Dara melangkah semangat menuju ruang kelasnya yang terletak dilantai tiga. Menjadi anak kelas 3 SMA yang memiliki peringkat terakhir di sekolah adalah hal yang membanggakan bagi Dara. Dia merasa bebas melakukan hal apapun karena otaknya tidak berguna untuk sekolah. Dara suka bersenang-senang bersama Sella si peringkat ke satu. Tapi Hanya Sella yang selalu ditegur oleh guru tapi tidak dengan Dara. Itu karena Sella berguna bagi sekolah. Sementara Dara tidak.
Dara sungguh bebas. Dia bisa tertawa dan mengumpat disetiap waktu. Itulah hidupnya.
"Sel. Lo bosen gak sih hidup sebagai murid pintar?" Sambil menyeruput susu kotak rasa coklat favoritnya, Dara mulai bertanya.
Sella---gadis berkacamata ini menatap Dara kemudian mengangguk. "Makanya gue temenan sama lo biar hidup gue gak ngebosenin."
Dara langsung tersenyum. Dia merasa bangga. "Ayo ke kelas MIPA 2."
Sella melotot. "Jangan bilang kalau lo mau jujur."
Dara mengangguk. "Buruan."
Sella langsung menutup buku paketnya saat Dara menarik lengannya keluar kelas. Dara berlari kencang sepanjang koridor hingga membuat langkah Sella terseok-seok.
"Lo yakin dia bakal mau?" tanya Sella heran.
"Gue yakin, La! Gue yakin setengah mati!"
Huft..
Dara berusaha mengatur nafasnya saat tiba di dalam kelas MIPA 2. Dia tersenyum sumringah saat semua mata tertuju padanya dan Sella.
Sella hanya menunduk. Dia merasa jantungnya akan segera copot. Tapi ini menyenangkan jika dilakukan bersama Dara.
Berdiri didepan papan tulis, Dara mulai berdehem pelan. Dia menatap ke arah pojok belakang dekat kaca dimana para anak lelaki berwajah tampan sedang berkumpul.
"Brian. Gue mau bicara sama lo."
Brian---cowok berbandana hitam yang memiliki wajah blesteran itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Dara.
"Lo siapa?" tanya Brian begitu tiba dihadapan Dara. Brian adalah murid populer dan paling tampan di sekolah. Jika di fiksi, dia mungkin disebut most wanted.
"Gue Dara. Dan ini temen gue Sella." Dara menunjuk Sella yang masih tertunduk.
"Mau bicara apa?"
Dara menarik lengan Sella agar mendekat padanya. "Sella suka sama lo. Lo mau gak jadi pacar dia?"
Brian mengangkat alis. Tampak terkejut hebat. "Maksud lo?"
"Lo mau gak sama temen gue?" ulang Dara mencoba sabar.
"Ogah."
"Sialan!"
Plak!!
Tamparan keras Dara layangkan pada Brian.
"Apa-apaan lo hah?!"
"Lo yang apaan!!" Dara mendorong bahu Brian kuat. "Sella itu cantik, pinter, bisa nyanyi lagu thailand. Kenapa lo gak mau sama dia hah?!"
"Cewek tolol!!"
Brian mendorong tubuh Dara hingga terjatuh ke lantai. Sella berteriak keras. "Udah! Kalo gue di tolak ya udah, Ra!"
"Gue gak mau, La! Gue gak terima! Lo udah suka sama dia dari waktu pertama masuk SMA!"
Bugh!
Dara berubah menjadi monster dalam hitungan detik. Dia meninju wajah tampan Brian dengan enteng.
"Fuck!"
Bugh!
Brian meninju balik wajah mulus Dara. Tapi Dara, tak sedikitpun merintih kesakitan seperti Brian. "Lo cowok tai! Gue sumpahin lo jomblo seumur hidup!"
"Ada apa ini?!" Bu Rika datang ke dalam kelas kemudian berjalan menghampiri Dara.
"Dara? Kamu lagi kamu lagi."
.....
Diana menatap wajah putri semata wayangnya yang memar-memar. Putrinya yang tidak pernah berpikir benar dan berada dijalan yang benar. Putrinya yang selalu bertingkah bodoh dan tidak taat aturan.
Namun, sebrutal apapun Dara, Diana tetap menyayanginya.
Diana kembali mengobati bibir putrinya yang bengkak. "Ra, Ra. Gak capek kamu babak belur terus."
"Dara capek kalau gak lakuin apa-apa," jawab Dara enteng.
Dara seperti gadis polos yang selalu melangkah kemanapun hatinya inginkan.
Dara hanya mendengarkan hatinya. Karena otaknya tidak berjalan baik.
"Masalah rantang masakan Mama yang jatuh itu, makasih kamu gak neriakin pak Arkan sampe kabur ya, Ra," ucap Diana lembut.
Dara terdiam. Matanya berkedip-kedip. "Pak Arkan bilang apa sama Mama?"
Diana tersenyum. "Dia minta maaf karena udah nakutin kamu dengan kecoa. Dia juga bilang kamu anak baik dan manis. Makasih ya, Ra. Kamu bikin mama bangga."
Uhukk!!
"Kenapa, Ra?" tanya Diana heran.
Dara mengusap tenggorokannya. Dia merasa ngeri membayangkan kalimat itu keluar dari mulut pria anak satu. "Dia bilang Dara baik dan manis?" cicit Dara.
Diana mengangguk.
"Dia kan udah nikah, Mah. Kok kayak gitu."
"Dia pernah menikah. Sekarang single parent, Ra," jelas Diana.
"Dia Duda, Mah?" Mata Dara membulat.
Diana mengangguk. "Duda tampan dan mapan. Kamu gak ada niatan nih, Ra?"
"Niatin apa, Mah?"
"Cantol duda."
"Huwekk!!" Dara refleks muntah palsu.
"Jangan gitu loh, Ra. Nanti jilat ludah sendiri baru tau rasa." Diana gencar menggoda Dara.
"Males ngomong sama Mama. Kalo ayah pulang Mama gak bakal diajak maen ke pasar malem." Dara langsung bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah pintu.
"Kamu mau kemana, Ra?"
"Kamar."
Diana menghela nafas. "Ini kan kamar kamu, Ra. Harusnya Mama yang keluar." Diana langsung memijat keningnya pusing.
"Oh iya." Dara kembali masuk dan duduk dikasurnya. "Sana keluar, Mah."
Diana pun bangkit dari duduknya. Kemudian membatin, apa waktu lahir anak aku ketukar yaallah?
.
.
.
.
.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Duda!
Roman pour AdolescentsDara Susanti adalah gadis SMA yang mendapat peringkat terakhir di kelas. Jadi dia hidup dengan mengikuti kata hatinya karena otaknya tidak berguna dengan baik. Dara Susanti suka mengumpat pada siapapun yang menganggu kesenangannya. Dan di suatu hari...