Setelah dari rumah, Ara memberikan belanjaannya kepada ibunya dan membantu ibunya memasak di dapur.
"Nak, gimana soal lamaran gus Naufal itu? Udah kasih jawaban belum?" Tanya ibu Ara sambil memotong sayuran.
"Belum bu" sahut Ara.
"Dipercepat loh ra, nggak baik nggantungin keluarganya terlalu lama" ucap ibunya.
"Aku masih bingung buk" balas Ara.
"Bingung gimana lagi sih ra, gus Naufal itu udah baik, ganteng, anak kyai lagi, apa lagi yang buat kamu ragu?" Bingung ibunya.
"Sebenarnya aku sedang mencintai lelaki lain bu, lelaki itu mau melamarku tapi masih terhalang orang tuanya yang ada diluar kota yang katanya nggak bisa dihubungi" jawab Ara.
"Lelaki yang mana itu? Selama ini ibu nggak pernah liat kamu deket sama laki-laki" heran ibu.
"Emang jarang interaksi bu, lelaki itu yang kemarin datang ngajak Ara ke taman" sahut Ara.
"Ooh itu, kelihatannya sih emang baik dan sopan, tapi ibu lebih setuju kamu sama gus Naufal. Udahlah nak, kamu terima aja lamarannya, mau sampai kapan kamu nunggu lamaran dari laki-laki itu, ibu ini sudah tua, walau kamu belum siap menikah tapi setidaknya ibu masih bisa melihat kamu tunangan" tutur ibu.
"Kalo itu mau ibu, aku akan terima lamaran itu dan menghubungi ayah Naufal hari ini juga" sahut Ara.
Ara sangat menyayangi kedua orang tuanya, terutama ibunya, apapun akan Ara lakukan demi ibu tercintanya, termasuk menerima lamaran Naufal walaupun sebenarnya hatinya berat untuk menerimanya, namun Ara selalu yakin kalau keputusan seorang ibu itu selalu tepat. Ara segera menghubungi ayah Naufal dan menerima lamaran itu, kedua belah pihak sepakat lusa pertunangan akan dilaksanakan.
Hari demi hari berganti hingga pertunangan dilaksanakan, Aksa sama sekali tidak mengetahui akan hal itu. Tepat dihari pertunangannya, Aksa mendatangi rumah Ara, Aksa selalu tidak tepat datang kerumahnya, untuk kedua kalinya dia datang disaat Ara bersama dengan keluarga Naufal, tapi yang kali ini lebih membuatnya sakit.
"Ya allah, ujian apa lagi ini, ternyata Ara memilih untuk menerimanya, sepertinya sudah tidak ada harapan, lebih baik aku mundur dan mencoba mengikhlaskannya, mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh" ucapnya dengan hati yang pedih.
Aksa pulang dengan perasaan sedih, lepas dirumah, ia langsung memeluk kakaknya.
"Eh eh loh, kenapa ini, kamu nangis? Tumben banget, selama ini kakak nggak pernah liat kamu nangis, ada apa? Ayo cerita sama kakak" kaget Ameera."Udah nggak ada harapan lagi kak, nggak perlu ada perjuangan lagi" balas Aksa dengan melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.
"Maksud kamu? Ara udah nikah?" Sahut Ameera bingung.
"Belum, tapi dia udah nerima lamaran itu dan hari ini aku melihatnya melaksanakan tunangan bersama dengan keluarga gus Naufal" balas Aksa.
"Ya ampun, santai aja kali dek" ucap Ameera.
"Santai gimana, orang udah tunangan gitu" resah Aksa.
"Heh, Ara itu baru tunangan, belum nikah loh, pokoknya selama janur kuning belum melengkung kamu harus perjuangin cinta kamu" support Ameera.
"Tapi kan, peluangnnya makin dikit kak, biasanya kalo orang udah tunangan itu, nggak boleh ada laki-laki yang menemuinya selain laki-laki tunangannya itu, pasti gus Naufal akan sering menemuinya" elak Aksa.
"Ya juga sih, tapi itu harusnya nggak jadi alasan dong buat kamu nyerah" Ameera tetap berusaha mendorong Aksa untuk tetap berjuang.
"Nggak tau ah, aku bingung kak, mau sholat istikharah dulu nanti malam" balas Aksa.
"Nah gitu dong, minta jalan keluar sama Allah, jangan langsung nyerah aja" sahut Ameera.
Malam pun telah tiba, Aksa menjalankan sholat isrikharah untuk meminta jalan keluar apakah dia harus terus maju memperjuangkan Ara atau harus mundur mengikhlaskannya. Begitu pun dengan Ara, yang malam ini juga melaksanakan sholat istikharah apakah keputusan yang telah diambilnya itu benar atau tidak. Dan, hasil istikharah itu dijawab melalui mimpi keduanya. Aksa bermimpi mendatangi rumah Ara bersama orang tuanya, sementara Ara bermimpi ada kakek tua yang berbicara dengannya "sebuah raga tanpa nyawa, bunga mawar yang kau tanam itu yang harusnya kau petik". Ara tidak mengerti maksud dari mimpi itu, ia terus mencoba memahaminya namun tetap gagal paham, akhirnya ia memutuskan untuk bertanya pada seorang ustadzah yang ada di desanya dan sudah cukup dekat dengan Ara.
"Assalamualaikum ustadzah, saya kemarin beristikharah lalu mendapati mimpi yang tidak bisa saya pahami, apa ustadzah bisa menjelaskannya?" Tanya Ara.
"Waalaikumussalam, mimpi seperti apa itu?" Sahut ustadzah.
"Jadi, ada seorang kakek tua yang datang ke acara tunangan saya setelah itu beliau bersalaman dengan saya dan berbicara *sebuah raga tanpa nyawa, bunga mawar yang kau tanam itu yang harusnya kau petik* apa artinya ustadzah?" Bingung Ara.
"Apa kamu bertunangan tanpa adanya rasa cinta?" Tanya ustadzah.
"I-iya, betul dzah, saya bertunangan karena menuruti perintah ibu" sahutnya.
"Itulah artinya, sebuah hubungan tanpa cinta itu bagaikan raga tanpa nyawa, terasa hampa" balas ustadzah.
"Lalu? Sekarang apa yang harus saya lakukan dzah?" Bingung Ara.
"Jawabannya ada pada kalimat kedua, bunga mawar melambangkan cinta, ditanam itu artinya yang tumbuh didalam hati, dipetik berarti dipilih, jadi seharusnya cinta yang sekarang ada dihatimu itu yang seharusnya kamu pilih. Apa sekarang kamu sedang mencintai laki-laki lain?" Sahut ustadzah.
"Iya betul dzah, tapi apakah saya salah jika menuruti kemauan ibu saya? Bukankah seorang anak harus berbakti kepada ibunya dzah?" Bingung Ara.
"Memang benar Ara, sudah seharusnya sebagai anak harus berbakti kepada orang tua, namun kalau soal pilihan hidup, orang tua hanya sebatas pemberi saran dan nasehat, namun pada dasarnya hasil akhir harus diserahkan sepenuhnya kepada anak. Kamu berhak memilih, ini menyangkut kehidupan seumur hidup nak. Kamu boleh menolak, jangan takut" ujar ustadzah itu.
"Seperti itu nggih dzah, terimakasih dzah atas semua pengertiannya dan arahannya" ucap Ara.
"Sama-sama ra"
"Kalo begitu, saya pamit pulang dulu dzah, sekali lagi terimakasih, assalamualaikum" pamit Ara.
"Waalaikumussalam" jawab ustadzah.
Ara mempertimbangkan mimpi hasil istkharah itu bersama dengan ayah dan ibunya, lantas sekarang ibunya bingung harus bagaimana, Ara sudah terlanjur tunangan dengan Naufal, namun ibunya masih memberi kesempatan kepada Ara untuk memutuskannya, dan Ara memutuskan untuk mendatangi Naufal dan menjelaskannya bersama dengan orang tuanya, mimpi istikharah itu juga ia ceritakan kepada pihak keluarga Naufal, pihak keluarga Naufal pun mengerti akan hal itu dan tidak akan memaksa Ara, namun sebenarnya Naufal masih menginginkan Ara, walaupun didepan Naufal terlihat baik-baik saja dan mengikhlaskan Ara, tapi sebenarnya dalam hatinya masih ada hasrat untuk memiliki Ara.
Sementara itu, Aksa masih terus mendoakan Ara di setiap malamnya karena ia mengira kalau ia sudah tidak bisa lagi menemuinya karena Ara sudah bertunangan. Sedangkan Naufal masih terus memikirkan bagaimana cara mendapatkan hati Ara.
Saat itu setelah pihak keluarga Ara pamit, orang tua Naufal juga pergi ke pondok karena harus mengurus kegiatan pondok dan sekarang Naufal sedang sendiri dikamarnya "Argh sial, kenapa harus batal sampek disini, apa lagi coba yang kurang dari aku sampek Ara sama sekali nggak tertarik dan mencintai cowok lain, selama ini kan aku berubah juga demi dia, kalo dia nggak bisa aku dapetin, percuma dong selama ini aku berubah. Pokoknya bagaimanapun caranya aku harus dapetin dia"
Oh tidak, Naufal sepertinya akan bertindak nekat demi mendapatkan Ara, apa yang akan dilakukannya? Lanjut next episode^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara [Tulisan] COMPLETED✔️
Fiksi RemajaSebuah penantian panjang yang sangat menguji perasaan Aksa dan Ara, apalagi semenjak kehadiran gus Naufal itu yang menjadi amanah untuk Ara dan membuat hati Aksa ketar ketir takut menggeser namanya dihati Ara. [Filosofi judul : Aksa dan Ara, nama m...