TUJUH BELAS

4.4K 131 0
                                    

Sekitar seminggu Ayyara tidak masuk sekolah. Dia sudah berada di rumah tapi minat nya dalam segala hal mulai berkurang.

Ayyara tidak akan makan kalau saja anaknya tidak butuh asupan. Jadi, mau tidak mau dia harus makan demi anaknya.

Ayyara tidak tau sekarang hidupnya seperti gak ada guna nya kecuali melahirkan janin nya. Ayyara ingin sekolah tapi daripada itu dia lebih ingin bertemu Aaron.

Dia menyesal menyesal mengatakan "Jangan pernah temui gue lagi!" pada Aaron. Serba salah, tapi Ayyara benar-benar menyesal.

Dia memukul kepalanya. "Bodoh! Kenapa lu ngomong gitu coba!" Ayyara melirik ponsel di nakas dan menyambarnya.

Mencari chatroom nya dengan Aaron, rentetan pesan yang sama sekali tidak di balas.

Dia menghela nafas pelan baru terpikirkan nama Bimo. "Ya ampun kenapa gue gak tanya bimo aja! Eh tapi kenapa gue gak ke kostan nya aja, ya?" monolognya.

🐣

Tok
Tok

"Aya, ngapain kesini?" tanya Bimo menutup pintu kostan nya setelah dia keluar, dirinya tampak sudah rapi dengan seragam sekolah.

"Aaron nya ada?" Bimo menggeleng. "Beberapa hari ini dia gak kemari, 'ya. Gak tau kemana tuh anak."

"Lu gak tau dia kemana gitu? Atau ada tempat aman yang harus gue datangi?"

"Coba ke rumah dia aja, 'ya. Siapa tau dia dirumahnya walau gak yakin si gue." Ayyara memanyunkan bibirnya.

"Bim lu gak bohong, kan? Jangan bohong sama gue," mohonnya. "Gak lah mana ada gue bohong." Ayyara memicingkan matanya melihat gelagat mencurigakan dari Bimo.

Ayyara duduk di teras Bimo. "Ya udah, gue mau nungguin disini sampai besok besok besok pokoknya sampai ketemu Aaron! Gue yakin Aaron bakal kesini gak mungkin enggak." Bimo menggaruk rambut belakangnya.

"Jangan nekat deh, 'ya. Udah sono balik lu baru mendingan." Ayyara tidak bergerak sama sekali, duduk diam menatap lurus ke depan.

"Ayyara?" Ayyara malah membuang wajahnya buat Bimo menghela nafas duduk di samping nya.

Dia melirik Ayyara yang tampak ngambek. "Ya, kayaknya Aaron gak akan tanggung jawab soal janin lo. Eh ngomong ngomong janin lu masing ada?" Ayyara mengangguk melihat Bimo.

"Aaron cerita sama gue soal keadaan lu kemarin dan apa penyebabnya, kaget si gue karena dia seberani itu." Ayyara menundukkan kepalanya, melihat rumput rumput di bawah kakinya.

"Dan gue tersadar sesuatu kalau Aaron gak cinta sama lo, 'ya. Lu menderita kalau sama dia. Jadi, lebih baik gak usah ketemu atau berhubungan sama dia lagi." Ayyara melihat Bimo.

"Maksud lo?! Terus bayi ini gimana? Mau di gimanain?! Mau lepas tanggung jawab gitu?! Dan nyerahin semua bebannya ke gue?!" bentaknya.

"Ya, cuma lu yang berharap janin itu lahir Aaron enggak dan lu harus sadar itu. Gue tau lu cinta sama Aaron tapi jangan gini juga." Ayyara memejamkan matanya sekilas merasa pening.

"Ya, sorry gue gak maksud gitu." Ayyara menepis tangan Bimo yang ingin memegang bahunya. "Lu gak tau rasa nya jadi gue gimana, Bim!"

Ayyara menutup wajah dengan kedua tangannya, menangis. Bimo menundukkan kepalanya merasa bersalah. "Gue tau yang gue lakuin itu bodoh. Gue di posisi yang gak bisa ninggalin keduanya, gue gak bisa kehilangan Aaron dan gue juga gak bisa kehilangan bayi ini, ini anak pertama gue hiks.."

"Gue tau Aaron tertekan sama gue, sama sifat gue yang kekanak-kanakan juga janin ini." Ayyara menunjuk perutnya. "Gue minta maaf.. gue gak bermaksud kaya gitu." Ayyara menatap lurus ke depan, wajahnya terdapat bercak airmata.

Baby of a bad boy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang