Setelah pulang sekolah, Ara menceritakannya kepada May sambil berjalan menuju parkiran. "Jadi ternyata anak baru itu garis keturunan kyai May..."
Belum sampai selesai bicara, May menyela pembicaraan Ara
"What? Keturunan kyai? Gus dong panggilannya? Udah ganteng, manis senyumnya, anak kyai lagi masya allah banget. Eh terus kalo anak kyai masalahnya apa dong?""Mangkanya kalo orang belum selesai bicara itu jangan main potong aja, jadi masalahnya, sikap dia itu nggak mencerminkan kalo dia itu anak kyai, jadi pak bagas, bu dina, sama orang tuanya tadi ngasih amanah aku supaya aku bimbing gus Naufal itu biar sikapnya tetep terjaga sesuai agama, katanya pak bagas sih orang tuanya pengen ada temen yang agamis gitu, jadi bu dina milih aku karna katanya dilihat dikelas cuma aku anak yang agamis" cetus Ara panjang lebar.
"Woah keren banget ra, kamu udah bisa ketemu orang tuanya itu, eh tapi tunggu, kenapa gus Naufal itu nggak dititipin dipesantren kan agamanya jauh lebih banyak daripada sekolah umum, malahan dia dari pesantren pindah kesekolah umum kan jadi aneh ya" bingung May.
"Itu dia May, aku juga bingung tapi ya udahlah ya itu kan urusan orang lain bukan urusan kita, eh jangan bilang kamu kepo berat terus mau cari tau?!" Cetus Ara dengan mata sinis.
"Hehe ya emang iya sih sebenernya mau cari tahu, tapi kayaknya yang keturunan kyai ini emang sulit sih untuk dicari tahu karna kan privasinya tinggi, jadi nggak usahlah untuk kali ini May menahan hasrat kepo May padahal udah 90 persen keponya" sahut May.
"Nah gitu dong, sekali-kali ditahan tuh rasa keponya, terus gimana nih May cara aku bimbing gus Naufal, secara.. kan kamu tahu sendiri kalo aku ini anti sama laki-laki" bingung Ara.
"Ya gimana ya ra, aku juga bingung, udah ngikut alurnya gus Naufal aja, ya kalo salah tinggal diingetin kan, udah beres" sahut May.
"Huft kamu sih enak ngomongnya May, tapi ini tanggung jawab yang berat bagi orang introvert kaya aku ini" cetus Ara.
"Yaudah tenang aja nanti aku bantuin kok" sahut May.
"Yowes oke, makasih loh kamu ini emang sahabatku seng paling pengertian" ucap Ara dengan merangkul May dengan tangan kanannya.
"Hehe sama sama ra"
***
Keesokan harinya, Ara bersekolah seperti biasa, saat diperjalanan menuju sekolah, Ara mampir ke tempat fotocopy untuk mengcopy sebagian tugasnya. Ara tak sengaja melihat Naufal yang sedang duduk diwarung dengan kebiasaan merokoknya itu, tempat fotocopy berhadapan dengan warung. Ara bergumam "Eh itu kok kayak gus Naufal ya, hmm eh iya gus Naufal, aduh kok dia ngrokok sih kan itu ndak boleh kata ayahnya kemarin diruang BK, aduh samperin dulu kali ya, bismillah""Eh mbak, ini saya tinggal ke warung depan sebentar ya, ee ini saya dp dulu biar mbak percaya" ucap Ara dengan mengambil uang dari sakunya.
"Oke dek" sahut mbak tukang fotocopy itu.
Ara menyebrang jalan untuk menuju warung itu, dengan nervous parah Ara memberanikan dirinya untuk menegur Naufal. "Assalamualaikum, ee maaf, gus ndak boleh merokok nanti bisa mengganggu kesehatan loh, udah ya berhenti merokoknya" ucap Ara dengan nada yang lembut dan mata tertunduk.
"Waalaikumussalam, eh siapa lo datang tiba-tiba ngingetin nggak boleh merokok, berani beraninya, kenal aja nggak" cetus Naufal dengan nada tinggi.
"Gus mungkin tidak ingat wajah saya, saya ini teman sekelas gus yang duduk dibangku depan gus berjarak dua bangku" sahut Ara.
"Ouh nggak penting, udah sana pergi, gue nggak butuh diingetin, sok akrab banget" cetus Naufal.
"Saya ndak ada niatan buat sok akrab ya gus, tapi saya cuma ngingetin kalo merokok itu ndak baik, dulu kakek saya pernah masuk rumah sakit sampai kritis karena kandungan bahaya rokok" sahut Ara tetap dengan kelembutannya.
"Eh tunggu-tunggu, dari tadi kok lo panggil gue gus? Tau dari mana panggilan itu?" Bingung Naufal.
"Gus ndak perlu tau, yang penting sekarang gus jauhi rokok itu, buang gus, atau kalo ndak.." Ara sudah mulai kesal mengingatkan Naufal.
"Apa? Kalo nggak mau dibuang kenapa? Ha? Mau apa lo?" Sambung Naufal dengan nada tinggi.
"Kalo ndak mau, tak laporkan ke pak Bagas kepala sekolah biar nanti pak Bagas laporin ke orang tua kamu, terus kamu dikeluarkan deh dari sekolah. Ngomong-ngomong pak Bagas itu tetangga aku loh jadi kami udah mengenal jauh, daann mudah sekali bagi aku untuk menghasut pak bagas biar beliau menyingkirkan kutu sampah kayak kamu ini dari sekolah" ancam Ara sambil mengeluarkan handphone nya dari tas. Padahalkan pak Bagas itu bukan tetangga Ara, ia hanya menjadikan itu sebagai ancamannya agar Naufal menuruti keinginannya.
Seketika Naufal bergumam "Aduh, gawat, kalo udah dikeluarin dari sekolah kan gue bakal dipindahin ke Mesir sama abi, aduh nggak mau deh hidup penuh aturan lagi, nggak bisa ini nggak bisa"
"Eh eh jangan, oke nih rokoknya gue buang, tuh udah kan?! Plis jangan dilaporin ya" turut Naufal dengan membuang rokok yang baru dibelinya.
"Oke, sekarang berangkat ke sekolah, jangan mampir beli rokok lagi, kalo aku sampai tau gus mampir beli rokok lagi, ya siap-siap aja nama gus akan hilang dari data kehadiran siswa" ancam Ara lagi sembari melirik tajam Naufal.
"Iya iya, ini berangkat sekolah, assalamualaikum" sahut Naufal dengan menaiki sepeda motornya. Meskipun tutur kata Naufal sedikit kasar, tapi ia tidak pernah lupa mengucap salam saat akan pergi, karena sudah menjadi kebiasaannya di pondok dulu.
"Waalaikumussalam" jawab Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara [Tulisan] COMPLETED✔️
Fiksi RemajaSebuah penantian panjang yang sangat menguji perasaan Aksa dan Ara, apalagi semenjak kehadiran gus Naufal itu yang menjadi amanah untuk Ara dan membuat hati Aksa ketar ketir takut menggeser namanya dihati Ara. [Filosofi judul : Aksa dan Ara, nama m...