chapter 22

19.2K 681 4
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
.
.
.
.

Malam semakin larut, gemerlap bintang semakin banyak dan bulan yang semakin terang menyorotkan cahayanya. dinginnya angin malam semakin menusuk relung kulit. disaat orang-orang bergelut dengan selimut tebalnya, berbeda dengan seorang pria yang terduduk diatas sajadahnya sembari menengadahkan tangan nya berniat berdoa kepada Rabb nya. Aldevaro Ghazi Atharrayhan, pria itu menitikkan air matanya dengan perasaan yang sudah membuncah didalam dadanya.

Ia berkeluh kesah kepada Rabb nya atas apa yang telah ia alami baru saja. ia hanya ingin Rabb nya membantu nya, memberikan sebuah kemudahan terhadap dirinya untuk menghadapi semua masalah yang menimpanya. entah itu kemarin, hari ini atau besok.

" Ya Allah, ya Rahman ya Rahim sesungguhnya Engkau yang maha mengetahui keadaan yang sedang hamba-Mu hadapi, permintaan dan harapan hamba dari pada rahmat-Mu dalam semua urusan kami. Engkaulah yang maha mengetahui apa yang ada didalam hati hamba-Mu. Ya Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, Ya Allah lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku. Ya Rabbi, hamba meyakini apa yang telah menimpa hamba kemarin, hari ini ataupun esok adalah salah satu bagian dari takdir-Mu. jika dengan ujian itu dapat meningkatkan kesabaran hamba, maka hamba rela. Ya Rabb Engkaulah sebaik-baiknya pemberi petunjuk, berikanlah karunia-Mu kepada hamba, berikanlah secercah cahaya petunjuk kebenaran kepada hamba. Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlaa, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlaa. Aamiin "

Setelah puas berdoa kepada Rabb nya, ia beralih menggenggam tasbih berwarna silver pemberian seseorang yang mungkin telah ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidupnya. ia menggulir butir demi butir sembari mulutnya yang telah basah dengan kalimat-kalimat dzikir.

Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa sekarang telah berganti hari. sore ini para santri telah berlalu lalang seusai sholat ashar dilaksanakan. berbagai macam kegiatan yang mereka lakukan. tapi berbeda dengan santriwati yang satu ini. keadaannya terlihat begitu menyedihkan. kawasan sekitarnya memang cukup sepi, hingga tak ada satupun orang yang mengetahui keadaannya. isakan tangisnya terdengar begitu lirih, hingga tak sengaja mengundang seseorang yang tengah lewat disana.

" Ini aku tidak salah dengar bukan? seperti ada suara orang menangis? " ucap Xavia begitu lirih.

" Yang benar saja sore-sore seperti ini ada hantu? tidak mungkin sekali, " monolog gadis itu.

Karena rasa penasarannya, Xavia mengedarkan pandangannya untuk mencari dimana sumber suara itu. tak lama, seperkian detik pandangan nya akhirnya berhenti disebuah objek yang menarik perhatiannya.

" Dia kenapa? "

Karena rasa penasarannya yang sudah berada diujung, Xavia akhirnya melangkahkan kakinya kearah gadis itu.

" Hei, kenapa menangis? " Tanya Xavia kepada gadis yang ada didepannya.

Gadis itu tetap diam tak menjawab. Hanya isakan yang terdengar.

" Ada yang sakit? ini kenapa banyak kayu disini? " tanya Xavia sedikit berbisik.

Xavia bergerak untuk menyingkirkan kayu yang menghalanginya jalannya.

Tapi sesaat sebelum ia menyingkirkan semua kayu tersebut, sebuah suara terdengar menginstruksi dirinya.

" PERGI!! " teriak santri itu terlihat ketakutan.

Guliran Tasbih Aldevaro [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang