Di hari yang cerah ini Yujin duduk di depan televisi yang menyala menampilkan kartun yang dirinya suka. Namun objek tersebut tidak menarik lagi bagi Yujin.
Karena seharusnya hari ini jadwalnya bersama sang Bunda untuk jalan-jalan entah kemanapun itu.
Namun Bundanya itu sibuk sekali di dapur sejak selesai sarapan tadi meninggalkan dirinya sendiri dengan televisi menyebalkan itu.
Yujin bosan, sangat bosan. Karena biasa jalan-jalan entah kemana dan sekarang hanya berdiam diri jadi dirinya merasa bosan yang sangat bosan sebosan-bosannya.
Maka dari itu dirinya menghampiri Bundanya yang entah memasak untuk apa karena masakannya begitu banyak.
Yujin datang dengan mimik wajah cemberut sebal karena kedatangannya juga tidak membuat Bundanya beralih dari kegiatan memasak di dapur.
"Bunaa~". Rengekan Yujin akhirnya terdengar oleh Hao.
"Halo sayangnya Bunda. Kenapa sudah tidak nonton lagi?".
"Ujin sangat bosan Buna. Ayo kita jalan-jalan".
"Maaf sayang hari ini kita tidak jalan-jalan dulu ya".
Yujin semakin memajukan bibirnya tanda kekecewaan dirinya.
"Kenapa Buna? Biasanya kita akan jalan-jalan".
Hao tersenyum teduh ke arah Yujin. "Maaf ya sayangnya Bunda. Janji besok kita jalan-jalan ke tempat yang diinginkan Yujin ya".
Binar nampak di wajah Yujin. "Benar ya Buna besok kita jalan-jalan".
Hao mengangguk mantap. "Iya sayang, sekarang boleh minta tolong Yujin bantu Bunda?".
Yujin membuat pose siap menghadap Hao dan segera menghampiri Hao memasak. Kegiatan ini cukup seru menurut Yujin, dia senang membantu Bundanya.
Maka setelah beberapa waktu mereka bergelut bersama di dapur, akhirnya Hao maupun Yujin mengakhiri kegiatan mereka berdua.
"Akhirnya, Ujin capek sekali Buna. Pasti Buna capek sekali ya".
Hao terkekeh dengan penuturan Yujin. "Bunda tidak capek kok sayang. Sekarang Yujin mandi ya nak".
"Baik Buna Ujin akan mandi dulu".
Yujin pergi menuju kamarnya, dirinya sudah cukup pandai melakukan kegiatan mandi ini sendirian tanpa Bundanya.
Yujin sudah bisa menyabuni badannya sendiri meskipun bagian belakang masih kesulitan karena tangan pendeknya yang belum menjangkaunya.
Dirinya sudah bisa menyikat gigi dengan baik, menyabuni rambutnya dengan shampoo dirinya juga sudah pandai.
Dan menyisir rambut adalah kegiatan akhir yang Yujin sukai saat semua kegiatan mandinya selesai.
Yujin sudah tampan dengan baju khas anak kecil yang dirinya pakai. Berkaca di kaca kamarnya sambil membenarkan pakaiannya.
Selesai semua kegiatannya dirinya turun ke bawah menemui Bundanya yang entah sedang berbicara dengan siapa di depan pintu sana.
Yujin berjalan mendekat ke arah Bundanya.
"Buna".
Hao bersama seorang lelaki yang lebih besar dan tinggi darinya menengok ke arah Yujin.
"Halo sayang sini nak".
Yujin menuruti perintah Hao dirinya lebih mendekat ke arah dua pria dewasa di hadapannya.
Lelaki yang asing bagi Yujin itu menundukan tubuhnya agar setinggi Yujin dengan senyum teduhnya menyapa Yujin.
"Halo manis. Kamu Yujinkan".
Yujin mengangguk. "Om siapa?".
Lelaki itu tersenyum cerah. "Saya Hanbin, Ayahnya Yujin".
Yujin tidak menanggapi, dirinya diam lama tanpa sepatah katapun. Membuat Hao yang tadinya diam langsung menunduk bersama dengan Hanbin.
"Sayang? Yujin tidakpapa?".
Yujin menatap Bundanya sedikit berpikir layaknya anak kecil.
"Buna, Om itu benar Ayah Ujin?".
Hao mengangguk patah. "Kita duduk dulu yuk sayangnya Bunda".
Hao mengajak Hanbin dan Yujin untuk duduk bersama di ruang keluarga.
"Yujin sayang, maafin Bunda ya selama ini tidak mengenalkan Ayah Yujin pada Yujin".
Yujin menatap Hanbin. "Jadi benar Om, Ayahnya Ujin".
"Iya Yujin, saya Ayahnya Yujin".
"Ujin punya Ayah, Buna?".
"Iya sayang, Yujin punya Ayah. Yang di depan Yujin itu Ayah Yujin".
Meskipun sedikit bingung dan tidak memahami situasi dihadapannya saat ini tapi Yujin senang dirinya memiliki Ayah.
Jadi begitu Bundanya membenarkan bahwa dihadapannya Ayahnya maka Yujin segera memeluk Hanbin.
"Ayah, Ujin rindu Ayah. Kenapa Ayah tidak pernah menemui Ujin".
Hati Hao dan Hanbin mencelos, begitu bahagianya Yujin mengetahui Ayahnya ada di sini bersamanya.
Yujin melepas pelukannya dari Ayahnya. "Ayah tidak akan pergi lagikan. Ayah akan bersama-sama dengan Ujinkan?".
Hanbin dengan tegas mengangguk. "Ayah akan di sini terus sama Yujin".
"Benar ya Ayah. Ayah di sini sama Buna dan Ujin".
"Iya anak Ayah".
Yujin melompat-lompat bahagia. Membuat Hao bahagia dan menghangat. Jadi kebahagiaan Yujin tidak hanya dirinya namun juga separuhnya lagi ada dalam diri Ayahnya Yujin, Hanbin.
"Buna, Ayah. Apa boleh kita jalan-jalan sekarang saja".
Hanbin yang sedari tadi fokus pada Yujinpun menanggapi. "Memang biasanya Yujin akan jalan-jalan".
Yujin mengangguk semangat. "Iya Ayah, biasanya Buna dan Ujin akan jalan-jalan di hari Buna tidak bekerja".
Hanbin menatap Hao dan tersenyum hangat. "Kalau begitu ayo kita jalan-jalan bersama".
"Asik, Ujin senang sekali".
Hao mengangkat bicara setelah lama berdiam membiarkan anaknya dan Hanbin berbincang.
"Tapi nanti ya Yujin. Emm A.. Ayah Yujinkan baru sampai pasti capek, jadi biarkan Ayah istirahat dulu ya. Kita jalan-jalan nanti".
Hanbin terkekeh karena Hao berbicara dengan gugup dan terbata-bata. Membuat Hao menatap nyalang pada Hanbin.
"Yah, ya sudah nanti kita jalan-jalan ya Ayah. Sekarang ayo kita bermain Ayah".
Yujin menarik tangan Hanbin dan dihentikan oleh Hao.
"Sayang, biarin Ayah kamu makan dulu ya. Tadikan Yujin sudah bantu Bunda siapin makanan buat Ayahkan".
"Oh Ayah belum makan. Ayo Yujin juga lapar lagi".
Hao menggeleng melihat anaknya kembali menyeret Hanbin ke meja makan.
Hao sangat bersyukur dan bahagia tidak pernah Yujin sebahagia ini. Meskipun terkadang bersamanya akan sesenang ini. Namun saat ini Yujin semakin dan semakin bahagia.
Mungkin kelengkapan keluarga membuat suasana hati Yujin menjadi lebih lengkap dan penuh kebahagiaan. Hao harus berbincang banyak bersama Hanbin untuk kedepannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Truth (BinHao x Yujin)
FanficYujin seorang anak kecil yang menginjak umur 5 tahun, yang menginginkan kasih sayang seorang Ayah. Dirinya iri melihat teman-temannya memiliki orang tua yang lengkap, dirinya juga menginginkan keluarga lengkapnya.