Hidup tampa Ayah.Apa yang orang-orang pikirkan tentang itu?
Menyakitkan.
Atau.
Menyenangkan?
Begitu pula tanya yang ingin seorang Galandra Alanta Sadewo suarakan pada Tuhan seandaikan Tuhan bisa menjawab pertanyaan umatnya secara langsung saat ditanya.
Galan ingin tahu kenapa ia tidak bisa hidup dengan Ayah padahal ia punya Ayah. Ayah hanya datang dua kali untuk melihatnya. Saat ia berulang tahun di usia tiga dan lima.
Setelah itu Ayah benar-benar tidak datang lagi. Seperti lenyap ditelan semesta, sampai Galan lupa wajah Ayah.
Ayah tidak mati, Ayah juga tidak berpisah dengan Ibu, tapi Ayah tidak tinggal dengannya di rumah layaknya Ayah orang lain. Dari kecil ia hanya tinggal dengan Ibu, Ibu yang tau lebih banyak tentangnya daripada Ayah.
Galan pernah menanyakan itu pada Ibu.
"Kenapa Ayah nggak tinggal sama kita, Bu. Galan nakal ya?"
Galan kecil menanyakan itu dengan nada yang hampir menangis, tapi dulu Ibu menjawabnya karena Ayah harus bekerja jauh sekali dan tidak bisa pulang lebih sering. Ibu juga menangis waktu menjawab itu cuman ia menyembunyikannya, jadi sejak itu Galan tidak pernah lagi menanyakan soal Ayah ke Ibu.
Apalagi jika pertanyaan itu membuat Ibu sedih. Galan kecil dulu tidak ingin melihat Ibunya bersedih serta menangis apalagi jika itu karena dia.
Dan karena hidup tampa Ayah dan berusaha untuk tidak penasaran kenapa ia tidak bisa berinteraksi dengan bebas dengan Ayah seperti kebanyakan teman-temannya, Galan hidup menjadi laki-laki yang protektif untuk melindungi Ibu.
Posisi Ayah untuk melindungi Ibu, Galan yang gantikan. Sebatas Ibu yang hanya terluka kecil oleh goresan pisau saat memasak, harus berakhir kena omelan panjang dari Galan.
Jadi, di sini malah seperti hubungan Ayah dengan anak bukan Ibu dengan anak. Ibu bangga mempunyai Galan, Galan selalu ada saat ia terluka atau bersedih.
Semuanya masih baik-baik saja saat satu fakta telah berhasil Galan ketahui.
Waktu itu, ia bertemu seorang pria yang sudah berumur. Saat itu, ia sedang membantu Ibu berbelanja bulanan di pasar. Belanjaannya banyak sekali, jadi Galan membawa sebagian belanjaannya dengan Ibu untuk disimpan di motor lebih dulu.
Namun, karena tidak berhati-hati, kresek berisi puluhan jeruk nipis robek dan isinya berjatuhan menggelinding ke jalan.
Saat hendak menunduk mengambil jeruk-jeruk itu, satu tangan kekar nampak ikut membantunya memungut jeruk-jeruk yang bertebaran di jalan sebelum diinjak oleh orang.
Membawa jeruk-jeruk tersebut pada Galan untuk ia simpan ke dalam kresek yang lain.
Hanya dengan begitu Galan seperti kembali melihat Ayah, ia tidak ingat sih wajah Ayah seperti apa. Tapi, samar ia masih bisa menerka bahwa wajah pria sebaya Ibunya ini mirip dengan Ayah.
"Makasih, Om."
"Sama-sama. Belanjaan kamu banyak sekali, mau ke mana biar Om bantu bawa."
"Nggak usah Om, udah deket kok. Ke parkiran aja mau naruh ini dulu, baru ke Ibu lagi."
"Nggak papa biar saya bantu."
Karena tidak enak menolak dan Galan juga sedikit kerepotan, takut jeruk-jeruk Ibu menggelinding lagi, jadilah dia terima saja tawaran pria itu.
Sesampainya pria itu di tempat Galan memarkirkan motor, ia menaruh barang-barang Galan ke jalan untuk kemudian Galan susun di motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
PESAWAT KERTAS
Fanfiction"Gue cuman pengen lo bahagia." "Pergi." "..." "Dengan cara itu gue bisa bahagia." /// "Gue... minta maaf, Gal." -SUDAH SELESAI- ~Mulai, 28/10/23 ~Akhir, 02/11/23 ©PESAWAT KERTAS | 2023