Tapi realitanya masih terasa manis, meski agak sedikit sakit.
Sepulangnya Angel dari gedung pameran bersama Difa dan mama Windy, ia langsung merebahkan dirinya ke sofa ruang tv. Angel melihat-lihat lagi hasil potretnya, juga beberapa potret dirinya bersama Difa yang diambilkan oleh mama Windy. Ia refleks tersenyum melihat senyum Difa yang begitu manis.
"Duh, senyum-senyum mulu si adek dari tadi. Kenapa-kenapa? Ada cerita apa nih?" ujar Sagara yang kebetulan lewat.
"Hm? Kepo" jawab Angel.
"Dih, dibaikin juga lu" ujar Sagara menjitak kepala Angel.
"Ah elah, sakit anjir" Angel mengelus kepalanya.
"Liat" Sagara merebut kamera yang ada digenggaman Angel.
"Ih lu mah kasar banget si" ujar Angel.
"Lu nya aja yang dibaikin ga baik-baik"
"Berisik ah"
"Wihh, abis foto-foto sama calon ayang ya?"
"Ih pede, ih tapi dia muslim.." ujar Angel sedih.
"Terus?"
"Beda agama lah goblok" ujar Angel.
"Oh iya ya. Tapi gapapa, jodoh gaada yang tau Ngel.." ujar Sagara.
'Jangan bikin gue ngarep deh"
"Jadi, lo beneran suka?" Sagara duduk disamping Angel.
"Gue suka tiap kali dia adzan di mesjid, suaranya bikin gue tenang.." ujar Angel.
"Waduhh, alamat nih.."
"Apa?"
"Takutnya nanti keluarganya atau dia ga suka kalian deket, jangan terlalu larut yaa sukanya, nanti sakitnya gaada yang bisa ngobatin. Lo tau perbedaannya, lo tau apa masalahnya, jadi jangan dibawa terlalu larut. Oke?"
"Iya kak Angel paham.." ujar Angel.
"Good girl, mau ikut kakak ngga nanti sore?" tanya Sagara.
"Kemana?"
"Ke Senayan, lo pengin kesana katanya?"
"Boleh boleh" ujar Angel dengan mata berbinar.
"Oke deh, sekitar jam 4-an yaa.."
"Oke, Angel mau ke kamar dulu.."
"Yaudah sana.."
♪
"Allahu akbar allahu akbar"
Suara adzan dzuhur sudah terdengar kembali. Angel yang tadinya rebahan di kasurnya langsung bangkit dan duduk di samping jendela. Ia ingin memperhatikan ketampanan Difa dan mendengar suara merdunya.
Yeah, Angel akui Difa tampan. Dia manis, Angel suka. Kecuali sikap yang sudah ditunjukkan kepada Angel setengah hari ini. Tapi, meskipun Angel sudah dibuat jengkel berulang kali, Angel tetap suka. Apapun, about Difa Angel suka.
Angel terus memperhatikan Difa dari balik kaca masjid. Angel sadar, dindingnya terlalu tinggi untuk digapai. Tapi, apa salahnya mengagumi meskipun beda kepercayaan.
Angel benci ketika dirinya sadar bahwa apa yang ia inginkan tidak bisa digapai bagaimanapun usahanya. Terlalu naif untuk Angel jika ia terpuruk akan hal ini. Angel lalu menyadarkan dirinya lagi untuk memfokuskan dirinya pada pendidikan, dan ia hiraukan akan masalah hatinya.
"Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada hambanya kecuali ia mampu melewatinya"
Angel yakin bahwa ia mampu mengendalikan perasaannya dan mengikuti sebagaimana agama mengajarkannya. Angel tahu batasannya.