13. Apa yang Kamu Sembunyikan?

184 9 0
                                    

❝Ayang, nih udah aku bawain martabaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Ayang, nih udah aku bawain martabaknya.❞

🦋

GARA MEMATIKAN PANGGILAN teleponnya seraya mendesis sebal. Rasa kesalnya semakin bertambah ketika ia melihat notifikasi pesan yang baru masuk ke ponselnya. Mencoba tak peduli, ia memasukkan ponselnya ke kantong dan keluar dari kamar hotel.

Di luar, Jasmine, Naomi, Zehan, Sakha dan Ashva sudah menunggunya.

"Lama banget, Kapten," sinis Zehan.

"Biasa si Ibu Suri, ngatur mulu kerjaannya," balas Gara.

"Ya udah ayo berangkat," ajak Sakha.

"Gue nyetir ya Gar," pinta Ashva.

"Siap," Gara melemparkan kunci mobilnya pada pacar Naomi tersebut.

"Nanti jadi beli buah?" tanya Jasmine pada Naomi. Mendengar itu, Naomi menatap ke arah Ashva.

"Oh iya, sayang nanti mampir ke toko buah dulu ya," ucap Naomi ke Ashva.

"Siap, sayang."

Keenamnya lantas berjalan ke lobby untuk mengambil mobil Gara. Mereka akan menjenguk Ruhi di rumah sakit saat ini.

***

Madha mengeratkan pegangannya pada stylus pen yang tengah ia pegang. Sekarang dirinya hampir sampai kembali ke Jakarta setelah menjenguk putri satu-satunya itu.

Padahal ia sudah sangat senang ketika Ruhi memeluk dan memanggilnya 'Ayah'. Tapi setelah itu, Lyra malah menyuruhnya berpura-pura tak ada yang terjadi.

"Aku sebrengsek itu ya?" tanya Madha pada Sekretarisnya yang ada di kursi sebelah Sopir.

Prama, sang sekretaris melirik Madha melalui kaca spion tengah mobil. Ia pun menghela napasnya, "Sebagai Sekretaris, saya rasa tak ada hak untuk berkomentar mengenai Tuan."

"Jujur saja," titah Madha.

"Iya, anda sebrengsek itu pada Nona Lyra," jawab Prama jujur, membuat Sopir di sebelahnya kaget.

"Aku harus apa agar dia mau menerimaku?" Madha meletakkan iPad berserta stylus pen miliknya ke kursi mobil. Ia memijat kepalanya frustasi.

"Melihat dari sisi Nona Lyra, tampaknya sulit untuk menerima anda kembali. Jika ia melakukannya, mungkin bisa dibilang itu keajaiban," skak Prama.

"Apa tak ada cara?"

"Berserah diri."

"Yang aku maksud cara yang dapat aku lakukan. Bukan hanya menunggu seperti itu."

"Maka lebih baik Tuan menyerah."

Mendengar Sekretarisnya, Madha lantas mendecih malas.

***

Dear, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang