36. Tiga puluh enam

36.1K 3.3K 1.5K
                                    

Hi.

Aku up lagi. Terima kasih banyak yang masih mendukung cerita ini huhu, nyempatin vote dan komen juga. Maafin aku ya kalo banyak salah dan kurangnya.

Tandain typo ya tolong, aku ga revisi lg soalnya keburu malem

Enjoy, ya.

Happy reading ♥️

***

"Ini kok ada cap lipstik bibir cewek di leher kamu?" tanya Grace heran, membuat Drystan kicep seraya mengumpat dalam hati. Lain dengan Gilgey yang malah tersenyum meledek, seakan puas melihat Drystan yang personal brandingnya alim ini ketahuan basah dengan bukti nyata.

"Hah?" Drystan berakting pura-pura kaget lalu mengusap bagian lehernya memastikan. "Iya kah ndaa?" tanyanya, pura-pura tak percaya. Kemudian melihat telapak tangannya ada noda pink, benar ternyata, terdapat bekas lipstik Crystal di sana. Ia ingat betul saat Crystal memeluknya kencang, menelusupkan wajahnya ke ceruk leher, meninggalkan satu kecupan lembut di sana.

"Iya!" seru Grace, yakin bahwa itu bekas lipstik. Soalnya dia sering membuat Gilgey begitu, jadi tahu.

"Kamu makan cupcake apa makan orang, sih, sebenernya?!" Raut Grace benar-benar khawatir, putra alimnya ini ternodai.

Wajah Drystan kian memerah sampai telinga, salah tingkah bukan main. Makan cupcake dan makan orang, dua hal itu memang kesenangannya. Tapi saat disebutkan secara langsung, entah kenapa ... ia merasa malu?

"Dua-duanya mungkin," kompor Gilgey diberi delikan sinis oleh Grace. Gilgey hanya menaikkan satu alisnya, kenapa jadi dia yang terkena marah? Padahal Drystan yang berulah.

"Baby boy nya bunda!" panggil Grace serius seraya menangkup pipi Drystan layaknya bayi. Tatapannya menajam, siap mengintrogasi putranya.

Drystan mengeluarkan jurus andalannya agar sang bunda luluh, yaitu mengeluarkan puppy eyes. "Hm?"

Grace mengerjapkan matanya polos. Menggemaskan sekali. Sudah lama ia tak melihat ini.

"No, no! Jangan goda bunda, ya!" Grace menggeleng tegas, berusaha tidak luluh. "Jujur sama Ndaa, itu bekas lipstik siapa?!"

Drystan berkedip lamban, menelan salivanya sendiri gugup, berat rasanya kalau berbohong dengan bundanya. Sedangkan, ayahnya itu malah menyaksikan dengan bibir yang berkedut seperti menahan tawanya.

Drystan menggeleng cepat. "Nggak tau."

"Itu lipstik cewek, dan dia nyium kamu? Apa kamu nggak ngerasain?" tanya Grace lembut.

Drystan menggeleng lagi, berbohong. Padahal, sumpah demi apapun rasa itu bahkan masih ada. Drystan masih berbunga-bunga jika mengingatnya.

"Kamu jangan-jangan kena pecel lele?!" sentak Grace marah. Dia percaya betul putranya tidak akan melakukan hal semacam itu.

"Pecel lele?" Drystan mengernyit heran.

"PELECEHAN MASKUDNYA!" Iya kan? Itu lebih masuk akal. Berhubung Drystan itu baik, sholeh, dan tidak neko-neko, ia lebih percaya asumsi ini.

Drystan menggeleng lagi, "nggak, Ndaa."

"Punya mulut kan? Jelaskan secara rinci." Gilgey menyahut. "Jangan buat bundamu bingung, Drystan."

Drystan menghela napasnya berat. Menatap Grace hangat, lalu mengusap lembut tangan bundanya yang sedang menangkup pipinya.

"Tadi Drys main ke markas Andrew, terus Calista meluk leher, paling lipstiknya nempel."

Drystan : Sweet But Fierce!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang