23. Twenty three

58.3K 5.8K 3.6K
                                    

Happy reading 🤍

****

Drystan mendapat kabar bahwa Vander sudah sadar, lantas ia langsung ke sana untuk menggali informasi. Untung saja ruangan itu sepi.

Wajah Vander dilapisi perban. Drystan juga bisa melihat badannya lebam-lebam.

"Gue ke sini mau cari tau siapa pelakunya. Sebagai perwakilan sekolah." Drystan langsung menjelaskan, karena ia melihat Vander ketakutan. "Gue harap lo jawab sejujurnya."

Vander mengangguk lemah.

"Pelaku pake slayer di muka. Asing, gue nggak pernah liat sebelumnya...." Vander mencoba mengingat-ingat, tapi kepalanya langsung pening.

Drystan tercenung. Berarti pelaku itu sudah menyiapkan segalanya dengan baik. "Itu doang yang lo inget?"

"Pake cincin di jari tengah, perak, ada lambang naga."

Drystan tercengang. Di Altair hanya satu orang yang memakai cincin seperti itu, yaitu Andrew Calzeylions.

Drystan berpikir sejenak. Apakah mungkin Andrew pelakunya? Tapi sepertinya Andrew tak mungkin seceroboh itu. Apalagi dia sekarang sedang sibuk balas dendam.

Pintu ruangan dibuka tiba-tiba membuat lamunannya buyar.

Ekspresi Drystan langsung datar, lain dengan Vander yang tersenyum. Crystal berdiri di ambang pintu sambil membawa buah dengan raut kaget. Mulut mungil cewek itu terngaga. Matanya mengerjap polos membuat kedua laki-laki yang sedang memperhatikan merasa gemas bukan main.

"Hehe." Crystal menyengir canggung.

"Masuk, Tal." Vander menyuruh dengan suara lirih.

"Keluar, Tal." Drystan menyuruh sebaliknya.

Crystal masih mematung di tempat, sembari keberatan membawa keranjang buah-buahan di pelukannya. Ia bingung harus menuruti yang mana.

"Pulang, Cil. Masih bocah malem-malem nyasar di sini," sarkas Drystan. Bukan tanpa alasan, Drystan menyindir karena melihat tampilan Crystal yang seperti bocah. Memakai piyama bergambar beruang pink.

Crystal cemberut. "Ish!" Begitu tahu Vander sadar, Crystal langsung buru-buru ke rumah sakit, tak sadar jika mengenakan piyama. Sadar-sadar waktu sudah di rumah sakit, ya sudah, mau balik juga menyita waktu 'kan?

Crystal menghentakkan kakinya lalu menghampiri ranjang Vander. Ia meletakkan keranjang buah-buahan itu di meja. Pergerakannya menjadi pusat perhatian kedua laki-laki itu.

"Gimana? Udah enakan?" tanya Crystal perhatian.

Vander mengangguk. "Puji Tuhan, udah."

"Ekhem." Drystan pura-pura berdeham, direspon lirikan sinis oleh Crystal.

"Udah makan?" tanya Crystal lagi.

Vander menggeleng lemah.

"Ekhemmmmm...." Kali ini dehaman Drystan lebih panjang, tetapi Crystal tak menghiraukannya.

"Mau makan apa? Biar gue cariin?" tawar Crystal. Dulu setiap dia sakit Vander selalu sigap melakukan hal ini.

"Makan lo kali," sahut Drystan sinis.

Crystal memelototi Drystan lalu mengacungkan jari tengahnya berani. Bukannya takut, Drystan malah tertawa. Jari lentik yang dihiasi nails art pink itu tampak cute di matanya.

"Kok ketawa, sih?" Crystal merasa tersinggung.

"Bukannya takut malah gemes ngeliat ekspresinya," jawab Vander mewakili Drystan juga.

Drystan : Sweet But Fierce!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang