28. Dua 8

28.8K 3.2K 1K
                                    

Hallo.

Pada masih inget aku gk?😔 Maafin yh####

P, aku datang update setelah ngilang  1 hari💥

Happy reading!!!🤍

T____T

💥

****

"Diapain?" tanya Gilgey ketika putranya pulang. Sedikit was-was karena Drystan dipanggil oleh ayahnya.

Ekspresi Drystan tampak lelah membuat Gilgey sedikit iba. Kalau istrinya tahu, bisa habis ia nanti disuruh tidur di luar.

"Biasalah." Drystan menghela napasnya berat seraya menggulung lengan kemejanya sampai siku.

Gilgey mengernyit heran, karena rasanya jawaban itu belum membuatnya puas. "Main tembak-tembakan?"

"Yash. Hampir," jawab Drystan santai sembari menyugar rambutnya dengan jari-jari. Ia duduk di sofa, melirik ke segala penjuru untuk mencari bundanya. Perempuan istimewanya itu selalu menjadi obat penawar atas segala rasa lelah.

"Ndaa mana?"

"Nonton drakor."

Drystan manggut-manggut, tak berniat menghampiri karena tahu bundanya sedang bersenang-senang. Drystan lalu membasahi bibir bawahnya yang terasa kering, sambil pikirannya masih stuck ke kejadian tadi. Ia takut kalau Marchel nekat mengancam kehidupannya.

"Ada yang luka?"

Drystan menggeleng.

"Bagus. Kamu pulang dengan luka, bakal saya tambahin," balas Gilgey sadis.

"Oke."

Drystan menjawabnya dengan santai. Lagian sejak dulu ia sudah diajari untuk bersahabat dengan luka. Entah harus sedih atau bersyukur, karena semenjak masa pengasingannya di Melbourne, ia menjadi pribadi yang bisa bela diri, bisa memanipulasi, dan keahlian lainnya.

"Pa—"

"Kenapa?" sambar Gilgey. "Wanitamu terancam?" tebaknya langsung melihat kegelisahan putranya.

Drystan menaikkan satu alisnya, menatap ayahnya serius. Drystan menebak, ayahnya sudah lebih dulu pernah merasakan ini.

"Lelaki bukan?" tanya Gilgey sarkas. "Kalau iya, maka jagalah si cupcake itu."

"Drys merasa itu cuman gertakan," ungkap Drystan menilai. "Kita tahu batasan masing-masing."

Singkatnya, Drystan tahu kartu AS Opanya. Banyak rahasia kelemahan tentang Marchel yang ia simpan rapi. Mereka tahu kemampuan dan tingkat bahaya masing-masing jika menyerang.

"Jangan jadi brengsek Drystan," peringat Gilgey kemudian berlalu pergi.

Drystan memijat pelipisnya pening. "Udah terlanjur," lirihnya miris.

****

Crystal berjalan di koridor sekolah sembari bermain ponsel, juga mendengarkan musik dari Taylor Swift. Sesekali ia bersenandung ceria sambil menyapa teman-temannya dengan senyuman manis.

Terlalu asyik sampai tidak melihat sekitar, ponselnya sudah raib berpindah tangan karena Drystan tiba-tiba merebutnya.

"ISH!" sentak Crystal berusaha merebut ponsel itu lagi, tapi Drystan malah mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Crystal berdecak malas, menampilkan ekspresi cemberut, membuat Drystan tersenyum tipis.

"Makanya tinggi." Drystan menunduk, menatap intens Crystal yang hanya sedadanya.

Drystan : Sweet But Fierce!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang