4. Benih Perasaan

211 20 3
                                    

❝Beda 11 tahun harusnya nggak jadi masalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Beda 11 tahun harusnya nggak jadi masalah.❞

🦋

"NYENGIR MULU DOK. Kering ntar giginya."

Arshell yang baru selesai meneliti penyakit pasien bersama Raydan, tersenyum lebar menampakkan deretan giginya. Layaknya ia baru mendapatkan jackpot.

"Saya cuma senang soalnya berhasil tau penyakit apa yang pasien derita," dustanya. Padahal, ia tersenyum karena memikirkan seseorang.

"Udah tua masih aja tukang bohong," cibir sahabatnya.

"Maksudnya apa ya?" Arshell mendadak menunjukkan raut membunuhnya, membuat Raydan ciut.

"Bercanda sih, Dok. Santai aja apa sama saya," balas Raydan dengan tawa kecil di akhir kalimat.

"Muka anda seperti narapidana. Gimana saya bisa santai," Arshell balik mencibir, yang sukses membuat Raydan knockout.

"Narapidana gini idaman gadis-gadis," ia membela dirinya.

"Saya lebih percaya kalau anda idaman Tante-tante."

"Eh sialan! Perlu saya tunjukkin room chat saya? Ada cewek kesayangan Dokter juga loh," Raydan memanas-manasi, yang sukses membuat Arshell menghentikan langkahnya.

"Gak usah ke pd-an anda. Itu pasti semuanya nagih hutang."

Setelah mengatakan hal itu, Arshell dengan santai melenggang dari tempatnya berdiri. Meninggalkan sahabatnya sendirian.

"Kok bisa ya sahabatan sama kulkas berjalan?" batin Raydan bingung.

***

Ruhi tengah duduk di tribun, menatap orang-orang tengah bermain basket di pagi hari sebelum jam masuk kelas.

"Kamu sendirian?"

Sebuah suara muncul. Itu Gara yang baru saja selesai bermain. Ia lantas duduk di sebelah Ruhi dan meneguk air minum.

"Jasmine sama Naomi belum dateng," balas Ruhi.

"Ohhh. Omong-omong kamu ke sini mau nonton basket?" Gara berbasa-basi yang malah membuatnya terdengar retoris.

Jelas Ruhi ingin menonton basket. Masa ia datang buat menonton acara masak?

"Kebetulan bosen. Makanya ke sini," kata Ruhi.

"Tumben. Biasanya baca buku di kelas," Gara terkekeh pelan. Ruhi pun menaikan alisnya.

Dear, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang