Bell pulang sudah berbunyi dua menit lalu. Tapi Dara masih anteng mencoret-coret belakang bukunya dengan wajah kusut.
"Ra, lo gak pulang?" Sella sudah berdiri bersiap keluar kelas, tapi Dara masih menghalangi jalan.
"Gue males ketemu pak Arkan, La," ucap Dara parau.
"Kenapa?"
Tentu saja karena ucapan Arkan kemarin. Ah, bahkan Dara malas menceritakannya pada Sella.
"Gatau. Pokoknya gue gak mau belajar sama pak Arkan lagi."
Sella menghela napas. "Harusnya lo bersyukur bisa cuci mata tiap hari, Ra. Udah ah ayo kita pulang keburu gerbang di tutup."
Dara berdecak. Tak ayal segera mengemas alat tulis ke dalam tas, lalu beranjak dari kursi bersama Sella.
"Oh iya bukannya lo mau belajar motor sama gue, La?"
Sella menghentikan langkahnya. "Bukannya lo dilarang ngajarin gue naik motor sama ibu lo."
"Ah itu kan dulu." Dara memukul pundak Sella. "Daripada gak ada kegiatan. Ayo gue ajarin naik motor lagi. Gue yakin lo bakal cepet bisa karena lo udah pernah belajar."
Sella mengulum bibir sejenak. "Emm tapi gue masih takut."
"Yaelah pake takut. Gue juga dulu cuma belajar sekali langsung bisa. Ayo ikut gue!"
Dara langsung mengapit tangan Sella menuju motornya.
"Gue gak mau kalau langsung ke jalan raya. Gue belajar di daerah rumah lo dulu aja, kan sepi."
Dara mengangguk. "Oke. Ayo naik."
.....
Dara sudah tiba didepan rumahnya bersama Sella. Dara pun segera turun dari motor dan mempersilahkan Sella untuk mengambil alih motornya.
"Ra, gue takut ibu lo tau," ucap Sella ketika Dara sudah duduk dibelakangnya.
"Gak bakal. Ibu gue pulangnya nanti maghrib atau isa. Ayo, La. Bismillah dulu."
Sella menarik napas sejenak, "Bismillahirahmannirohim." Lalu mulai mencoba melajukan motor dengan perlahan.
"Ra, Ra, gue takut!"
"Pelan-pelan dulu. Gak usah langsung gas." Dara memegagi kedua pundak Sella agar lebih rileks. "Santaiii. Jangan panik."
Sella berusaha tenang. Ia terus berusaha menyeimbangkan motor yang ia kendarai agar tidak oleng kesana-kamari.
"Nah kayak ginii." Dara berdecak bangga, ketika Sella sudah dapat mengontrol laju motor. "Gue bilang apa, lo tuh udah bisa sebenarnya."
Sella mengangguk seraya tersenyum. "Iya, Ra! Kayaknya gue udah bisa."
Dara menemani Sella belajar hingga tiga putaran arah. Di rasa Sella sudah lebih lancar, Dara pun meminta Sella berenti.
"Berenti dulu, La. Sekarang lo belajar sendiri aja."
Tepat di depan rumah pak Arkan, Sella memberhentikan motornya. "Tapi gue takut kalau gak didamping sama lo."
Dara segera turun dari motor. Lalu berujar, "Gakpapa. Biar lo cepet bisa. Biar berani juga. Udah cepet sana."
"Yaudah. Lo tunggu disini jangan kemana-mana."
Dara mengangguk. "Sip." Sella pun mulai kembali melajukan motor secara perlahan. Sembari melipat tangan di dada, Dara terus memerhatikan Sella yang mulai menjauh.
"Jangan jauh-jauh, Sella! Belok lagi ke sini!" teriaknya.
Entah Sella mendengar atau tidak.
"Teman neng Dara lagi belajar motor ya."
Dara menoleh ke belakang. Ternyata Bik Mala yang bertanya di balik pagar. Ah, Dara pikir ia sedang berdiri didepan rumahnya, ternyata bukan.
Wanita baya itu sedang memegangi sapu lidi. Tampaknya tengah menyapu halaman.
"Iya, Bik," jawab Dara seadanya. "Bibik lagi nyapu ya?"
"Iya, Neng. Mumpung pak Arkan belum pulang. Kalau ketahuan, Bibik suka di marahin tuh. Katanya, tugas bibik cuma ngasuh Luna bukan nyapu ini itu."
Dara manggut-manggut. "Oh begitu. Eh, Luna-nya kemana Bik?" Dara celingak-celinguk mencari Luna yang tak nampak.
"Lagi tidur, Neng."
Dara membulatkan bibirnya. "Ohh bobo."
Bik Mala mengangguk. "Iya. Bibik lanjut nyapu ya, Neng."
"Oke Bik."
Bik Mala kembali melanjutkan menyapu halaman. Sementara Dara kembali memantau Sella.
Namun tak lama, Dara mengernyit. "Lah, kenapa gue nanyain Luna?" Ia menggeleng keras. Heran sekali pada diri sendiri. Dirinya yang anti anak kecil, bisa-bisanya menanyakan keberadaan makhluk mungil itu?
Haish. Mengerikan!
"Daraaa!! Gue bisaa!!" teriak Sella dari jauh.
Dara spontan bertepuk tangan. "Daebak daebak!!"
Tin.
Dara menoleh ke samping, menatap mobil hitam yang barusaja mengagetkannya. Ah sialan, ini baru jam empat sore. Biasanya Arkan pulang dari kantor sekitar jam enam.
Bik Mala yang melihat kepulangan Arkan, langsung berlari masuk ke dalam rumah.
Dara segera memberi jalan karena sadar sudah mengahalangi.
Bertepatan dengan itu Sella yang hendak melaju ke arah Dara malah terkejut melihat kedatangan mobil hitam itu.
"Daraaaa! Ada mobil!!" teriak Sella panik.
"REM LA, REMM!! REMMM!!" Dara berteriak panik karena Sella malah menaikan kecepatan motor ke arah mobil Arkan.
"DARA TOLOONGGG!!!" jerit Sella semakin keras.
"REMM SELLAAA! TEKAN REMNYA BEGOOO!!"
Namun....
Bruggghh!!
Padahal mobil Arkan tak bergerak sama sekali, namun Sella menubrukkan diri bersama motor Dara tepat ke bagian depan mobil, dengan cukup keras.
"KUDAAA!!" Dara histeris. Khawatir motornya remuk karena mencium mobil hitam Arkan.
Sella jatuh ke tanah. Kejadiannya begitu cepat.
Arkan telah turun dari mobil. Tentu ia panik. Segera memeriksa keadaan Sella yang terkapar.
"Kamu gakpapa?"
Seolah mati rasa, Sella segera bangkit berdiri dengan gerakan kilat. Tak lama setelah itu, kedua matanya membulat sempurna.
Kepala Sella bergerak pelan ke arah Dara yang juga mematung dengan wajah syok.
Arkan yang sempat berjongkok, langsung berdiri untuk melihat sesuatu yang membuat Dara dan temannya berubah menjadi patung.
Dan akhirnya, Kedua mata Arkan pun ikut membelalak.
"La, kalau ibu gue tau.... tamat hidup gue," lirih Dara begitu lemas. Ia tak lagi memikirkan Kuda. Karena masalah besarnya bukan lagi itu. Tapi....
Bagian depan mobil Arkan yang ringsek.
Hiks.
Sementara Sella sudah menangis sambil menunjuk-nunjuk mobil Arkan.
Dara menatap Arkan yang sedang memeriksa kerusakan mobilnya sambil memijit kening. Jika saja bukan Arkan orangnya.... jika saja ini bukan mobil milik penyewa rumah ibunya....
Tuhan....
Hiks.
Kini, tangis Dara mengalahkan Sella.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Duda!
Roman pour AdolescentsDara Susanti adalah gadis SMA yang mendapat peringkat terakhir di kelas. Jadi dia hidup dengan mengikuti kata hatinya karena otaknya tidak berguna dengan baik. Dara Susanti suka mengumpat pada siapapun yang menganggu kesenangannya. Dan di suatu hari...