11.

173 13 0
                                    

Setelah solat subuh, Arkan sudah di ajak nongkrong sambil minum kopi di depan rumah oleh Diana. Wanita itu sampai rela mengetuk pintu rumah Arkan supaya bisa mengajaknya bicara.

"Diminum, Pak Arkan kopinya," ucap Diana sembari menyodorkan secangkir kopi hitam pada Arkan. "Maaf ya Ibu ganggu kamu subuh-subuh."

"Gakpapa, Bu. Saya juga sering duduk diluar rumah sambil minum kopi jam segini," ucap Arkan sembari menerima kopi tersebut.

"Oh ya?" Diana tampak terkejut. "Berarti kamu punya kebiasaan seperti ayahnya Dara," ujarnya sambil terkekeh.

Arkan hanya tersenyum menanggapinya. "Kalau boleh tau, Pak Gavin kerja dimana?"

"Ayahnya Dara kerja di kalimantan. Jadi kepala arsitek bangunan perhotelan," ucap Diana menjelaskan.

Mendengar itu Arkan langsung membulatkan mulutnya sambil manggut-manggut.

"Pak Arkan," panggil Diana lembut seperti dirinya memanggil anak laki-lakinya.

"Iya, Bu?"

"Makasih karena kamu mau direpotkan oleh anak Ibu. Berkat kamu motor Dara yang di curi bisa kembali lagi." Diana menatap motor biru yang ada di teras rumahnya dengan haru.

"Sama-sama. Lagipula motor itu kembali berkat Dara sendiri karena dia yang menemukan pencurinya di jalan," ujar Arkan. Dia kemudian meneguk kopi hitam buatan Diana dengan khidmat. Ah, Arkan jadi merindukan kopi buatan ibunya.

"Tapi sebenarnya dulu Dara gak mau punya motor," ucap Diana membuat Arkan menatapnya penasaran.

"Lalu?"

"Dulu, Dara mau punya Kuda."

Uhukk!!

Uhuk!!

"Yaampun Pak Arkan!" Diana langsung menepuk-nepuk punggung Arkan supaya pria itu berhenti batuk. "Aduh pasti kamu keselek."

Arkan berdehem keras. Ini pertama kalinya dia tersendak kopi. Rasanya benar-benar tidak enak. "Udah, Bu. Saya gakpapa."

"Ibu ambilkan air putih dulu ya."

Arkan menggeleng. "Gak usah, Bu. Lanjutkan ceritanya."

Diana yang hendak bangkit pun urung. Dia kembali mmembenahi posisi duduknya. "Iya. Jadi dulu Dara pernah minta izin buat pelihara Kuda. Dia mau pergi sekolah bawa kuda bukan naik bus. Dara bilang naik bus gerah dan dempet-dempetan. Tentu saja Ibu larang keras dia pelihara kuda. Maka dari itu Ibu belikan dia motor sebagai solusi."

Arkan berdecak takjub mendengar sepenggal kisah yang diceritakan Diana. Sekarang Arkan mengerti kenapa Dara menamai motornya dengan nama Kuda.

"Pantesan Dara namain motornya Kuda," ucap Arkan sambil menahan tawa.

Sementara Diana sudah terkikik. "Ibu juga baru tau kemarin kalau Dara namain motornya Kuda. Anak itu memang sedikit aneh. Padahal Ibu sama pak Gavin berharap Dara tumbuh jadi gadis baik dan pintar tapi sekarang melihatnya masih mau sekolah pun, kami sudah bersyukur."

"Dara itu istimewa, Bu," ucap Arkan sembari tersenyum kecil.

"Istimewa bagaimana?" Diana tidak mengerti kenapa Arkan mengucapkan kata itu.

"Dia tumbuh sesuai yang dia inginkan. Dan dia membawa energi positif untuk orang-orang sekitarnya," jelas Arkan. "Bahkan untuk Luna."

Mendengar itu, senyum diwajah Diana terukir. "Luna sepertinya menyukai Dara. Dan Dara pun mulai menyukai Luna. Padahal Dara itu paling gak suka dekat anak-anak. Dara bilang mereka berisik kalau sudah merengek. Padahal dia lebih berisik dari anak-anak kalau merengek pada ayahnya."

Hallo, Pak Duda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang