tidur lama milik Jun. Ia berjongkok tepat di hadapan Jin Ah, meraih dagu gadis itu dan mengangkatnya.

"Dengarkan aku gadis manis, aku akan membuat tawaran. Jika kau mau memberi tahu dimana tempat singgah Xanders, aku akan melepaskanmu dan Jun dan kalian berdua akan bebas hidup berdua tanpa ancaman."

Jin Ah terdiam, berpikir sejenak. Bukankah kehidupan normal adalah impian Jun selama ini? Matanya mendadak sayu, ada bayangan kehidupan bahagia di masa depan bersama dengan Jun nantinya. Kehidupan bahagia, tinggal di pusat kota dan memiliki banyak anak.

"Bagaimana? Kau mau?" Pertanyaan itu seketika membuyarkan lamunannya.

Bola mata Jin Ah bergulir turun, menatap ke arah lantai, "tempat tinggal Tuan Xanders?"

Pria itu mengangguk, matanya berubah menjadi cerah seperti seekor singa yang berhasil menemukan mangsa. Walau tertutup oleh masker, siapapun akan tau jika pria itu tengah berharap.

"Tentu aku tidak akan memberi tahumu!" tukas Jin Ah.

Tatapan pria itu seketika berubah, "kenapa? Apa tawaranku kurang menarik?"

"Kau pikir aku bodoh? Tentu aku tahu apa yang sebenarnya kau rencanakan tuan. Aku memang tidak mengenalmu, tapi aku tahu kau hanyalah seorang Mafia yang menjual narkoba secara ilegal di negaraku, dan yang terjadi jauh sebelum aku lahir, Tuan Xanders memang tidak berniat melakukannya, tapi apa yang dia lakukan adalah hal yang tepat karena menghabisi tangan kotor yang mencemari dua negara."

Plakk!!!

Jin Ah kembali merasakan perih di area pipinya, dan sebuah tangan kekar pun mencengkram rahangnya, menciptakan nyeri luar biasa bahkan sampai membuatnya sakit kepala.

"Sebenarnya kau siapa, ha?!"

"Aku bukan siapa-siapa, hanya saja polisi mana yang tidak mengenalmu tuan? Sudah berapa kali anda merubah wajah?"

Pria itu melepaskan rahang Jin Ah dengan kasar.

"Aku sudah cukup muak denganmu, lihat saja jika putra Xanders terlambat datang, nyawamu akan habis setelah anak buahku puas menikmatimu."

Bohong jika Jin Ah tidak takut. Hanya saja ia lebih memilih untuk menyembunyikan rasa takutnya, tak ingin terlihat lemah di hadapan musuh pria yang dicintainya.

"Sekarang berdoalah, gadis manis. Karna jika Jun terlambat kau akan habis."

Pria itu pun berdiri, berbalik badan dan tertawa.
Selepas kepergian pria itu, Jin Ah kembali berusaha melepaskan ikatan di tangannya dan tanpa sadar air matanya mengalir. Ia benar-benar ketakutan.

'Tuhan aku benar-benar takut.'

Tiba-tiba saja, pintu terbuka. Jin Ah menatap ke arah pintu dengan mata gemetar.

***

Jun terus mengemudikan mobilnya sepenuh cepat, tak jarang ia hampir menabrak sesuatu atau bahkan melanggar aturan lalu lintas. Tapi takdir masih berpihak padanya untuk bertahan pada tujuannya. Tepat ketika matahari terletak lurus di atas kepala, Jun berhasil sampai di mansion lamanya.

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang