🌱Bab 11

62.3K 2.6K 50
                                    

Happy Reading!

"Lo nggak marah lagi, kan?"Tanya Hana hati-hati. Pasalnya sejak mereka tiba di rumah kemarin, Rea tidak mau bicara dengannya.

"Gue nggak marah kok, cuma kesal dikit." sahut Rea jutek.

Hana terkekeh. "Tapi setelah ini pasti lo nggak akan kesal lagi." ucap Hana membuat Rea berbalik dan menatap sahabatnya itu.

"Lo mutusin untuk tolak lamaran itu?" tanya Rea cepat.

Hana menggeleng. "Untuk yang itu gue belum putusin sih. Tapi__"

"Ck!"decak Rea membuat Hana dengan cepat merangkul sahabatnya itu.

"Lo yakin mau ngambek di sini? Padahal di luar ada kakek sama nenek lo." beritahu Hana membuat Rea melotot.

"Kakek sama nenek gue?" tanya Rea kaget.

Hana mengangguk. "Mereka pasti kangen banget sama lo, iy__"

"Nggak Han, enggak. Mereka nggak mungkin kangen sama gue." bantah Rea cepat lalu berlari mengambil dompet dan ponsel miliknya.

"Lo mau ke mana, Rea?" tanya Hana bingung.

"Gue mau ke luar, Han. Pokoknya kalau kakek sana nenek gue udah pergi, lo telpon gue ya." ucap Rea lalu segera keluar dari kamar.

Hana berniat mengejar namun malah semakin dibuat bingung karena Rea malah pergi lewat tangga belakang.

"Sebenarnya ada apa, sih? Kok Rea kelihatan takut." gumam Hana lalu berbalik dan berniat menuju ruang tamu.

Brakk

Langkah Hana yang ingin menuruni tangga langsung terhenti. Sepertinya ada sesuatu yang jatuh dan pecah.

"Ini yang mama khawatirin, Andrew. Karena anak itu, kamu jadi tidak mau menikah. Padahal mama sudah memilih jodoh yang baik untuk kamu."

"Andrew sudah bilang agar mama tidak perlu ikut campur. Masalah pernikahan, biar Andrew yang urus."

"Kapan? Kamu sudah tiga puluh lima tahun dan masih belum menikah."

"Secepatnya."

"Secepatnya itu kapan, Andrew? Mama malu setiap kali ngumpul sama teman arisan. Anak mereka yang seumuran kamu bahkan sudah punya tiga anak."

"Kenapa mama harus peduli? Lagipul__"

Bukk

Hana melotot lalu segera mengambil ponselnya yang jatuh.

"Siapa dia?"

Hana mendongak lalu perlahan menuruni tangga. Merasa sedikit malu karena ketahuan menguping. Tapi jika ia langsung pergi bukankah sangat tidak sopan.

"Saya Hana, oma. Sahabat Rea." ucap Hana memperkenalkan diri.

"Heh beban kedua ternyata."

"Mah." tegur Andrew.

"Apa? Anak itu saja sudah beban. Sekarang ada sahabatnya juga."

Andrew melangkah mendekati Hana lalu merangkul pinggang gadis itu. "Dia bukan hanya sahabat Rea. Tapi juga calon istri Andrew."

"Hah?" Hana melotot kaget. Calon istri?

"Jangan bercanda!"

"Andrew tidak bercanda, mah. Andrew dan Hana akan menikah secepatnya."

Hana langsung menggeleng. "Tid__" perkataan Hana terhenti karena Andrew membekap mulut gadis itu.

"Baiklah. Kalau begitu buktikan!"

Andrew menatap papanya. Pria tua itu sedari tadi hanya diam dan sekali bicara langsung menantangnya.

"Tentu saja." sahut Andrew penuh keyakinan.

Setelah nenek dan kakek Rea pergi. Hana segera mendekati om Andrew dan meminta penjelasan.

"Saya juga terpaksa, Hana. Tidak ada pilihan lain lagi." ucap Andrew.

"Apa maksud om dengan tidak punya pilihan lain lagi. Apa om tahu kalau perkataan om tadi membuat kita berdua dalam masalah besar." ucap Hana kesal.

"Saya tahu." sahut Andrew santai.

Hana melotot. Bagaimana bisa pria dewasa itu bisa sesantai ini.

"Lalu bagaimana?"

"Kita akan menikah."

Hana langsung dibuat tidak bisa bicara lagi. "Om gila?" jerit Hana kencang.

Andrew menghela napas lalu menarik lengan Hana untuk duduk bersamanya.

"Sebenarnya__ Rea bukan putri kandung saya." ucap Andrew membuat Hana melotot.

"Lalu__"

"Ceritanya panjang, Hana. Tapi yang harus kamu tahu adalah, saya mengambil tanggungjawab untuk merawat Rea. Saya membesarkannya sendiri dan menolak pernikahan."

Hana diam sesaat, berusaha mencerna apa yang terjadi. "Tapi kenapa om harus menolak pernikahan? Bukankah om bisa menikah dan juga membesarkan Rea."

Andrew mengangguk. "Kamu benar. Karena itu saya telah beberapa kali berkencan. Tapi apa kamu tahu, Hana. Mereka semua mungkin bisa menjadi istri saya tapi tidak untuk menjadi ibu bagi Rea." jelas Andrew membuat Hana mengangguk. Sedikit banyak ia mengerti apa yang dikatakan oleh om Andrew.

"Lalu__ sekarang bagaimana?" tanya Hana pelan.

Andrew menggenggam tangan Hana. "Ini memalukan, Hana. Tapi saya ingin kita menikah. Bukan hanya menjadi istri untuk saya tapi juga ibu untuk Rea." ucap Andrew membuat Hana diam. Ia seperti lupa cara bernapas dan otaknya mendadak tidak bisa berpikir.

"Tapi om__"

"Kamu bisa memikirkannya dulu." ucap Andrew lalu melangkah pergi. Sedang Hana hanya diam. Jujur saja ini terlalu mengejutkan dan membingungkan.

-Bersambung-

Ayah SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang