Diana langsung pergi ke rumah sakit setelah mendapat telepon bahwa putrinya ada disana.
Wanita berumur 49 tahun itu berjalan tergesa menyusuri lorong rumah sakit. Begitu melihat Arkan duduk dikursi tunggu, Diana cepat menghampiri.
"Pak Arkan!"
Arkan bangkit dari duduknya.
"Dara kenapa? Kalian kecelakaan?"
"Bukan Bu." Arkan menggeleng. Dia bingung harus menceritakannya dari mana.
"Lalu?"
"Dara berkelahi dengan preman waktu kami menuju kantor polisi."
Diana mengernyit. "Pasti ini ulah Dara. Kamu gakpapa?" Diana mengusap lengan Arkan khawatir.
Arkan terkejut. Kenapa Diana malah khawatir padanya? "Saya baik-baik saja. Tapi Dara jatuh pingsan karena kepalanya kebentur meja, Bu. Maafkan saya. Saya gak melindungi Dara dengan baik. Ini salah saya." Arkan malu dan merasa sangat bersalah pada Diana. Dia berusaha agar Dara tidak terluka segores pun oleh preman-preman itu tapi nyatanya Dara malah jatuh pingsan.
Diana menghela nafas panjang. Diusapnya pundak Arkan penuh sayang. "Kamu pasti kesulitan karena Dara. Seharusnya Ibu yang minta maaf. Ibu tahu pasti Dara yang bikin masalah lebih dulu. Kenapa Dara nantang preman-preman itu?"
Lagi, Arkan terkejut mendengar pertanyaan Diana. Tampaknya Diana memang sudah tahu betul bagaimana putrinya itu tumbuh. "Karena mereka yang nyuri motornya Dara. Awalnya saya pikir Dara cuma asal menuduh orang. Tapi ternyata itu memang motor dia."
"Mereka udah diringkus polisi?"
Arkan mengangguk. "Sekali lagi maafkan saya, Bu Diana. Saya lalai menjaga Dara."
"Tidak apa, Pak Arkan. Kejadian seperti ini bukan terjadi sekali dua kali. Tapi sudah lebih dari puluhan kali. Ibu malah kasian sama kamu karena harus ikut-ikutan babak belur gara-gara Dara. Nanti luka-luka kamu diobatin juga ya?" ucap Diana lembut.
Arkan mengangguk patuh. Diana memang ibu yang luarbiasa.
Ceklek.
Pintu rawat terbuka. Seorang dokter wanita muncul di hadapan Diana dan Arkan.
"Gimana kondisi Dara, dok? Apa kepalanya terluka parah?" Arkan langsung menyemprot Dokter dengan pertanyaan cemas.
Dokter tersenyum tipis. "Pasien hanya mengalami gegar otak ringan. Sebentar lagi dia akan siuman. Kalian bisa menunggunya didalam."
Arkan mengangguk. "Baik, dok. Terimakasih."
Tampaknya Arkan lebih mencemaskan Dara dibanding ibunya sendiri. Karena Diana sudah tahu putrinya tidak akan kenapa-napa. Diana tahu putrinya sekuat apa.
Diana dan Arkan segera masuk ke dalam ruangan. Kurang dari semenit menunggu. Dara sudah siuman dari tidur pendeknya. Begitu sadar gadis itu langsung bangkit duduk dan menunjuk Arkan.
"Bangsat! Kembaliin motor gue!!" Dara berteriak keras pada pria yang ia kira pencuri motornya.
"Dara. Itu pak Arkan! Kamu lagi di rumah sakit. Sadar, Ra!" seru Diana panik. Diana benar-benar malu melihat tingkah bodoh putrinya.
Dara menoleh pada ibunya. "Mamah." Baru tersadar ada Diana disampingnya. Dara kemudian beralih menatap pria yang berdiri di sebelah mamanya. "Oh iya. Pak Arkan," ucapnya sambil menyengir.
Arkan menggigit bibirnya berusaha menahan senyum. Bahkan disaat terluka sekali pun, Dara selalu membuat komedi dimatanya.
"Minta maaf, Dara!" seru Diana marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Duda!
Teen FictionDara Susanti adalah gadis SMA yang mendapat peringkat terakhir di kelas. Jadi dia hidup dengan mengikuti kata hatinya karena otaknya tidak berguna dengan baik. Dara Susanti suka mengumpat pada siapapun yang menganggu kesenangannya. Dan di suatu hari...