Enam Belas

222 20 0
                                    

Jun berlari memasuki apartemennya. Ia absen seluruh ruangan terutama kamar kedua adiknya, dan tak mendapati siapapun di sana. Pikirannya mulai kalut, ia menjambak rambutnya sendiri, bersandar pada dinding dan meluruh ke lantai. Ia menangis frustasi, tak mampu memikirkan apapun, padahal ia belum memastikan kemana kedua adiknya pergi.

Sampai akhirnya ponsel Jun berdering, dan dengan tangan gemetar ia meraih ponselnya dan mengeja nama yang tertera di layar ponselnya. Ia pejamkan mata sejenak, membiarkan air matanya lolos kemudian mengangkat teleponnya.

"Papa ..."

-Aku sudah mengirimkan lokasi padamu, segera pergi dari tempat itu.-

"Tapi ... Adik-adikku ..."

-Cukup turuti perintahku dan jaga dirimu, ingat kau harus sampai ke tempat tujuan dengan selamat.-

Tut.

Masih dengan tangan gemetar, ia menurunkan ponsel dari telinganya. Ia tak langsung beranjak, masih meratapi kebodohannya karena meninggalkan adiknya hanya karena manipulasi foto yang berhasil membodohinya. Sang Ayah hanya menyuruhnya untuk menjaga dirinya, tapi pikirannya memilih untuk menolak. Ia ingin menemukan adik-adiknya. Tapi sekali lagi, ia tak ingin gegabah.

Hanya dengan menuruti Sang Ayah yang bisa ia lakukan.

Akhirnya Jun bangkit dan melangkah lemas keluar dari apartemennya. Ia bahkan tidak mengunci mobilnya hanya karena terlalu khawatir dengan kedua adiknya, syukur mobilnya tak menghilang karena kecerobohannya. Ia duduk sejenak sambil bersandar setelah menyalakan mesin mobil. Berusaha mengumpulkan kewarasan karna tak ingin mencelakai dirinya sendiri. Sampai akhirnya ia menginjak pelan pedal gasnya dan mengemudikan mobilnya.

***

Jun menatap sejenak sebuah mansion yang cukup besar di depan matanya. Aneh, mengapa sang ayah memintanya untuk datang ke mansion yang terletak jauh dari pemukiman? Apakah itu tempat tinggalnya? Ia tidak akan tahu sampai ia masuk ke dalam. Tuan Xanders benar-benar membuatnya berpikir di hari yang bahkan hampir pagi itu.

Perlahan Jun melangkah memasuki teras, belum sempat menekan bel pintu sudah lebih dulu terbuka. Tanpa ragu, ia memasuki mansion itu dengan disambut oleh sang ayah. Jun hanya terdiam menatap Tuan Xanders dengan ekspresi yang tak bisa diartikan. Seperti putus asa, malu atau apalah, hanya Jun yang merasakannya.

"Apa ada yang terluka?"

Jun hanya terdiam. Pikirannya saat ini hanyalah 'dimana kedua adiknya berada?'. Tuan Xanders memegang dagu Jun dan mengangkat sedikit wajahnya yang terus tertunduk.

"Kau menangis?"

Lagi, Jun tak menjawab dan kembali menunduk.

"Jangan terlalu naif, inilah kelemahanmu sejak kecil. Walau aku tak pernah merawatmu, tapi kau tak pernah terlepas sedikitpun dari pengawasanku."

"Aku hanya menginginkan adik-adikku," lirih Jun putus asa.

"Kak Jun."

Seketika Jun mengangkat wajahnya setelah mendengar suara yang sangat-sangat ia kenali. Ia tercengang, menatap siapa yang muncul dari tangga.

"Oh, maafkan aku, aku lupa memberitahu kalau aku yang membawa kedua adikmu."

Mata Jun kembali berkaca-kaca, terus menatap Jayden yang melangkah menuruni tangga dan mendekatinya.

"Aku mengkhawatirkanmu, Kak. Kau tiba-tiba pergi be-"

Ucapan Jayden seketika terpotong setelah Jun menarik tubuhnya, membawanya masuk ke dalam pelukannya. Air mata Jun luruh, tatkala melihat adiknya yang masih baik-baik saja.

12 MAWAR HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang