12.

175 14 1
                                    

Sebelum pergi ke kantor, Diana sempat meminta Dara untuk izin dari sekolah selama satu atau dua hari pasalnya kepala gadis itu masih dibalut perban. Tapi Dara dengan bebalnya membuka kain yang membalut kepalanya dan membiarkan luka di keningnya terpampang jelas.

Diana pasrah melihat itu. Dia memilih langsung pergi dari rumah.

Gadis itu kini sudah menaiki motor matik birunya dan melajukannya keluar dari pekarangan rumah. Dan bertepatan dengan itu mobil hitam milik Arkan muncul melewati depan rumahnya.

Cekit.

Hampir saat Dara menubrukkan motornya ke mobil hitam sialan itu.

Bener-bener sialan. Dara ingin mengumpat tapi kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutnya.

"Dara. Kamu mau sekolah hari ini?" tanya Arkan di dalam mobilnya.

Dara berdecak dengan wajah angkuh. "Bukan. Saya mau macul!" Sudah melihat dirinya menggunakan seragam, Arkan malah bertanya.

Arkan hanya tersenyum. Matanya memerhatikan luka di kening Dara yang dibiarkan tanpa pelindung. "Kenapa luka kamu dibiarkan begitu?"

"Suka-suka saya lah." Lagi lagi, Dara menjawab dengan nada judes.

Mendengar itu Arkan mengernyit heran. Tanpa berlama-lama dia langsung turun dari mobilnya lalu berjalan mendekati Dara yang setia memalingkan wajah darinya.

"Kalau luka di kening kamu tergores atau terkena benturan lagi pasti bisa  terinfeksi." Arkan menghela nafas kemudian mengambil plaster luka di dalam saku kemejanya. Lalu dia memasangkan plaster itu di kening Dara. "Nah kan. Kalau begini kelihatan lebih baik."

Dara mendengkus kesal. Dia tahu Arkan melakukan ini karena Diana. Arkan pasti sedang merayu Dara agar hubungannya dengan Diana berjalan mulus. Awas saja. Dara tidak akan tertipu lagi.

"Pak Arkan gak usah pura-pura baik sama saya," ucap Dara dengan nada bicara yang ketus.

"Saya gak pura-pura."

"Lihat aja. Saya gak akan tinggal diam." Setelah mengatakan itu Dara langsung pergi melajukan motornya. Sementara Arkan hanya mematung sembari menggaruk tengkuknya.

"Masih pagi anak itu udah buat saya bingung," ucapnya seraya terkekeh geli.

.....

Sella sedang bertopang dagu sambil melamun di bangkunya. Menunggu sang teman tiba di dalam kelas. Sella jadi tidak bisa tidur sejak kejadian motor matik Dara yang hilang. Sella tahu seberapa menyeramkannya Ibunya Dara ketika marah. Sella merasa kasihan jika Dara harus mendapat hukuman pedas karena motor yang hilang itu.

"Sella!"

Sella mengangkat wajahnya. Dia mengernyit saat melihat wajah Dara yang kusut.

"Soal motor lo gimana, Ra?" tanya Sella begitu Dara sudah duduk di sampingnya.

"Motor gue udah kembali lagi."

"Serius lo?"

Dara mengangguk lesu.

"Kok lo keliatan gak seneng sih?" tanya Sella heran.

Dara menatap Sella dengan wajah kesal. "Lupain soal motor gue. Sekarang gue punya masalah yang jauh lebih besar."

Mata Sella membelalak. "Masalah apa lagi?"

"Lo udah tau siapa pak Arkan, kan? Dia orang yang nyewa rumah ibu gue."

Sella mengangguk. "Terus?"

"Ibu gue suka sama pak Arkan. Gue harus gimana, La?"

"APA?!"

Dara menghela nafas lesu. Sudah tahu pasti Sella akan kaget sepertinya. "Gue harus gimana, La? Supaya Ibu gue sadar sama perbuatannya itu."

"Lo punya bukti apa?" Sella merasa belum percaya.

"Tadi subuh, gue pergokin ibu gue lagi ngobrol sama pak Arkan di depan teras rumah. Terus lo tau gak pak Arkan ngomong apa sama ibu gue?"

Sella mengangkat dua alisnya kepo. "Apa, Ra?"

Dara mulai berdehem kecil untuk meniru gaya bicara Arkan. "Jika bisa, Ibu gak perlu manggil saya dengan sebutan pak Arkan lagi. Sebut saja nama saya seperti Pak Gavin. Terus ibu gue jawab.  Ah mana mungkin Ibu begitu. Ibu gak enak. Kamu kan orang terpandang. Terus pak Arkan bilang."

Dara kembali bersiap memperagakan gaya bicara Arkan. "Tapi saya akan lebih nyaman kalo Ibu mau menyebut nama saya saja. Mereka berdua bicaranya akrab banget, Sel. Pantesan aja ibu gue baik banget sama anaknya pak Arkan ternyata dia udah tergoda sama bapaknya. Bener-bener gak nyangka gue."

Dara mengepal kuat kotak pensil yang ada di atas meja. "Terus ya, Sel. Tadi gue liat ibu gue lagi asik mandang rumah pak Arkan sambil senyam senyum sendiri kayak anak gadis yang lagi kasmaran."

Sella membuang nafasnya panjang. Setelah mendengarkan dengan baik cerita yang Dara sampaikan, akhirnya Sella dapat menyimpulkan dengan akal cerdiknya. "Ibu lo kayaknya bukan suka sama pak Arkan. Kali ini lo salah paham aja dan melebih-lebihkan."

Dara mengernyit. "Lo gak percaya sama apa yang gue lihat, La?"

"Gue lebih percaya kalau Ibu lo lagi mencoba menjalin hubungan baik sama pak Arkan."

"Hubungan baik gimana?"

Sella mengangkat bahu. "Intinya, gak mungkin ibu lo suka sama pak Arkan."

"Mungkin aja, La."

"Lo mah terlalu negatif sama ibu sendiri." Sella gemas melihat Dara yang kukuh dengan pemikiran anehnya.

Dara berdecak keras. "Ah lo gak seru!"
.
.
.
.
.
.

Hallo, Pak Duda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang