16.

140 6 0
                                    

Suasana sudah lebih aman. Arkan berhasil menghadang Diana yang hendak menyerang putrinya. Kinii, semua duduk diposisi semula. Sambil mengatur napas masing-masing.

"Maafkan Ibu nak Arkan, ibu kelepasan tadi," ucap Diana setelah meminum segelas air putih. Karena lelah sudah teriak-teriak.

"Gapapa, Bu. Saya paham." Arkan tersenyum. Lantas menoleh pada Dara yang belum berhenti menangis. "Saya punya solusi. Karena Dara sepertinya tidak ingin melibatkan Ibu untuk kesalahan yang dia lakukan."

Dara spontan berhenti menangis. "Solusi?"

Arkan mengangguk.

"Solusi seperti apa, Arkan?" Diana penasaran.

"Saya akan membuat Dara berhutang pada saya."

Diana dan Dara terdiam. Sedikit bingung.

"Bu Diana gak perlu membayar ganti rugi sepeserpun. Karena Dara yang harus membayarnya. Dia harus bisa masuk kuliah dan diterima bekerja di perusahaan yang bagus. Saat itu juga saya akan menerima ganti rugi dari Dara."

Diana mengernyit. "Kamu serius Nak?"

"Tentu."

"SAYA JANJI!! SAYA AKAN MASUK KE PERUSAHAAN BAGUS DAN LUNASI HUTANG SAYA!!"

Arkan mengusap kuping kirinya. "Iya, Ra. Bagus."

"Ibu gak enak sama kamu kalau begini." Diana mengusap tengkuk.

"Kalau gituu, apa boleh saya makan masakan Ibu setiap hari?" tanya Arkan dengan suara pelan.

Senyum Diana mengembang. "Kenapa gak boleh? Boleh banget dong! Ibu pasti bakal masakin kamu tiap hari."

Dara menatap sinis Arkan dari samping. "Bilang aja pengen makan gratis."

Arkan mengabaikan gumamam Dara. "Masakan Ibu selalu mengingatkan saya pada ibu saya."

"Ohh yaa? Kenapa gak bilang dari kemarin. Pasti ibu bakal kirim masakan Ibu lebih sering."

Arkan mengusap tengkuk. "Kalau dititip ke Dara, kadang dia juga ikut makan jadi saya sedikit kurang kenyang."

Diana melotot ke arah Dara. "Dara, kamu ini ya! Kayak gak dikasih makan aja."

Dara menunduk. "Pak Arkan yang nawarin."

"Ya kamu inisiatif dong. Buat apa ikutan makan."

"Udah Bu, Udah. Saya hanya bercanda." Arkan pun terkekeh. "Kalau begitu saya pamit pulang dulu, Bu. Sebentar lagi adzan magrib."

"Iya, Nak. Sekali lagi terimakasih sudah memberi ibu dan Dara keringanan. Nanti malam Ibu titipkan masakan ibu ke Dara."

Arkan mengangguk. Lantas bangkit berdiri.

"Dara! Bilang makasih!"

Dara mengangguk. "Sama-sama."

"DARA!"

Arkan menahan tawa. Dara segera bangkit. "Terimakasih banyak pak Arkan. Hati-hati di jalan."

Arkan tersenyum. "Iya, Dara. Susut ingus kamu." Lalu melenggos pergi setelah berbisik demikian.

.....

Dara duduk di kasur setelah selesai berganti pakaian tidur. Ia langsung menyambar ponsel bermerek Nokia yang dibelikan Ayahnya tahun lalu sebagai hadiah ulang tahun.

Dara mendial nomor Gavin. Tak berapa lama suara sang ayah terdengar.

"Assalamualaikum, Dara. Ada apa?"

"Waalaikumsalam, ayah. Ayah Dara mau nanya."

"Nanya apa malam-malam begini? Jangan jangan kamu bikin ibu kamu marah lagi?"

Dara cemberut. "Gimana caranya Dara bisa dapetin uang yang banyak sambil sekolah?"

Disebrang, Gavin mengernyit kening. "Kenapa kamu nanya begitu? Kamu gak dikasih uang jajan sama Ibu kamu?"

"Emmm, Dara cuma mau belajar punya penghasilan sendiri."

"Fokus saja belajar, Dara. Jangan berpikir tentang uang dulu."

"Tapi ayah...."

"Ra, kalau kamu mau punya uang jajan lebih. Berbakti sama ibu kamu. Nurut apa kata dia. Pasti nanti kamu dapat uang jajan lebih tanpa diminta."

"Gak mau. Dara maunya dapat uang dari oranglain."

"Yasudahh. Ayah kasih solusi. Kalau kamu liat oranglain butuh pertolongan. Bantu sama kamu, Ra. Tapi, jangan pernah minta imbalan. Ingat ya. Jangan pernah minta imbalan. Tapi kalau kamu di kasih dan dipaksa menerima, maka terima saja."

Mata Dara langsung berbinar. Akhirnya, ada jalan keluar. "Oke, Ayah. Siap!"

"Tapi kalau kamu membantu seseorang bukan karena untuk dapatkan imbalan. Itu jauh lebih baik."  Dalam hati, Gavin berharap solusi ini dapat membuat perilaku putrinya jadi lebih baik.

"Iya, Ayah. Dara paham."

"Ya sudah. Sekarang tidur. Besok sekolah."

"Iyaaa. Bye bye father."

Gavin tertawa. "Bye bye, Ra. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Dara menutup panggilan. Lalu merebahkan tubuhnya ke atas kasur. "Pkoknya mulai besok gue harus nyari lebih banyak uang supaya gue bisa nyicil hutang gue ke pak Arkan."
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Nextt?

Hallo, Pak Duda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang