13. Berlibur

17 3 0
                                    

[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]

•••

Itu Lio. Dia sedang berdiri di depan kamar putrinya untuk membujuk gadis itu keluar dan makan. Ini hari ketiga putrinya tak keluar sama sekali dari kamar setelah pertengkaran mereka. Pria itu sangat khawatir terjadi apa-apa di dalam sana. Gadis itu tak membiarkan siapa pun masuk ke dalam kamarnya. Lio pun tak tahu apa saja yang dilakukan putrinya di dalam.

Pria itu terus berdiri sambil menatap pintu kamar putrinya. Sama dengan sang putri, dia juga belum makam selama 3 hari ini. Dia tak bisa makan jika putrinya belum makan. Lio menundukkan kepalanya sambil menghela nafas. Sudah dua jam dia berdiri di sini, tapi tak ada respons apa pun dari putrinya.

Dia membalikkan badannya, berniat untuk pergi dari sana. Namun dia menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Dilihatnya Hanna yang memakai gaun tidur berwarna putih dengan rambut yang berantakan. Lio pun segera mendekat pada putrinya yang tampak tak baik-baik saja. Dia bingung ketika putrinya memberikan selembar kertas tanpa mengatakan apa pun. Diterimanya kertas tersebut untuk dia lihat dan rupanya itu ada nilai rapor putrinya.

“Kau sangat hebat” ucap Lio yang tersenyum tipis membaca nilai putrinya. Dia menatap gadis yang sedang menurunkan pandangannya.

“Makanlah sedikit, kau belum makan tiga hari ini” bujuknya dengan lembut.

Hanna menatapnya sambil menggigit bibir. Hatinya benar-benar hancur melihat putrinya seperti ini. Rasanya dia ingin langsung memeluk gadis itu dengan erat. Dia bertanya-tanya apakah putrinya tak akan seperti ini jika dirinya memberitahu gadis itu sejak awal. Apa pun itu, yang jelas ini semua salah Lio.

“Apakah aku... masih boleh memanggilmu ayah?”

Lio menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. Dia menganggukkan kepalanya dan menjawab, “Tentu, sayang. Kau putriku dan selamanya akan tetap begitu”

Tanpa aba-aba Hanna memeluknya dengan erat. Hatinya merasa lega karena putrinya telah memaafkannya. Dia membalas pelukan putrinya tak kalah erat, menyalurkan semua rasa sayang dan rindunya. Tangannya membelai rambut panjang putrinya. Tak ingin lagi dia membuat kesalahan yang sama agar putrinya tak pernah marah padanya lagi.

“Maafkan aku, ayah” ucap Hanna pelan yang seakan tak ingin melepaskan ayahnya.

“Bukan salahmu, sayang. Aku yang harusnya meminta maaf” jawab Lio yang menepuk-nepuk punggung putrinya yang sedang menangis.

Gadis itu melepas pelukannya. Dia mengatur nafas untuk menghentikan tangisannya. Dirasakannya tangan sang ayah yang mengusap pipinya dengan lembut. Senyuman pun akhirnya muncul di wajah manisnya. Dia memegang tangan ayahnya sambil menatap pria itu.

“Terima kasih telah menyelamatkanku. Aku menyayangimu, ayah” ucapnya dengan tulus.

“Apa pun untukmu, hidupku” jawab Lio yang tersenyum lega karena mendengar kalimat itu lagi.

Setelah mengatakan hal itu, Hanna berkata pada ayahnya bahwa dia ingin bertemu Jade dan semua anak buah ayahnya. Tentu pria itu langsung menurutinya. Lio menelepon Grover untuk mengumpulkan semua orang di ruang tengah. Kemudian dia menggandeng putrinya untuk pergi ke ruang tengah. Begitu mereka tiba, semua orang telah berbaris di ruangan itu.

Hanna berdiri di depan mereka semua. Dia menundukkan kepalanya sambil memilin jarinya. Gadis itu ingin meminta maaf, tapi dia tak tahu harus mengatakannya dari mana. Dia benar-benar malu karena telah terlalu emosional waktu itu. Harusnya dia bisa menahan perasaannya dan tak menyalahkan siapa pun.

LIO And His Daughter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang