Enem

112 3 0
                                    

[Oh-oh, gimana nih!?]

"Suka sebel kalo udah kaya gini, nyenyenye. Sak karepmulah!"

***

Setelah makan di Cecemuwe Cafe and Space Senayan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah makan di Cecemuwe Cafe and Space Senayan. Sakha dan Ezra memutuskan untuk jalan kembali ke mall. Mereka ke sana berboncengan dengan Fazzio milik pria berpakaian turtleneck putih yang ditimpa outer warna rust itu. Kesan vintage terasa dengan melihat penampilan santainya sekarang. Gadis itu jadi tahu kalau Ezra adalah pria yang tahu fashion. Tidak salah ia berani mengiyakan ajakannya untuk muter-muter mall berdua seperti sekarang.

Mereka jalan beringinan dan nampak serasi layaknya pasangan kekasih. Dengan pakaian bernuansa vintage, mereka seakan menjelajahi dunia masa lalu. Mata mereka juga lebih sering beradu pandang.Sakha menyeruput poci tea dingin di tangannya dan masuk area bermain disusul oleh Ezra. Mereka tertawa bersama memainkan permainan menembak dan yang lain. Banyak yang mereka jajal dan semua berjalan begitu saja tanpa dikomando.

Setelah puas dengan itu, mereka pindah ke tempat yang lain. Sakha langsung masuk ke toko makeup guna membeli produk skincare-nya yang tinggal sedikit. Mungkin hanya bisa diaplikasikan ke wajah selama tujuh kali pemakaian. Ezra yang melihat hal tersebut tidak malu dan ikutan nimbrung di belakang Sakha. Tangannya mengambil satu-satu produk kecantikan yang menurutnya agak aneh. Seperti beauty blender berbentuk seperti telur dengan wadah emoticon imut. Matanya hampir saja keluar saat melihat label harga yang tertera.

"Seriusan, Sa, barang aneh gini harganya Rp. 19.000. Enggak salah emang?" Sakha yang tengah memilih serum kuku menoleh ke arah Ezra yang berjarak satu rak barang kecantikan. Tangan pria itu menjinjing dan menggoyangkan benda mungil berwarna salmon tersebut.

"Oh beauty blender, ya emang segitu harganya. Enggak terlalu mahal kok, soalnya, kan, itu bahannya lembut, tahan lama, sama mudah diaplikasikan buat penggunaan basah atau kering."

Ezra membeo dijelaskan begitu. Aslinya dia enggak bener-bener paham juga. "Bedanya sama produk yang ini apa? Yang warna pink ini lebih murah, cuma enam ribuan."

Sakha mengerutkan kening mengamati beauty blender warna pink yang ada di tangan kiri Ezra. Ia kemudian menjawab kembali. "Yang warna pink itu kurang enak digunain, gue pernah nyoba. Bahannya kasar, gampang berubah kalo disentuh terus bedak gampang ngapung diriasan soalnya hidrosilitasnya kurang bagus."

"Oh gitu?"

Sakha mengangguk. Ezra kemudian meletakkan dua benda beda merek dan kualitas itu kembali ke rak. Ia mendekati berpindah melihat-lihat produk-produk yang dijual di toko itu kembali. Pria itu agaknya masih belum bisa menerima kenyataan jika harga benda kecil kayak busa buat cuci piring yang seuprit itu harganya menyamai satu mangkok bakso komplit plus sate telur puyuh yang menjadi langganannya saat di Yogyakarta semasa kuliah dulu. Emang bener-bener nguras kantong kalo ngajak cewek main ke sini. Batinnya membenarkan ucapan teman-temannya di kantor.

Ia kira perempuan-perempuan enggak bakal belanja aneh-aneh dan menguras dompet saat di ajak ke tempat beginian. Dulu saat masih berhubungan dengan beberapa pacarnya, Ezra jarang ngedate ke mall. Paling-paling mereka hanya menghabiskan waktu di museum seni, tempat yang jual barang-barang tempo dulu, ngafe, nonton di bioskop, jalan-jalan santai keliling Jakarta. Nah kalau haus atau lapar, maka akan jajan di pinggir jalan. Keliatan cukup kere, ya, cara ngedate-nya cause enggak pergi ke tempat-tempat mewah seperti mall, dan membeli barang branded.

Kalau boleh jujur, Ezra sendiri sebenarnya tidak mampu harus melakukan hal semacam membelanjakan barang-barang bagus nan melejit harganya untuk para pacarnya. Alasannya cuma satu, penghasilannya belum sampai duadigit lebih. Mentok-mentoknya paling lima jutaan. Itupun sudah harus dibagi-bagi untuk mencukupi kebutuhan bulanan dan nyicil buat beli apartemen di Tebet, Menteng Dalam, Jakarta Selatan.

Namun ia beruntung bisa mempunyai kekasih yang enggak matre dan minta ini-itu dan maksa harus dituruti. Yah, walaupun semua relationshipnya enggak berjalan mulus dan putus di tengah jalan lantaran alasan belum siap nikah. Tapi seenggaknya Ezra tahu kalau enggak semua perempuan itu matre, itu sih poinnya.

Setelah membeli skincare dan Ezra ikutan beli lotion―yang katanya buat ibu nya―mereka langsung memutuskan pulang. Mereka turun dari lantai lima. Tetapi, saat sampai di lantai tiga, betapa terkejutnya Sakha malah bertemu Yudha. Pria itu masih bersama perempuan yang ia lihat di Cecemuwe.

"Lo kapan pulang, Mas?"

Hah!

Sakha langsung menoleh ke arah Ezra dengan tatapan terkejut. Barusan pria di sebelahnya itu manggil Yudha dengan sebutan 'mas'? Apa mereka saling kenal?

"Kemarin. Kamu ngapain di sini?"

"Ngedate. Oh, ya kenalin, cewek di sebelah gue ini Sakha. Temen kencan gue. Oh ya, Sa, kenalin dia mas Yudha, sepupu gue."

Lagi dan lagi Sakha tercengang mendengar penuturan Ezra. Oh, yang benar saja. Masa seorang Ganendra Ezra Setiawan sepupuan sama Pratamayudha Bayuaji, sih!? Ini enggak lagi ngeprank, kan!? Kenapa dunia sesempit ini. Yaampuuun! Kamera mana kamera??

"Sa, kenapa?" tanya Ezra lantaran gadis itu masih saja menatap wajahnya dan juga Yudha bergantian dengan ekspresi beneran terkejut sekaligus bingung.

"Kalian beneran sepupuan?" Sakha bertanya memastikan.

Ezra mengangguk yakin. "iya, kita berdua sepupuan. Emangnya kenapa, Lo kenal sama mas Yudha?"

Saat hendak menjawab pertanyaan itu. Yudha langsung menyerobot, seolah tak memberikan kesempatan padanya untuk menjelaskan.

"Kita sudah saling mengenal."

Ezra yang mendengar itu terkejut, namun terlihat senang. "Oh iya, Sa?" Sakha mengangguk ragu. "Bagus dong kalo gitu, artinya gue nggak perlu lagi susah-susah ngenalin kalian."

"Maksudnya?" Sakha berujar bingung.

"Maksudnya gue nggak harus ngenalin Lo ke mas Yudha, karena dia emang susah buat sekadar kenalan sama cewek."

Lha terus yang di sampingnya pria berkemeja abu-abu itu siapa? Orang dia juga cewek, kan? Cantik juga, posturnya bak model. Melihat tatapan tersebut, si perempuan itu langsung menyodorkan tangannya berkenalan dengan Shaka.

"Aku Andira, salam kenal."

Sakha langsung menerima uluran tangan darinya. Tersenyum agak kaku. "Salam kenal juga, a-aku Shaka."

Yudha melihat hal tersebut cuma diem saja, dengan wajah lempeng. Dalam hati Sakha bermonolog, bener-bener nggak habis pikir. Terhadap pria itu.

"Berhubungan ada Lo, gimana kalo kita ngobrol-ngobrol dulu sebentar di resto? Nanggung banget kalo langsung pulang, eh, Sa, gimana Lo mau, kan?"

Sakha berpikir keras, ia sangat ragu untuk tetap tinggal walaupun untuk waktu sebentar. Tapi, gadis itu tidak enak jika harus menolak, alhasil ia mengiyakan ajakan dari Ezra untuk tetap tinggal dan mengobrol dahulu. Ia juga akan memastikan siapa gerangan perempuan yang cantik dan seksi bak model majalah dengan nama Andira itu.

***
T

idak minta dibaca tetapi kalau ada yang baca ya matur nuwun


Our Relationship : Como Lo Vueye Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang