🌱Bab 23

58K 2.5K 82
                                    

Happy Reading!

Hana hanya bisa cengo melihat apa yang terjadi di depannya. Kaki dan tangannya bahkan gemetar selama perjalanan. Ia bahkan tak bisa tidur tadi malam, sarapan pun hanya segelas susu karena mengkhawatir sesuatu yang tidak terjadi.

Pasalnya saat mereka tiba di rumah orang tuanya. Om Andrew justru disambut dengan baik. Mereka kini bahkan berbincang seolah sangat akrab. Bahkan Rea terlihat tidak terusik sedikitpun, anak itu kini sedang fokus makan kue.

"Hanya tanah kecil. Saya membelinya karena tahu akan berguna. Apalagi Pak Raji dan bu Aisyah sudah lama bertani. Saya yakin tanah ini akan dikelola dengan baik."ucap Andrew sembari memperlihatkan beberapa surat tanah yang sengaja ia beli beberapa waktu lalu.

"Ya Allah, nak Andrew . Ini bukan tanah kecil. Luas tanah kami sebelumnya saja tidak mencapai seperempatnya."ucap pak Raji. Ia bahkan mengganti panggilan pak menjadi nak.

Andrew tersenyum. Sepertinya apa yang ia rencanakan berhasil.

"Tapi tanah seluas ini, bagaimana kita akan mengolahnya, pak? Tanah kecil saja kita kadang keteteran."tanya bu Aisyah pada suaminya. Ia senang mendapat tanah yang besar namun juga bingung bagaimana cara mengelolanya. Apalagi di kampung, cara bertani masih sangat tradisional.

"Bapak dan ibu tidak perlu khawatir. Saya juga sudah memesan traktor, mesin penanam padi, penyemprot hama, pengalir air dan pemanen padi.  Mungkin sore ini sudah akan tiba di sini."ucap Andrew membuat orang tua Hana tersenyum lebar.

"Om Andrew tidak perlu memberikan semua itu. Lagipula bapak dan ibu pasti akan repot nanti."ucap Hana. Ada rasa tak enak di hatinya.

"Nggak repot kok. Justru bagus. Nanti bapak bisa minta bantuan pemuda di desa kita untuk membatu."ucap Pak Raji membuat Hana melotot.

"Bapak!"tegur Hana dengan suara rendah. Apa orang tuanya tidak malu.

Sedang Andrew hanya mengangguk ke arah Hana. Mengisyaratkan bahwa tidak ada masalah.

Hana hanya bisa menghela napas lalu menunduk.

"Oh ya. Kedatangan nak Andrew ke sini, benarkah untuk melamar Hana?"tanya pak Raji membuat Andrew segera mengangguk. Akhirnya mereka membahas ini juga.

"Tadinya Hana mau saya nikahkan dengan nak Fatih tapi melihat kesungguhan nak Andrew kami merestui jika nak Andrew ingin menikahi putri kami."ucap pak Raji membuat Andrew mengangguk.

"Terima kasih pak Raji dan bu Aisyah. Saya berjanji akan menjaga Hana dan selalu membahagiakannya."ucap Andrew tulus.

Pak Raji mengangguk begitupun bu Aisyah.

"Mengingat Hana masih sekolah, bearti pernikahannya akan dilaksanakan setelah lulus."ucap bu Aisyah membuat Andrew berdehem.

"Saya juga berpikir begitu. Walau sebenarnya lebih cepat lebih baik mengingat Hana sudah tinggal bersama saya."ucap Andrew membuat pak Raji dan bu Aisyah diam.

"Kakek dan nenek tenang saja. Jika daddy macam-macam dengan Hana maka aku akan memukul daddy."ucap Rea membuat Hana dan Andrew menatap ke arahnya.

"Hehe."tawa Rea lalu kembali makan. Sebaiknya dia diam saja.

"Bang Harun nggak pulang buk, bukannya hari ini jadwal bang Harun pulang?"tanya Hana membuat bu Aisyah menghela napas.

"Bos minta abangmu lembur lagi."

"Memang bang Harun kerja apa, Han?"tanya Rea. Sudah lama bersahabat dengan Hana, Rea belum tahu pekerjaan abang sahabatnya itu.

"Kuli bangunan. Ya gitulah. Kadang kalau banyak kerjaan bisa nggak pulang. Kalau nggak ada ya nganggur."jelas Hana membuat Rea mendapat ide.

"Loh kebetulan. Daddy kan punya proyek pembangunan villa. Bagaimana kalau bang Harun jadi mandor saja. Kan pasti sudah pengalaman."ucap Rea memberi ide.

Pak Raji dan bu Aisyah langsung melotot sedang Hana langsung menggeleng menolak ide itu.

"Rea!"tegur Hana. Ia tak mau berhutang banyak pada om Andrew. Tanah dan peralatan bertani saja entah bagaimana Hana membayarnya nanti.

"Bisa saja. Tapi villa itu akan daddy bangun setelah menikah dengan Hana."ucap Andrew membuat Rea mengangguk.

"Yah. Pembangunan villa nya masih lama."ucap Rea seolah kecewa.

"Anak kampung sini, banyak yang putus sekolah karena menikah."ucap pak Raji membuat Hana melotot. Jangan-jangan__

"Tidak perlu putus sekolah. Jika kami menikah sekarang maka saya jamin Hana masih bisa sekolah. Kami akan merahasiakan pernikahan."ucap Andrew membuat Rea mengangguk.

"Betul kek. Apalagi ibu kepala sekolah itu sepupu daddy. Masih anggota keluarga jadi aman lah."timpal Rea membuat pak Raji menatap istrinya.

"Ibu sih terserah Hana, pak."ucap bu Aisyah membuat semua pandangan mengarah ke Hana.

"Sebaiknya jang.." Hana diam. Tiba-tiba saja ia berpikir tentang kejadian malam itu. Bagaimana jika ia hamil? Bukankah akan memalukan jika ia hamil padahal belum menikah.

Baguslah jika tidak hamil. Lalu jika hamil bagaimana? Apalagi setahu Hana anak remaja seperti dirinya sangatlah subur.

"Hana ikut bagaimana baiknya saja."Ucap Hana membuat Andrew tersenyum manis.

'Yey' jerit Rea dalam hati.

-Bersambung-

Ayah SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang