Dara benar-benar ingin mengamuk pada Dunia. Padahal malam ini Dara ingin menghabiskan waktunya bersama Gavin. Dara ingin menceritakan banyak hal pada sang ayah selagi ada di rumah. Tapi Diana menggagalkan rencananya.
Sudahlah. Diana adalah salah satu ras terkuat di bumi jadi Dara tak akan mampu melawannya.
Ting tong.
Sembari menyodot susu kotak rasa cokelat Dara memencet bel.
Akhirnya pintu didepannya terbuka. Wanita paru baya muncul dihadapan Dara.
"Neng siapa?"
"Ibu siapa?" Dara balik bertanya. "Istrinya Pak Arkan?" tanya Dara asal cemplos.
Wanita tua itu menggeleng. "Saya Bibik Mala. Pengasuhnya non Luna. Baru mulai bekerja hari ini."
"Ohh." Dara manggut-manggut.
"Mau ketemu pak Arkan neng?"
Dara mengangguk.
"Ayo masuk atuh." Bi Mala mempersilahkan Dara masuk. Gadis itu datang sambil membawa alat tulis dan rantang makanan.
Begitu di dalam Dara mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Dan tanpa sadar dia berdecak kagum melihat bertapa tertata rapinya barang-barang yang ada di setiap sudut ruangan. Ternyata Arkan adalah orang yang perfeksionis berbanding terbalik dengan Dara yang tidak pernah peduli keadaan rumahnya meski seperti kapal pecah.
"Dara, kamu bawakan saya masakan ibu kamu lagi?"
Dara menatap Arkan yang muncul dari arah dapur. Lalu dia menatap rantang masakan ditangan kanannya "Hmm." Dengan raut ogah-ogahan Dara menyodorkannya pada Arkan.
"Tolong dimakan sampai habis. Ibu saya masak pake uang." Dara tidak ingin kejadian rantang jatuh terulang kembali. Atau tidak dia akan benar-benar meneriaki Arkan.
Arkan menerimanya dengan senyuman. "Terimakasih."
Dara mengangguk.
"Kamu peringkat keberapa di kelas?" tanya Arkan tiba-tiba.
"Terakhir."
"Di sekolah?"
"Terakhir." Dara mengungkapnya tanpa rasa malu. Merasa itu adalah pencapaian hidupnya yang pantut disyukuri.
Arkan menghela nafas panjang. "Ayo ke ruang tamu." Mereka berdua pun berjalan menuju ruang tamu dan duduk berhadapan di atas karpet dengan meja yang menjadi penghalang.
"Tunjukan nilai ulangan harian kamu pada saya."
Dengan wajah datar, Dara menyodorkan buku-bukunya. Selagi Arkan memeriksa nilainya Dara sibuk memerhatikan sekelilingnya. Tak berapa lama Bi Komala datang membawa nampan yang berisi camilan. Dalam hati, Dara berteriak senang.
"Pak Arkan buka les privat lagi?" tanya Bi Mala.
Arkan menggangguk. "Bi, jangan terlalu banyak kasih camilan. Nanti kerjaan murid saya malah makan bukan belajar."
Dara yang hendak mencomot kue kue kecil di atas piring pun urung.
Bi Mala mengangguk. "Oke, Pak. Semangat belajarnya ya, Neng?"
"Dara," ucap Dara.
"Neng Dara." Setelah itu Bi Mala kembali menuju dapur.
"Ra, nilai kamu ancur semua." Arkan menutup buku ulangan harian milik Dara. Di tatapnya mulut Dara yang sudah penuh dengan makanan.
Dara mengangguk. Setelah menelan makanannya dia bersuara, "ancur banget kan, Pak? Jadi saya gak ada harapan buat masuk kuliah. Pak Arkan gak perlu repot-repot buat ajarin saya lagi."
Arkan menggeleng. "Gak bisa."
Dara melotot. "Kenapa?"
"Ini amanat orangtua kamu. Lagipula saya gak keberatan karena saya juga dapat uang."
Dara semakin melotot tak percaya. "Jadi pak Arkan mau memeras orangtua saya? Sial--"
"Dara." Arkan memotong perkataan Dara. "Saya tahu kamu lelah berekting jadi gadis baik dan sopan santun didepan saya. Tapi saya juga sudah tahu sifat asli kamu bagaimana. Kalau saya mau, besok saya bisa datang ke Bu Diana dan menceritakan awal mula pertemuan kita di lampu merah dan--"
"Jangan!" Dara memekik panik. Dia tidak mau Diana murka lagi dan berencana mencoret namanya di kartu keluarga. Dan sudah Dara duga. Arkan memang ingin balas dendam karena kejadian itu. Sialan!
"Kalau begitu, dengar yang saya ucapkan atau," Arkan menjeda, sedikit mencodongkan tubuhnya ke arah Dara.
Dara mengernyit takut. "Atau?"
"Atau saya mutilasi kamu."
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Duda!
Teen FictionDara Susanti adalah gadis SMA yang mendapat peringkat terakhir di kelas. Jadi dia hidup dengan mengikuti kata hatinya karena otaknya tidak berguna dengan baik. Dara Susanti suka mengumpat pada siapapun yang menganggu kesenangannya. Dan di suatu hari...