07.

250 23 0
                                    

"Pak Duda sialan! Gara-gara dia gue gak bisa tidur semalaman!" Dara menggerutu sambil merapikan tempat tidur.

Kata 'mutilasi' itu terus terngiang di otak Dara. Ditambah tatapan Arkan yang amat serius saat mengatakan itu membuat siapapun percaya Arkan itu psikopat.

"Gue tau dia gak akan bikin gue lepas gitu aja setelah kejadian di lampu merah. Gue tau alasan kenapa dia mau-mau aja jadi guru les. Karena dia berniat bikin hidup tersiksa kayak di neraka."

Dara memeloti rumah Arkan yang tampak jelas dari jendela kamarnya. "Pak Duda sialan. Gue sumpahin lo jadi duda seumur hidup. KYAAAAA!!!"

Puas mengumpat, Dara berjalan keluar kamar berniat menemui ayahnya. Namun tiba di lantai bawah, keadaan rumah sudah hening. Biasanya pagi-pagi Ayahnya sudah nongkrong didepan rumah bersama kopi.

"Ayah...."

"Ayahhh!"

Dara mencari-cari. Mulai dari dapur hingga ke dalam kamar mandi. Tapi Gavin tidak terlihat dimana-mana. "Tas ayah kok udah gak ada?" cicitnya heran.

Lalu saat melewati kulkas, Dara melihat ada sebuah kertas yang menempel di pintunya. Dara pun mengambil kertas itu dan membacanya.

Dara, ayah udah kembali ke kalimantan karena ada masalah di sana. Ayah gak mau bangunin kamu karena nanti kamu merengek minta ayah buat gak pergi lagi. Belajarlah yang rajin dan jangan buat ibumu marah terus.

Ayah.

Dara langsung cemberut setelah membaca pesan itu. "Padahal kemarin ayah baru kecelakaan. Harusnya ayah istirahat dulu," gumamnya sedih. Gadis itu akhirnya naik lagi ke atas, masuk ke dalam kamar, duduk di kasur dengan wajah lesu.

Drtt.

Dara berjalan menuju nakas dan mengambil ponselnya di sana.

"Halo?"

"Ra. Sekarang giliran lo. Ayo ke toko komik."

Dara langsung tersipu mendengar itu. "Oke, La. Lima menit lagi gue ke rumah lo."

Tut.

Setelah panggilan di tutup Dara lari terbirit ke dalam kamar mandi. Dia tidak mandi seperti perempuan kebanyakan yang memakan waktu lama. Dara bisa mandi secepat kilat.

Terbukti, Dara sudah berdiri didepan cermin dengan pakaian berwarna terang yang dia sukai. Kali ini Dara menggerai rambut panjangnya kemudian memakai bandu. Wajahnya dihiasi bedak tipis bayi. Tak lupa memoles bibirnya sedikit liptiks milik ibunya yang dia curi.

Terakhir, menyemprot parfum keseluruh tubuh.

"Gue keren banget sih." Begitu pedenya Dara memuji diri sendiri.

Selesai berdandan Dara turun ke bawah. Dia mencomot roti selai yang ada di meja makan lalu memakannya sambil berjalan keluar rumah.

Roti habis. Dara langsung on the way ke rumah Sella dengan motor matik kesayangannya.

Tampak gadis berkacamata itu sudah menunggu didepan rumahnya.

"Buruan naik, La. Gue udah gak sabar ketemu cinta pertama gue," ucap Dara menggebu-gebu.

Sella pun segera naik di belakang. "Dara. Bibir lo abis di tonjok ya?"

"Hah? Emang kenapa?"

"Ungu banget."

Dara langsung berkaca di kaca spion. "Ini liptiks ibu gue, La. Gak cocok ya?"

Sella menggeleng. "Cocok cocok aja sih. Udah ayo jalan keburu dia pulang."

Hallo, Pak Duda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang