Ketika dalam mobil, Dara menutup mulutnya rapat-rapat. Dara gengsi untuk bersuara. Karena jelas lagi-lagi dirinya menerima bantuan dari Arkan.
"Saya punya teman yang bekerja di kepolisian. Mungkin saya bisa minta dia buat carikan pelakunya. Dan semoga saja motor kamu masih bisa diambil lagi."
Hiks.
Dara mulai menangis lagi. Melihat itu Arkan sigap mengambil tisu yang ada di dasbord lalu memberikannya pada gadis itu.
"Gakpapa, Ra. Motor kamu pasti kembali."
Kalimat Arkan tidak berpengaruh. Sebaliknya, tangis Dara malah pecah semakin keras. Tisu ditangan Arkan pun tak kunjung di ambil karena Dara malah sibuk mengelap ingusnya dengan kerah baju.
"Dara, sudah. Pengendara lain jadi merhatiin ke arah kita. Nanti mereka pikir saya lagi nyulik kamu, Ra."
Karena sedang di lampu merah, beberapa pengendara motor mulai menatap ke arah mobil Arkan akibat suara tangisan Dara yang terlalu keras.
Meski masih ingin menangis, Dara akhirnya mencoba meredamnya.
Arkan meraih air kemasan di kursi belakang. Sebelum menyodorkannya pada Dara, dia lebih dulu membukakan tutup botol. "Ini minum dulu."
Dara menerimanya, kemudian meneguk setengah botol. "Makasih pak Arkan."
"Sama-sama."
Dara menoleh ke samping, memerhatikan wajah Arkan yang fokus menatap jalanan. "Makasih udah bantuin saya." Giliran Arkan yang menoleh.
"Motor kamu kan belum ditemukan. Nanti saja bilang terimakasihnya. Oke?"
Dara mengangguk. Ia menatap ke depan lagi. "Tiga, dua, satu, Hijau," ucapnya saat melihat lampu merah berganti hijau.
Arkan tersenyum lalu kembali melajukan Mobil.
"Kuda!" Mata Dara membulat saat melihat motor matik berwarna biru yang terparkir didepan sebuah warung kopi.
"Kuda? Dimana?" Arkan mengernyit, sama sekali tidak melihat hewan itu dipinggir jalan.
"Berhenti!" Dara memukul-mukul lengan Arkan agar mobil segera berhenti.
"Ada apa?"
"Itu motor saya! Itu motor saya yang dicuri!" Dara menunjuk-nunjuk motor miliknya yang sedang di duduki oranglain itu.
"Gak mungkin, Dara. Banyak yang pake model yang sama seperti motor kamu."
"Nggak!" Dara bergegas membuka pintu kemudian turun dari mobil. Dara langsung melangkah mendekati motor biru yang ada warung kopi itu. "Tuh kan bener! Ada stiker bebeknya! Berarti ini motor gue!"
Orang yang duduk di atas motor pun menoleh. Pria kurus bertato itu tampak langsung cemas. Dara tersenyum miring dan langsung menghadiahi pria kurus itu bogeman.
Bugh!
"Dara!" Arkan menjerit kaget. Tidak menyangka gadis bar-bar itu akan memukul. Apa Dara tidak melihat semua yang berkumpul diwarung itu adalah preman?
Arkan langsung berlari menghampiri Dara. "Dara. Ini bukan motor kamu."
"Ini motor gue karena ada stiker bebeknya! Gue kenal Kuda dengan baik!" Dara menjawab tapi matanya masih tertuju kesal pada si pria kurus yang kebingungan.
"Ini motor gua, neng. Jangan ngaku-ngaku lu," ucap pria itu mengklaim.
"Lo yang ngaku-ngaku bangsat!" Dara tidak gentar. Gadis itu kembali bersiap memberi bogeman namun tangannya langsung di tahan oleh Arkan.
"Dara. Lihat ke sekeliling kamu," bisik Arkan.
Dara pun mengedar pandangannya. Dan saat itu juga dia sadar kalau dirinya dan Arkan sedang di kepung oleh para pria bertato.
"Bocah belagak! Mau mampus disini lo!" ucap pria berbadan gempal.
Tapi bukannya takut, Dara malah tersenyum remeh. "Kalian pikir gue takut hah?!"
Arkan meringis. Situasi semakin berbahaya tapi Dara masih tetap berani menantang mereka.
"Ini emang motor curian kita. Kalo lu mau ambil motor ini lawan kita dulu!" Pria kurus yang tadi Dara bogem kembali bicara.
Mendengar itu Dara semakin naik pitam. Ternyata dugaannya tidak salah.
Detik itu juga Dara langsung menggulung lengan bajunya sampai atas kemudian menatap Arkan sekilas. "Kalo pak Arkan mau kabur, kabur aja. Saya bisa lawan mereka sendirian." Kedua tangan Dara mulai pasang kuda-kuda untuk menyerang.
Arkan tersenyum kecil lalu menggeleng kepalanya. Dia pun ikut memasang kuda-kuda seperti Dara kemudian berbisik, "Saya gak akan biarin mereka nyentuh kamu, Dara."
"Serang!" Seru pria berkepala botak.
"Hiyakk!!" Dara berteriak keras sebelum akhirnya berkelahi dengan tujuh bapak-bapak seumuran ayahnya itu.
Saat Dara lengah dan akan terkena tinjuan, tangan Arkan terjulur melindunginya. Entah berapa puluh kali serangan tangan dan kaki yang tertuju pada Dara berhasil di tangkis oleh Arkan.
Arkan benar-benar tidak membiarkan Dara tersentuh oleh preman-preman itu.
Bugh!
Krekkk!!
Kini Dara sedang memelintir tangan si pria kurus sampai memekik kesakitan. "Aaaa.... Ampun neng! Ampun sakiiittt!!!" Tenaga Dara benar-benar kuat.
"Kembaliin konci motor gue atau gue patahin tangan lo bangsat!"
"Iya! Iya! Gua kembaliin!" Merasa nasib tangan kirinya ada ditangan gadis itu, Dia langsung merogoh saku celananya dan memberikan kunci motor itu pada Dara.
Dara tersenyum senang namun,
Brak!
Pria kurus itu langsung mendorong tubuh Dara hingga kepala gadis itu terbentuk kuat ke ujung meja kayu.
"Dara!" Arkan menghampiri Dara yang jatuh pingsan di tanah. Kening gadis itu mengeluarkan banyak darah. Arkan yang panik langsung mengangkat kepala Dara dengan satu tangannya lalu ia tepuk-tepuk pipi gadis itu bergantian. "Dara, bangun."
Di tengah ketegangan itu, suara sirine polisi terdengar. Sepertinya salah satu warga setempat sudah melapor.
Saat polisi sibuk meringkus ke tujuh preman-preman itu, Arkan sibuk dengan Dara. Pria itu langsung mengangkat tubuh Dara dan membawanya ke dalam mobil.
Arkan harus tiba dirumah sakit secepatnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Duda!
Roman pour AdolescentsDara Susanti adalah gadis SMA yang mendapat peringkat terakhir di kelas. Jadi dia hidup dengan mengikuti kata hatinya karena otaknya tidak berguna dengan baik. Dara Susanti suka mengumpat pada siapapun yang menganggu kesenangannya. Dan di suatu hari...