Lima

397 41 4
                                    

"Dia memiliki riwayat tifus, jadi perhatikan pola makannya. Aku akan memberi obat untuk dikonsumsinya nanti, tunggu asistenku datang."

Jun menatap iba pada adiknya yang nampak terlelap dengan wajah merah dan bibir pucat. Sungguh, apa yang dilanturkan adiknya tadi membuat pikirannya kemana-mana.

Seseorang datang menghampiri Dokter Kim yang baru saja selesai memeriksa kondisi Sam. Semua mata menatap pria itu seakan bertanya 'siapa dia?'

"Ini obat yang anda minta, dokter."

"Perkenalkan, ini Edward, asisten baruku."

Jun dan adik-adiknya membungkuk memberi salam hormat, dan pria dewasa itu membalas dengan anggukkan serta senyuman hangat. Dokter Kim menjelaskan pada Jun tentang obat yang akan dikonsumsi Sam nanti, dan Marcell turut mendekat. Tentu ia harus tahu karna ia yang akan paling sering merawat adiknya itu.

"Kalau begitu aku pamit, konfirmasikan padaku tentang perkembangannya. Jika tidak kunjung membaik aku akan menanganinya lagi."

"Terimakasih, Dokter Kim."

Dokter Kim dan asistennya pamit. Jun kembali duduk di sisi Sam dan menyentuh lembut kepala adiknya itu. Dengkuran halus terdengar, menandakan ia benar-benar terlelap. Perasaannya terhujam melihat keadaan adiknya yang menyedihkan, ia tahu Sam paling menyayangi Daniel walau tak pernah memanja dengannya. Baginya, Daniel adalah super hero yang selalu datang memberi perlindungan.

"Tetaplah di sini, Sam. Kak Daniel akan sedih jika kau ingin menyusulnya."

Semua menunduk sedih mendengar gumaman Jun. Siapa yang tak terpukul jika saudara kandung mereka pergi meninggalkan mereka, bahkan sampai membuat salah satu adik mereka jatuh sakit.

David datang dengan napas memburu, mengejutkan mereka yang tengah menjaga Sam. David berjalan sedikit terhuyung mendekati tempat tidur adiknya ditengah kesadarannya yang masih tersisa. Luka di lengannya berhasil menarik perhatian Marcell yang berdiri tepat di sampingnya.

"Bagaimana keadaan, Sam?"

Jun menatap tajam ke arah David yang datang dengan mata bergetar, sedikit memerah dan berair. Menyadari keadaan David, Jun bangkit dan berjalan mendekat, terus menatap lekat wajah adiknya itu.

"Kau mabuk?" tanya Jun penuh intimidasi.

David memalingkan wajahnya dari Jun, ia tahu betul bahwa kakaknya yang paling tahu ia suka melampiaskan segalanya dengan minum minuman beralkohol. Sambil menetralkan napasnya yang masih memburu serta menahan perih pada lengannya yang terluka.

"Sudah kubilang, jika keluar kau perlu membawa kesadaranmu seutuhnya, kau tak pernah mau mendengarkanku!"

David kembali menatap wajah Jun, "memangnya kau menurut pada Kak Daniel ketika ia masih hidup?"

Kedua tangan Jun mengepal, amarahnya memuncak. Jika bukan karna Jayden menahannya, mungkin satu pukulan akan mendarat mulus di pipi David.

"Kau bisa menggangu istirahat Sam, jangan berkelahi!" ujar Jayden menengahi.

Marcell meraih pergelangan tangan David, menariknya keluar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dan membawanya masuk ke dalam kamarnya. Marcell sedikit mengangkat bola matanya, mengikuti arah wajah David karna tinggi badan mereka yang berbeda.

"Duduklah, aku obati lukamu."

David tak menimpali, ia hanya menurut dan duduk di tepi kasur milik Marcell yang selalu rapi sambil memperhatikan adiknya yang nampak sibuk menyiapkan perlengkapan P3K yang selalu ia sediakan. Sebagai mahasiswa kedokteran, ia adalah sosok teladan yang selalu mempraktikkan ilmunya.

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang