Prolog

371 25 3
                                    

❝Kalau dia terus melewati batas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Kalau dia terus melewati batas. Aku yang nggak aman.❞

🦋

"KEMBALIKAN MAINANKU!"

Gadis kecil itu berteriak dengan derai air mata di wajah mungilnya. Entah bagaimana anak itu bisa mendapat perlakuan tak mengenakan dari teman sebayanya.

"Kamu tak punya Ayah. Mama bilang kamu tak bisa bermain bersama kami!'

"Benar. Katanya kamu anak di luar nikah yang tak seharusnya ada di lingkungan ini."

Cibiran dari bocah di hadapannya membuat gadis itu menangis semakin kencang.

"Dasar cengeng!" cibir salah satu bocah.

"Lihat ini, bonekanya saja sudah sobek-sobek begini," bocah lainnya pun mengoyak boneka milik gadis itu bersama temannya. Sampai sobek.

"Tidak! Itu pemberian Bunda!" teriaknya, berusaha merebut boneka yang sudah terkoyak tersebut.

"Apa Bundamu miskin sampai tak bisa membelikan boneka yang bagus?"

"Dia kan tak punya Ayah. Jelas dia miskin. Kata Mama, seorang Ayah bertugas mencari uang. Dia kan tanpa Ayah, siapa yang mencari uang di keluarganya?"

Gadis kecil itu semakin menangis mendengarnya. Ibunya memiliki banyak uang, karena Ibunya seorang Dokter. Tapi, boneka yang dikoyak oleh bocah itu adalah boneka yang sudah ia mainkan sejak bayi. Wajar jika sudah jelek.

"Lihat itu, dia makin menangis!"

"Sayangnya ia tak punya Ayah untuk menenang—Akh!"

Ucapan bocah itu terpotong ketika merasakan sentilan di dahinya. Bocah yang sedari tadi hanya bisa mencibir itu, langsung mengeluarkan air matanya, "Mama! Sakittt!" teriaknya. Boneka di tangannya, sudah direbut oleh orang yang menyentilnya.

"Lihat, siapa yang cengeng sekarang."

Lelaki 18 tahun itu tersenyum sinis ketika bocah yang ia sentil menangis. Arshell, nama lelaki tersebut. Ia adalah Mahasiswa Kedokteran di Kampus ternama.

"Sekarang, pergilah ke rumah kalian masing-masing, sebelum aku menyentil kalian semua," ancamnya, membuat para bocah berhamburan pergi.

Kecuali gadis 7 tahun dengan rambut ekor kuda itu, Ruhi. Matanya menatap boneka yang dipegang Arshell dengan sendu.

"Bocah, kau baik-baik saja?" tanya Arshell. Yang dibalas dengan anggukan lemah.

Arshell lantas menatap boneka di tangannya yang sudah koyak. Memang bocah-bocah sialan, bisa-bisanya mereka merusak barang orang.

"Aku bisa menjahit. Mau aku betulkan?" tawar Arshell

Ruhi mendongak ke arah lelaki yang terpaut 11 tahun darinya itu. Matanya lantas menjadi berbinar, "Kakak bisa menjahit?"

"Lumayan," jawabnya. Ia memang tak ahli, tapi ia belajar beberapa kali, sebagai latihan sebelum menjahit di kulit asli, "Jadi, kau mau?"

"Iya!" balas Ruhi berbinar.

"Baiklah, di mana rumahmu?"

"Di sana," tunjuk Ruhi pada rumah dua lantai yang tampak sunyi. Rumahnya.

"Ketika bonekamu sudah aku betulkan, aku akan mengantarnya ke rumahmu," ucap Arshell yang dibalas senyuman dari Ruhi.

"Terima kasih, Kak."

***

10 tahun setelahnya

"Dokter Arshell!"

Gadis dengan seragam SMA tersebut berlari di koridor rumah sakit yang cukup sepi. Senyuman di wajahnya begitu lebar sehingga orang yang melihatnya bisa ikut tersenyum.

"Apa?" Arshell, yang sekarang sudah menjadi seorang Dokter Spesialis Bedah Umum ternama itu membalas dengan dingin.

"Aku akhirnya bisa membuat makanan Prancis. Ini, bekal untuk Kakak," ucap gadis itu, Ruhi yang sekarang tumbuh dengan cantik sebagai gadis SMA.

"Bukankah sudah aku bilang kau tak perlu melakukan ini?" kata Arshell, menghela napas. Namun, ia menerima bekal itu juga.

"Aku hanya suka melakukannya," balas Ruhi.

"Lain kali jangan bawakan aku bekal lagi," ucap Arshell. Risih.

Ruhi hanya diam, membuat Arshell mengernyitkan dahinya.

"Kamu paham, Ruhi?"

"Tak janji," setelah mengatakan itu, Ruhi berbalik, menjauh dari Arshell sebelum pria itu kembali membuka mulut.

"Dasar bocah," cibir Arshell.

Pria itu pun pergi ke ruangan yang dikhususkan untuknya, melihat makanan yang Ruhi buat.

Sebelum itu, matanya tertuju oleh sticky note yang tertempel di kotak bekal.

Aku buat ini dengan penuh cinta, semoga Dokter suka! ♡♡♡
- Ruhi

Melihatnya membuat Arshell menggeleng-geleng. Ia tak ingat kapan pastinya, tapi ketika Ruhi memasuki usia puber, gadis itu selalu menyatakan perasaan padanya.

Yang selalu berakhir di tolak. Karena alasan perbedaan umur.

"Yah walau merepotkan, ia bisa memasak," ucap Arshell, setelah mencicipi makanan buatan Ruhi.

Arshell bukannya membenci Ruhi, sampai ia meminta Ruhi berhenti membawakannya bekal. Karena sebenarnya, ia suka apa pun yang Ruhi buat.

Tapi lebih tepatnya, ia mencoba mengontrol dirinya sendiri. Jika Ruhi terus-terusan mengejarnya,

Bisa-bisa Arshell juga menyukainya.

Dear, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang