Enam

368 37 0
                                    

Jun berlari sekuat tenaga, menuju ruangan tempat adiknya dirawat. Tentu Jayden pula mengejar di belakang. Baru saja masuk, ia telah disambut dengan tangisan adik-adiknya yang lain. Kevin yang terus mendekap Justin yang tak henti melepaskan isakan pilu, sedangkan Kyle dam Travis yang saling merangkul, berusaha menopang tubuh masing-masing yang melemas.

Jun menatap tempat dimana John terbaring dengan selimut yang telah menutupi wajahnya, ia berlari, mendekati tempat adiknya berbaring kemudian menyingkap selimutnya. Bibir yang membiru dengan wajah pucat berhasil menghujam hatinya. Masih tak mempercayai, ia guncangkan tubuh si bungsu sekuat mungkin, berharap adiknya itu akan meresponnya.

"John, bangun! Bangunlah kumohon. Kau pikir siapa yang akan menghabiskan camilan dalam kulkas kita, ha? Aku tidak akan melarangmu memakan donat, makanlah sebanyak yang kau mau asal kau bangun!"

Jayden menarik tubuh Jun agar ia berhenti mengguncang tubuh kaku adiknya itu. Akan tetapi, Jun terus memberontak dan terus memanggil nama John. Spontan Jayden memeluk tubuh kakaknya itu sepenuh erat. Jun menangis histeris.

"Aku kakak yang tak berguna, aku benar-benar tidak berguna."

Jayden tak mampu menimpali ucapan kakaknya, ia hanya mampu mendekapnya erat sembari menangis.
David datang dengan napas tersengal, seketika ia terpaku di ambang pintu melihat kepiluan yang memenuhi ruangan adiknya. Kedua tangannya mengepal dan air matanya pun luruh. Kini, si bungsu telah menyusul kakak sulungnya untuk menjadi bintang bersinar.

***

Beberapa perawat membereskan alat-alat yang masih berada dalam ruangan John. David terus memperhatikan perawat yang tengah mengumpulkan alat-alat itu menjadi satu, sampai akhirnya pandangannya tertuju pada kantung infus yang diberikan pada John sebelumnya.

"Tunggu!"

Perawat itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah David. Kini, semua pandangan tertuju padanya. David mengambil kantung infus itu dan memperhatikannya seksama. Warna cairan di dalamnya sedikit berubah, membuatnya semakin curiga bahwa alergi bukanlah sebab kematian adiknya. Ia memisahkan selang dari kantung itu dan menciumnya, bau aneh mulai menyeruak di rongga hidungnya.

David kembali meletakkan kantung infus itu dan mempersilahkan perawat itu pergi. Jun menatap lekat gelagat adiknya yang mulai aneh, seakan ia mengetahui sesuatu dari sana.

"Ada apa, David?" tanyanya.

David menoleh ke arah Jun, "seseorang pasti sudah menaruh racun di cairan infusnya."

Seketika mereka terkejut, jika memang ada seseorang yang mencampur racun ke dalam cairan infus John lantas siapa yang mencampurkannya, dan kapan orang itu melancarkan aksinya? Kini David menatap keempat adiknya yang menjaga John sebelum kedatangannya.

"Apa kalian sempat pergi meninggalkannya?" tanya David.

Keempat adiknya itu menggeleng.

"Aku bahkan sempat berbincang dengannya, Kak," ujar Kevin, "sampai akhirnya seorang perawat memintaku keluar untuk memeriksanya. Tapi, beberapa menit setelah perawat itu memeriksanya, John tiba-tiba kejang."

Kening David mengernyit, ia menemukan sesuatu dari penjelasan Kevin. Ia mulai berjalan keluar, sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika Jun memanggil namanya. Ia sedikit menoleh kebelakang.

"Kuharap kau tidak melampiaskan kekesalanmu dengan minum."

David tak menjawab. Ia hanya mengangguk kecil dan pergi.

***

Tubuh Marcell luruh ke lantai. Tak mampu menahan tangisannya setelah mendengar kabar kepergian adik bungsunya. Ia menangis, meremas rambutnya dengan kedua tangannya dan menyandarkan punggungnya di tempat tidurnya. Arthur yang melihat kerapuhan kakak kembarnya itu spontan memeluknya erat. Bohong jika Arthur tak terpukul mendengar kabar duka itu, tapi ia tak ingin saudara kembarnya itu lebih terpuruk lagi.

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang