Hao tidak pernah tidak fokus seperti ini dalam bekerja. Meskipun dirinya memiliki banyak pikiran tapi dirinya tetap profesional dalam bekerja.
Memiliki pangkat tinggi dalam pekerjaannya membuat dirinya lebih bertanggungjawab pada pekerjaannya.
Namun sekarang dirinya tidak dapat fokus pada segala hal.
Saat sekertarisnya masuk saja dirinya tidak mengetahuinya.
"Pak Hao? Apa bapak tidak apa-apa?".
Tanya sekertaris Hao yang masuk dalam ruangannya. Karena melihat Hao yang nampak kusut itu.
Hao tersadar akan lamunannya.
"Ah tidak apa-apa".
Sekertarisnya hanya mengangguk paham. Sebenarnya dia tau sedikit banyak cerita Hao.
"Boleh aku bicara sebagai teman?".
Hao mendongkak melihat sekertarisnya. Memajukan bibirnya memperlihatkan wajah sok sedih miliknya.
Sekertarisnya menghela nafas. "Hao, keknya kamu harus segera ngomong sama Yujin".
Hao semakin memajukan bibirnya. "Aku belum siap Rae".
Taerae, anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan tempat dimana Hao biasanya mampir.
Papa Mama Hao menganggap Taerae sebagai anaknya sendiri dan mereka memperlakukan Taerae sama seperti Hao.
Taerae juga teman semasa Hao sekolah juga sahabat karibnya. Mungkin di luar kantor memang mereka jarang bertemu sekarang ini.
Karena Taerae yang sudah menikah jadi mereka jarang untuk bertemu karena kesibukan masing-masing.
Namun mereka sering bertukar cerita jika bertemu dan akan mengeluarkan semua keluh kesah bersama.
Hao bersyukur ada Taerae saat dimana dirinya berada di bawah maupun di atas. Taerae menjadi orang kedua setelah orang tua Hao yang peduli padanya.
Maka dari itu Hao selalu berhutang budi pada Taerae, dirinya menganggap Taerae sebagai saudaranya.
"Siap gak siap dong Hao".
"Kasih aku waktu lagi. Aku bakal ngomong sama Yujin kok, pasti".
"Butuh waktu berapa lama lagi Hao. Sampe Yujin besar nanti? Sampe Ayahnya Yujin punya keluarga dan hidup bahagia?".
Hao menatap Taerae di sana. "Please Rae jangan mojokin aku".
"Aku gak mojokin kamu Hao. Aku cuman mau kamu mikirin kemungkinan yang ada".
"Hao, kamu lebih tau Yujin daripada aku. Meskipun aku deket sama Yujin bukan berarti aku bisa langsung nyimpulin. Tapi kamu beda kamu orang tuanya, kamu yang lebih tau dan paham Yujin".
"Kamu yang tau apa yang Yujin mau, apa yang Yujin perluin. Gak cuman finansial yang Yujin butuhin Hao. Tapi dia juga butuh seseorang yang jadi teladannya".
Hao mendongkakkan kepala ingin menanggapi namun Taerae tak membiarkannya memotong ucapannya.
"Aku tau dia bisa neladanin kamu atau Papa Mama kamu. Tapi kamu juga mesti tanya sama Yujin, apa dia udah cukup dengan itu".
"Apa Yujin cukup cuman sama kamu dan Papa Mamamu?".
"Cukup. Yujin cukup sama aku sama Papa Mamaku".
Taerae menggeleng. "Kalau cukup dia gak akan minta Ayahnya pas ulang tahun kemarin Hao".
Taerae menembak tepat sasaran. Hao tidak bisa berpikir lagi sekarang.
"Cepat atau lambat Yujin bakal tau Ayahnya Hao".
"Iya aku tau Rae".
"Bagus kalau kamu tau. Ingat Hao jangan sembunyiin lagi. Kalau kamu masih berhubungan sama Ayahnya, mending kamu ngomong sama dia perihal Yujin".
"Secara biologis dia masih Ayahnya. Gak mungkin dia gak mau tau tentang Yujin".
Hao menggeleng. "Dia cuman satu dari sekian banyak orang Rae. Dan gak mungkin dia mau tau tentang Yujin".
"Gak ada yang gak mungkin Hao. Percaya sama aku".
Hao menatap sahabatnya itu, Taerae tersenyum teduh.
"Mau peluk Rae".
Taerae terkekeh, meskipun Hao lebih tua darinya namun sifat manja Hao masih lekat padanya.
"Atututu sini aku peluk Hao. Pasti berat ya".
Hao memeluk erat sahabatnya itu dan mengangguk mengiyakan Taerae.
"Kamu jangan khawatir ya, ada aku. Ada Papa sama Mama juga yang bakal selalu support kamu".
"Makasih Rae, makasih banget".
"No need Hao".
Setelah perbincangan panjang dengan Taerae, Hao sedikit yakin bahwa dia memang harus berbicara dengan Yujin.
Secepatnya dia akan membicarakan ini dengan Anaknya itu. Sebelum itu dirinya harus bertemu dengan sosok Ayah Yujin yang memang dari awal Hao tidak mengetahui siapa Ayah Yujin.
Hao menghela nafas, cerita panjang yang telah dirinya lewati akhirnya akan selesai? Atau mungkin akan selesai.
Hao mengambil ponselnya menghubungi nomor yang sudah lama tidak dia hubungi sejak adanya Yujin dalam perutnya.
Tut tut tut
"Halo Hao, omg how are you? we haven't talked in long time".
"Halo Kak, sorry i just contacted you now. And please speak bahasa. Kamu tau kak englishku jelek".
Ada tawa di sebrang sana membuat Hao menjembikkan bibirnya.
"Don't laugh at me Kak".
"Haha, okey maaf buat itu Hao. Kenapa kamu telpon aku?".
"Aku mau ngomong serius kak".
"Yeah, and then?".
"Bisa kita ketemu?".
"Of course"
"Weekend depan i will go to singapore to meet with".
"Okey".
"And Kak?".
"Yups? Kenapa?".
"I have child sekarang".
"Wow, nice to hear that Hao. Gimana kabar anakmu?".
"Baik, sangat baik. Namanya Yujin".
"Namanya bagus Hao. Pasti anakmu lucu sepertimu".
"Yeah".
Hao diam sejenak. "Hao. You're still here".
"Kak. Dia anak orang itu?".
"What do you mean?".
"Anak dimana dia ada waktu pertama kita ketemu Kak?".
"Oh wow. Jadi ini alasan kamu mau ketemu aku Hao?".
"Yeah".
"Okey i got it".
"Ketemu weekend Kak".
"Okey Hao see you here".
Hao menutup telponnya menghela nafas kemudian. Semoga keputusnya tepat sekarang ini.
Karena Hao hanya ingin kebahagiaan Yujin tidak ada yang lainnya. Semoga Ayah Yujin juga dapat menerima Yujin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Truth (BinHao x Yujin)
FanfictionYujin seorang anak kecil yang menginjak umur 5 tahun, yang menginginkan kasih sayang seorang Ayah. Dirinya iri melihat teman-temannya memiliki orang tua yang lengkap, dirinya juga menginginkan keluarga lengkapnya.