Disore yang diselimuti gumpalan awan itu, seorang gadis berseragam putih abu asik mengendarai motor matik birunya dengan kecepatan rata-rata. Bibirnya komat kamit menyenandungkan lagu berbahasa korea dari boyband grup kpop kesukaannya. Tampaknya dia adalah seorang murid SMA yang menjalani hidup tanpa beban.
Tin tin!
Gadis itu mendengkus keras saat pengendara mobil dibelakang memberi klakson padanya. Bukannya menambah kecepatan atau menyingkir memberi jalan, dia malah semakin memelankan laju motornya hingga membuat pengendara mobil dibelakangnya kesal.
Tin! Tin tin! Tin!
"Dia pikir jalan ini milik neneng moyangnya?" Acuh dengan klakson yang terus-terusan berbunyi, dia memilih kembali bersenandung.
Didepan terlihat lampu merah menyala. Gadis itu pun memberhentikan motornya di garis depan. Lalu sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat disebelahnya. Tak lama kaca depan mobil itu terbuka menampilkan seorang pria yang cukup tampan.
"Kamu pikir jalan ini milik nenek moyang kamu?" Pria itu bertanya sinis.
"Lo pikir jalan ini milik kakek moyang lo?"
Pria itu terdiam. Seolah tak percaya dengan cara bicara gadis yang ia hadapi saat ini. "Anak jaman sekarang memang gak punya sopan santun."
"Woy! Gak usah kritik cara bicara gue. Lo yang duluan ganggu ketenangan gue dengan suara klakson sialan lo," balas gadis itu tak ingin kalah.
Pria itu berdecak lalu matanya mulai menyipit untuk membaca name tag di baju seragam gadis itu. "Dara Susanti?"
Ya. Nama gadis tidak sopan itu adalah Dara Susanti. Mulutnya tidak pernah berkata lembut dan sopan kecuali pada kedua orangtuanya. Dia terlahir dengan seribu kosa kata kasar yang sudah menempel diotaknya. Dara Susanti dengan segala umpatannya.
"Iya. Nama gue Dara. Mau apa lo? Mau mutilasi gue kalau ketemu lagi?"
Pria berpakaian ala CEO perusahaan itu melirik sekilas putrinya yang sedang tertidur pulas disamping. Lalu dia kembali menatap Dara. "Kalo ada kesempatan. Saya akan lakukan itu."
"Wah bangsat." Dara melotot saat mobil pria itu melaju pergi begitu saja. "Woy gue belum selesai ngomong!" Buru-buru Dara melajukan kembali motornya namun Dara teringat pada pesan ibunya agar pulang lebih awal dan tidak berbuat ulah lagi.
"Argh sialan. Dia pikir gue takut apa? Wah gue kesel banget." Dara sudah tiba di depan rumahnya. Bibirnya masih menggerutu karena kejadian tadi. Ia tak terima dengan ancaman seperti itu. Dirinya memang gadis SMA tapi, dia punya jiwa brutal layaknya gangster. Dia benci ditinggal disaat dia belum selesai bicara.
Dara dengan segala kebrutalannya.
"Assalamualaikum Mommy Diana Susanti! Dara pulang!" Dara masuk ke dalam rumah dan berteriak. Kebiasaan yang tak pernah Diana maklumi selama bertahun-tahun.
"Waalaikumsalam." Diana muncul dari dapur dengan tangan yang memegang gagang serokan. "Udah Mama bilang gak usah teriak-teriak Dara. Mama udah tua gimana kalau Mama jantungan kamu mau hidup sama siapa lagi hah?!"
"Sama Ayah." Dara mengangkat bahunya singkat dan melenggang menuju kamarnya sembari menenteng kedua sepatu.
Diana menggeleng kepalanya dramatis. "Ya Tuhan.... kenapa kau beri aku anak sebar-bar ini?" gumamnya sedih.
....
Selesai melaksanakan ritual mandi Dara langsung turun ke bawah untuk makan malam dengan ibunya tercinta. Tentu Dara bercanda soal jawabannya tadi karena sejujurnya Dara tak ingin kehilangan ibunya.
"Mamah, ayah besok pulang kan?" tanya Dara begitu acara makan malam selesai.
Diana menggeleng. "Minggu depan, Ra. Kan Mama udah kasih tau kamu kemarin."
Dara manyun. "Dara udah kangen sama ayah."
"Besok kamu bantuin Mama."
"Bantuin apa?"
"Rumah sebelah kita udah ada yang nyewa, Ra. Kan kemarin mama udah bilang." Diana mengambil piring kotor milik Dara. Dia menatap putrinya dengan senyum tipis. "Bantuin penyewanya beresin barang-barang. Sekalian kamu kasih tau letak-letak ruangannya. Mama mau ke kantor pusat besok."
"Gak!" Dara menahan piring-piring yang hendak Diana bawa pergi. "Dara mau pergi sama Sella ke toko komik karena ayah gak jadi pulang. Mama aja yang urus. Dara gak ngerti apa-apa."
Diana menyunggingkan senyumnya. Senyum yang selalu membawa kemalangan bagi Dara. "Mau Mama kurangin uang jajan kamu, Dara Susanti?"
Dara mengerjap dua kali. Kemudian berdecak keras dan melepaskan lengan Diana. "Males banget gue harus ekting lagi."
"Dara?"
Dara mengangkat wajahnya dan menatap Diana yang ternyata tengah menatapnya. "Penyewa rumah kita adalah raja. Ingat?"
Dara mendesis dan menghentakkan kedua kakinya ke lantai berulang kali seperti anak kecil. Inilah mengapa Dara tak pernah mau berurusan dengan penyewa baru rumah ibunya. Karena dia harus bersikap seperti babu dan tersenyum seperti wanita murahan. Argh! Dara benci bersikap manis pada orang asing.
.
.
.
.
.
.
.Selamat datang di kisah baru ini. Semoga kamu betah disini ya.
Cerita ini berlatar ditahun 2010. Jadi mungkin kamu akan menemukan beberapa hal tabu dalam keseharian Dara.
...
Publish, 1 juli 2023
Republish, 23 juli 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Duda!
Teen FictionDara Susanti adalah gadis SMA yang mendapat peringkat terakhir di kelas. Jadi dia hidup dengan mengikuti kata hatinya karena otaknya tidak berguna dengan baik. Dara Susanti suka mengumpat pada siapapun yang menganggu kesenangannya. Dan di suatu hari...