Empat

413 45 3
                                    

Sam terus memeluk foto berbingkai Daniel tanpa melepasnya sedikitpun. Usai pemakaman, Jun menggiring semua adiknya untuk kembali, memasuki mobil yang mereka naiki masing-masing. Jun yang membawa keempat adik termuda ditemani Jayden, sedangkan David yang membawa ketiga kembar dan Kyle di mobil yang lain. Sengaja tak membiarkan mereka membawa kendaraan pribadi, karena ia takut terjadi sesuatu kembali pada saudara-saudaranya.

Anehnya, Jun mengambil jalan yang bukan mengarah ke mansion mereka. Sekilas Jun memandang ke arah kaca spion tengah, menampakkan keempat adiknya yang hanya terdiam dengan mata sembab mereka. Bahkan John tak berhenti menangis, terlihat sekali air matanya terus mengalir walau tiada isakan yang terdengar.

"Kita akan kemana, Kak? Bukankah ini bukan jalan menuju mansion?" tanya Jayden.

Jun hanya terdiam tak menjawab, ia terus fokus menyetir. Wajahnya datar, membuat Jayden mengurungkan niat untuk bertanya kembali, sampai akhirnya ponselnya berdering menandakan telepon masuk. Ia terdiam sambil menatap layar ponselnya.

"Siapa yang menelpon?" tanya Jun.

"Arthur."

"Angkatlah, dan aktifkan loadspeakernya."

Jayden mengangguk, menuruti titah kakaknya.

-Kak, kenapa Kak Jun mengambil jalan lain? Kak David bingung.-

"Ikuti saja mobilku, jangan sampai tertinggal," sahut Jun.

-Baiklah.-

Sambungan telepon terputus. Jayden kembali menatap kakaknya. Wajah datar itu masih menampakkan sembab sisa menangis semalaman. Ia ingat betul bagaimana penampilan kakaknya ketika pulang dalam keadaan kacau dengan pakaian yang telah berlumuran darah sambil memapah tubuh kakaknya yang dibantu oleh orang suruhan Papanya.

Kini, Jayden menoleh ke belakang, memastikan Sam yang baik-baik saja karna sempat hampir lepas kendali ketika melihat kakak sulungnya yang pulang tanpa nyawa. Pria manis berumur 17 tahun itu hanya terdiam, memeluk serat foto Daniel di dadanya. Travis pula terdiam menatap keluar kaca mobil dengan tatapan kosongnya, sedangkan Justin merangkul adiknya yang tak hentinya mengeluarkan air mata.

Sakit.

Ia kembali melihat pemandangan seperih ini setelah 9 tahun lamanya, ketika 12 bersaudara itu, ditinggalkan oleh wanita yang melahirkan mereka.

***

"Sam, larilah! Pergi susul kakak-kakaknu!"

"Mama, Sam mau Mama ikut!"

Sam terus terisak ketika mendengar suara tembakan dari luar. Sedang saudaranya yang lain bersembunyi, entah dimana. Sam menolak pergi ketika mendapati Mamanya yang terlanjur terluka tepat di kakinya.

"Sam, Mama mohon dengarkan Mama, kau harus bersembunyi."

Brak!!

Pintu terdobrak, sontak mengejutkan Sam yang seketika menghambur ke dalam pelukan Mamanya. Seorang pria berpakaian serba hitam yang berhasil melumpuhkan pengawal yang menjaga sang Mama berhasil menemukan incarannya.

Sontak, Nyonya Lee mengeluarkan pistolnya sambil memeluk erat rubuh anaknya yang masih berumur 8 tahun itu. Naasnya, ia kehabisan peluru karena menghabisi rekan pengejarnya. Tak kehabisan akal, ia melemparkan pistolnya hingga mengenai lampu dan pecah, menciptakan suara sirine darurat yang telah terpasang di mansion tempat ke-12 putranya tinggal.

Pria berpakaian serba hitam itu mengangkat pistol. Mendapati Sam yang berada di posisi berbahaya, ia dorong tubuh anaknya hingga tersungkur, menjauhkan tubuh kecil itu darinya dan ...

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang