[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]
•••
Seperti yang dijanjikan Hanna, Yohan menemui neneknya berkat gadis itu. Lio dengan mudah dapat menemukan neneknya yang sedang berada di rumah sakit. Syukurlah seseorang membawa neneknya ke rumah sakit sehingga nyawanya tertolong. Kini keadaan wanita tua itu pun kian membaik.
Hanna memperhatikan sekitar yang dipenuhi orang berlalu-lalang. Dia sedang duduk di depan kamar inap untuk memberi waktu pengawalnya berbicara dengan sang nenek berdua. Gadis itu membuka ponsel barunya, dia baru saja dibelikan ponsel baru karena tak sebelumnya dia harus mengalami proses pemulihan dengan benar dan tak diizinkan memakai ponsel lamanya oleh sang ayah.
Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya. Gadis itu menoleh pada pria yang terlihat lebih tua darinya sedang tersenyum padanya. Hanna mengerjapkan matanya bingung. Dia menoleh ke sekitar, tetapi hanya ada dirinya. Jadi barusan pria itu sedang tersenyum padanya? Apa dia mengenal pria itu? Kenapa pria itu tersenyum padanya?
“Apakah ada sesuatu di wajahku?” tanyanya dengan bingung.
Pria itu menggeleng dan masih tersenyum hingga Hanna dibuat bingung karenanya. Dia menoleh saat pengawalnya yang keluar dari kamar inap. Gadis itu pun berdiri dan menanyakan bagaimana kondisi wanita tua itu. Yohan menjawab bahwa neneknya baik-baik saja.
Pandangan Yohan beralih pada pria itu dan bertanya, “Siapa itu, nona?”
“Aku tidak tahu, mungkin dia hanya ingin duduk,” jawab Hanna tak peduli.
“Kalau begitu mari kita mencari makan, sudah waktunya Anda makan siang.”
Mereka pun berjalan sembari membicarakan menu apa yang akan mereka santap untuk makan siang. Hanna mengajak pengawalnya untuk makan di kantin rumah sakit agar tak jauh dari sang nenek. Dia duduk di salah satu bangku sementara pengawalnya membeli makanan. Ditunggunya sang pengawal sambil memainkan ponsel.
Tak lama kemudian, pengawalnya kembali membawa beberapa makanan kesukaannya. Gadis itu bertepuk tangan pelan karena kegirangan. Dia memang sudah lapar dan ingin menghabiskan banyak makanan. Yohan duduk di depan gadis itu dan meletakkan makanan itu di atas meja.
Yohan membukakan penutup makanan itu lalu memberikannya pada sang nona. Dilihatnya nonanya yang selalu senang dengan hal-hal kecil seperti ini. Dia terkekeh pelan saat melihat nonanya menusuk makanan karena tak bisa menggunakan sumpit. Masalah nonanya tak berubah, mungkin musuhnya adalah sumpit.
“Kenapa paman bisa makan hanya dengan menggunakan dua batang ini? Lebih mudah menggunakan sendok atau garpu” oceh Hanna sedikit kesal.
“Anda harus banyak berlatih menggunakan sumpit” ucap Yohan sembari tersenyum.
Hanna menatap pengawalnya kesal. Dia memegang sepasang sumpit itu dan menunjukkannya pada Yohan sambil berkata, “Ini peralatan makan yang mempersulit hidup. Siapa sebenarnya yang menciptakan alat makan seperti ini?”
Yohan pun semakin tergelak karena tingkah lucu nonanya. Bisa-bisanya gadis itu mengutuk peralatan makan. Kasihan sekali melihatnya kesulitan memakan makanannya. Tangan Yohan pun bergerak menyuapi gadis itu. Tentu dengan senang hati Hanna memakannya dengan lahap. Makan dari tangan orang lain memang lebih nikmat.
Pandangan Hanna beralih pada pria yang tadi tersenyum padanya. Pria itu itu tampak duduk tak jauh dari tempatnya. Dapat dilihat jika tatapan pria itu selalu tertuju padanya. Hal itu pun membuatnya merasa tak nyaman. Beberapa kali dia melirik pria itu dan sangat yakin bahwa pria itu sedang menatapnya. Dia kemudian menatap pengawalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIO And His Daughter
ActionIni sebuah kisah dimana seorang pria yang bertahan hidup dengan melepas semua perasaan manusiawi. Pria yang meyakini bahwa hidup adalah sebuah arena untuk bertarung. Kekuasaan adalah kunci di atas segalanya. Untuk mencapainya, pria itu berjuang kera...